BEI Targetkan 58 Juta Investor Baru, Perempuan Jadi Sasaran Potensial

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyampaikan bahwa sebanyak 29 Kantor Perwakilan BEI yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia ditargetkan masing-masing mampu menarik dua juta investor baru. Untuk mendukung pencapaian target tersebut, BEI terus menggencarkan upaya sosialisasi dan literasi keuangan, khususnya mengenai pentingnya berinvestasi secara legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini disampaikan Jeffrey saat menghadiri acara Hershare 2025 di Makassar, Sabtu lalu.

Ia menegaskan bahwa edukasi pasar modal menjadi penting agar masyarakat tidak mudah tergoda dengan tawaran investasi ilegal yang menjanjikan keuntungan tidak realistis. Jeffrey juga menjelaskan bahwa saat ini, investasi di pasar modal semakin mudah diakses oleh siapa pun, berkat kemajuan digitalisasi. Dengan modal kecil, seperti Rp20 ribu hingga Rp50 ribu, seseorang sudah dapat membuka rekening saham tanpa perlu menjadi miliarder terlebih dahulu.

Selain itu, ia menambahkan bahwa pilihan portofolio investasi kini bisa disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan masing-masing individu, mulai dari usia hingga sumber penghasilan. Menurutnya, kelompok perempuan seperti ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan pekerja kantoran memiliki potensi besar menjadi investor baru. Berdasarkan data BEI per 22 April 2025, jumlah investor pasar modal di Indonesia telah mencapai 16 juta lebih, namun baru sekitar 40 persen di antaranya adalah perempuan, padahal secara demografis jumlah perempuan di Indonesia lebih besar daripada laki-laki.

Kilang Pertamina Internasional Bukukan Kinerja Cemerlang di Awal 2025

PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menunjukkan performa gemilang pada kuartal pertama tahun 2025 dengan pencapaian operasional yang melampaui target yang ditetapkan. Hingga Maret 2025, total minyak yang berhasil diolah oleh unit operasi KPI mencapai 78 juta barel, melampaui target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang sebesar 73,2 juta barel. Hal ini menandakan realisasi intake mencapai 106 persen dari target, memperlihatkan tren pertumbuhan yang signifikan dalam pengolahan minyak.

Corporate Secretary KPI, Hermansyah Y Nasroen, menjelaskan bahwa capaian tersebut turut diikuti oleh peningkatan pada produksi valuable product (VVP). Volume produk bernilai yang dihasilkan kilang KPI hingga Maret 2025 mencapai 65,7 juta barel, jauh melampaui target semula yang sebesar 60,1 juta barel. Artinya, KPI berhasil melampaui target VVP sebesar 109 persen dalam waktu tiga bulan pertama tahun ini.

Pencapaian tersebut menjadi indikator awal yang positif bagi KPI dalam menapaki tahun 2025. Keberhasilan ini, menurut Hermansyah, tak lepas dari keandalan operasi kilang yang senantiasa dijaga. Melalui perawatan berkala, program digitalisasi, dan penerapan sistem manajemen integritas aset (AIMS), KPI mampu menjaga nilai Plant Availability Factor (PAF) di atas 99 persen. Pada triwulan pertama ini, KPI mencatatkan nilai PAF sebesar 99,83 persen, mengungguli target yang telah ditetapkan.

Selain itu, indeks intensitas energi atau Energy Intensity Index (EII) KPI pada periode Januari hingga Maret 2025 tercatat di angka 106,18. Hermansyah berharap sinergi antara internal perusahaan dan para pemangku kepentingan eksternal bisa terus diperkuat guna menjaga momentum positif ini ke depannya.

Rupiah Menguat di Tengah Harapan Penurunan Suku Bunga The Fed dan Ketidakpastian Tarif AS-China

Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan di pasar pada Jumat pagi, didorong oleh optimisme global terhadap potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat pada Juni 2025. Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, mengungkapkan bahwa rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp16.875 hingga Rp16.800, seiring meningkatnya ekspektasi akan kebijakan moneter yang lebih longgar dari The Fed.

Keputusan The Fed tersebut didasari oleh keinginan untuk menekan inflasi dan menjaga tingkat pengangguran di Amerika Serikat. Namun, kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump turut memperburuk situasi dengan memicu kelangkaan bahan baku di sektor manufaktur dan meningkatkan potensi pemutusan hubungan kerja.

Sementara itu, nilai tukar rupiah dipandang masih undervalue dibandingkan dengan fundamental ekonominya. Hal ini membuka peluang lebih lanjut bagi penguatan mata uang Indonesia, terlebih ketika mata uang regional lainnya juga menunjukkan tren positif terhadap dolar AS. Penurunan indeks dolar yang kini berada di bawah angka 100 mencerminkan perubahan sentimen investor yang mulai berani mengambil risiko terhadap aset di negara berkembang.

Meski demikian, ketidakpastian terkait kebijakan tarif AS terhadap China tetap menjadi faktor penghambat. Pernyataan Trump mengenai kemungkinan pemangkasan tarif hingga 145 persen belum memiliki kejelasan, apalagi China belum menunjukkan minat untuk membuka dialog. Bahkan, pernyataan dari pejabat tinggi AS seperti Menteri Keuangan Scott Bessent menambah ketegangan dengan menekankan bahwa negosiasi perdagangan bisa menjadi rumit.

Pada pembukaan perdagangan Jumat, rupiah tercatat menguat sebesar 58 poin atau 0,34 persen, menjadi Rp16.815 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp16.873.

Rupiah Menguat, BI Pertahankan Suku Bunga di Tengah Optimisme Pasar Global

Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan April 2025 dinilai sebagai langkah strategis dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Menurut analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, keteguhan BI dalam menjaga kestabilan kurs memberikan dukungan terhadap penguatan rupiah di tengah gejolak ekonomi global yang meningkat.

Dalam hasil RDG tersebut, suku bunga acuan BI-Rate tetap ditahan di angka 5,75 persen. BI juga tidak mengubah suku bunga deposit facility yang tetap di level 5 persen, serta lending facility di angka 6,5 persen. Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan prediksi inflasi untuk 2025 dan 2026 agar tetap berada dalam target 2,5±1 persen, serta menjaga stabilitas rupiah yang dinilai masih sesuai dengan nilai fundamentalnya. Di sisi lain, keputusan ini juga dianggap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Di pasar global, optimisme meningkat seiring potensi terbukanya dialog dagang antara Amerika Serikat dan China. Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengungkapkan bahwa tarif tinggi yang dikenakan kemungkinan tidak akan berlangsung lama, dan Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan langkah untuk menurunkan ketegangan perdagangan. Walaupun tarif final tidak akan mencapai 145 persen, bea masuk tersebut tidak akan kembali ke angka nol.

Dengan membaiknya sentimen pasar, rupiah diperkirakan menguat terhadap dolar AS dan akan bergerak di kisaran Rp16.750 hingga Rp16.900 per dolar. Pada awal perdagangan Kamis pagi di Jakarta, rupiah menguat 6 poin atau sekitar 0,04 persen ke posisi Rp16.866 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.872.

Strategi Tangkas OJK dan Pemerintah Hadapi Dampak Tarif Trump

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyampaikan keyakinannya bahwa risiko pembiayaan yang dihadapi perusahaan Indonesia akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dapat ditekan hingga nol. Hal ini diutarakan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara virtual di Jakarta. Menurut Mahendra, pemerintah secara aktif melakukan berbagai langkah antisipatif demi memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga, salah satunya dengan mengirim tim negosiator yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, untuk berdialog langsung dengan pemerintah AS.

Dalam negosiasi tersebut, kedua negara menyepakati waktu 60 hari untuk merampungkan pembahasan mengenai tarif impor secara timbal balik. Ruang lingkup yang dibahas pun cukup luas, mulai dari kerja sama perdagangan dan investasi, kolaborasi di bidang mineral kritis, hingga peningkatan ketahanan rantai pasok global. Mahendra menyebutkan bahwa diskusi lanjutan akan dilakukan dalam beberapa putaran demi mengukuhkan kesepakatan yang saling menguntungkan.

Pemerintah juga disebut tengah memperkuat daya tahan industri nasional, terutama di sektor padat karya seperti tekstil, elektronik, dan makanan minuman, yang dinilai paling rentan terdampak kebijakan tersebut. Selain menjaga iklim usaha, pemerintah berupaya memangkas ekonomi biaya tinggi dan mengamankan pasar domestik dari serbuan barang ilegal. Dengan pendekatan yang terkoordinasi dan menyeluruh ini, Mahendra optimistis dunia usaha nasional tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga meningkatkan daya saing mereka, baik di pasar domestik maupun internasional.

Transformasi Nyata ADB: Investasi Miliaran Dolar Demi Masa Depan Asia-Pasifik

Asian Development Bank (ADB) mencatatkan langkah besar pada tahun 2024 dengan menggelontorkan komitmen pendanaan senilai 24,3 miliar dolar AS dari sumber internalnya. Selain itu, ADB juga berhasil menggandeng mitra strategis untuk menyalurkan pembiayaan bersama sebesar 14,9 miliar dolar AS. Langkah ini menjadi bukti nyata peran ADB dalam mengatasi tantangan pembangunan yang semakin kompleks di kawasan Asia dan Pasifik.

Presiden ADB, Masato Kanda, dalam pernyataannya di Jakarta, menyebut bahwa dana tersebut terdiri atas pinjaman, hibah, investasi ekuitas, jaminan, dan bantuan teknis. Pendanaan ini menyasar baik sektor pemerintahan maupun swasta dengan tujuan memperkuat layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, serta membangun sistem energi dan transportasi yang efisien dan terjangkau.

Melalui sinergi dengan berbagai mitra, ADB mendorong terciptanya lingkungan usaha yang sehat, memperkuat pasar modal, dan meningkatkan perdagangan lintas negara. Selama 2024, ADB juga berperan dalam menciptakan satu juta lapangan kerja dan menambah komitmen sebesar 4,8 miliar dolar AS untuk program swasta, meningkat 28,5 persen dari tahun sebelumnya.

ADB juga melakukan reformasi besar dalam pengelolaan modal yang memungkinkan perluasan operasi hingga 50 persen dalam sepuluh tahun ke depan. Melalui pengisian kembali Dana Pembangunan Asia sebesar 5 miliar dolar AS, ADB menunjukkan komitmennya pada negara-negara anggota berkembang yang paling rentan. Dukungan finansial dan keilmuan ADB sepanjang tahun juga diarahkan untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh serta mengatasi dampak perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.

Sebagai lembaga pembangunan multilateral yang berdiri sejak 1966 dengan 69 anggota, ADB terus berupaya menciptakan pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan, serta membentuk masa depan yang lebih cerah untuk Asia dan Pasifik.

Rupiah Tertekan, Ekonomi “Kurang Darah” di Tengah Kebijakan BI yang Tertahan

Nilai tukar rupiah kembali melemah pada Rabu di tengah kondisi likuiditas ekonomi domestik yang sangat terbatas. Rully Nova, analis dari Bank Woori Saudara, menyebut bahwa perekonomian saat ini tengah mengalami krisis likuiditas, diibaratkan seperti tubuh yang kekurangan darah. Menurutnya, kondisi ini bisa menimbulkan stagnasi ekonomi jika tidak segera diatasi.

Ia menyarankan perlunya langkah kebijakan yang inovatif guna mendorong kelancaran arus dana dan menggairahkan kembali aktivitas ekonomi. Dalam analogi yang ia sampaikan, kredit bank adalah darah dan bank adalah jantung. Sayangnya, jantung perekonomian saat ini dinilainya sedang tidak berfungsi optimal, menandakan lemahnya dorongan dari sektor perbankan.

Sementara itu, Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung pada 22 dan 23 April 2025, memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 5,75 persen. Suku bunga untuk fasilitas simpanan tetap di 5 persen, sedangkan fasilitas pinjaman tetap berada di angka 6,5 persen. Meski keputusan ini dinilai tepat, Rully menilai kebijakan tersebut belum memberikan pengaruh positif terhadap penguatan nilai rupiah.

Dari sisi lain, pasar saham Indonesia mulai menunjukkan pemulihan dengan kenaikan 1,2 persen di sesi pertama perdagangan, dan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun juga menurun ke level 6,951 persen, menandakan berakhirnya aksi jual investor asing. Namun, dari sisi global, indeks dolar AS meningkat ke angka 100, naik 1 persen dari hari sebelumnya, turut menekan posisi rupiah yang ditutup melemah 12 poin ke Rp16.872 per dolar AS. Kurs JISDOR juga mencatat pelemahan ke level Rp16.880 per dolar.

Permata Bank Bukukan Awal Tahun yang Solid dengan Pertumbuhan Kredit dan Pendanaan Syariah

PT Bank Permata Tbk mencatat kinerja positif pada kuartal pertama 2025 dengan pertumbuhan kredit mencapai 6 persen secara tahunan menjadi Rp156,6 triliun. Pencapaian ini terutama ditopang oleh peningkatan kredit pada sektor korporasi yang naik 7 persen menjadi Rp92,2 triliun. Segmen komersial dan konsumen pun turut menyumbang kontribusi positif dengan masing-masing tumbuh 5,3 persen dan 4,3 persen secara tahunan.

Direktur Utama Permata Bank, Meliza M. Rusli, menyampaikan bahwa capaian awal tahun ini mencerminkan bahwa strategi jangka panjang bank berada di jalur yang tepat. Selain fokus pada pertumbuhan, pihaknya juga mengedepankan penciptaan nilai yang berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan. Di sisi lain, simpanan nasabah pun mengalami kenaikan sebesar 4,8 persen menjadi Rp187,4 triliun, dengan pertumbuhan CASA mencapai 6,5 persen dan rasio CASA naik ke angka 58,6 persen.

Pendapatan operasional sebelum provisi meningkat 9,2 persen dan rasio efisiensi biaya bank membaik menjadi 48,6 persen. Total aset Permata Bank pun tumbuh 4,5 persen menjadi Rp264,3 triliun. Strategi kehati-hatian terus diterapkan dengan menjaga struktur neraca yang sehat dan likuiditas yang optimal. Rasio LDR tercatat naik ke 83,2 persen, sementara kualitas aset membaik dengan NPL turun ke 2,0 persen dan LAR menjadi 7,6 persen.

Unit usaha syariah Permata Bank juga menunjukkan kinerja yang menggembirakan. PPOP tercatat tumbuh 11,2 persen menjadi Rp195,3 miliar, didorong oleh pendapatan yang meningkat dan efisiensi biaya. Simpanan nasabah UUS pun naik 14,5 persen menjadi Rp31,2 triliun, memperkuat komitmen pengembangan ekosistem syariah yang inklusif di industri perbankan nasional.

Rupiah Diam di Tempat, Pasar Tunggu Keputusan BI di Tengah Ketidakpastian Global

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tercatat tidak bergerak banyak menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dijadwalkan sore ini, Rabu, 23 April 2025. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah dibuka stabil di angka Rp16.850 per dolar AS, menunjukkan stagnansi alias tidak mengalami perubahan dibandingkan hari sebelumnya. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat naik tipis sebesar 0,17% ke level 99,08, meningkat dari posisi penutupan sebelumnya di angka 98,92.

Pasar keuangan saat ini tengah menanti keputusan penting dari BI, khususnya mengenai arah suku bunga acuan atau BI rate di tengah tekanan global yang masih belum reda. Ketegangan geopolitik dan perang dagang yang melibatkan Amerika Serikat menjadi faktor utama yang menimbulkan ketidakpastian di pasar global. Pada bulan Maret 2025 lalu, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga di level 5,75%, sesuai ekspektasi mayoritas analis.

Dalam survei yang dilakukan CNBC Indonesia terhadap 19 institusi, mayoritas memprediksi BI akan kembali mempertahankan suku bunga pada tingkat yang sama bulan ini. Namun, terdapat tiga institusi yang memperkirakan adanya potensi penurunan suku bunga ke 5,50%. Ketidakpastian ini membuat pelaku pasar cenderung menahan diri, sambil memantau perkembangan kebijakan moneter.

Di sisi lain, laporan terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% untuk tahun 2025 dan 2026 semakin menambah kekhawatiran akan perlambatan ekonomi. Proyeksi ini lebih rendah dari ramalan awal tahun yang menyebut angka 5,1%, dan menambah tekanan terhadap rupiah serta stabilitas ekonomi nasional.

Rupiah Tertekan di Tengah Perang Dagang AS-China dan Guncangan di The Fed

Pelemahan nilai tukar rupiah kembali terjadi, dan kali ini dipicu oleh eskalasi ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China. Direktur Laba Forexindo Berjangka sekaligus pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, menilai bahwa tekanan pada rupiah berasal dari langkah keras China dalam menanggapi kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Negeri Tirai Bambu disebut telah memberikan peringatan tegas kepada negara-negara yang menjalin kesepakatan perdagangan dengan AS, yang dianggap merugikan kepentingan China.

Kementerian Perdagangan China mengungkapkan bahwa AS terus menggunakan tarif dan sanksi finansial sebagai alat untuk menekan negara-negara mitra dagang agar membatasi hubungan mereka dengan China. Tindakan ini dibalas oleh China dengan mengenakan tarif balasan sebesar 125 persen, setelah sebelumnya AS menaikkan tarif hingga 145 persen terhadap produk-produk asal China. Situasi ini menciptakan kekhawatiran di pasar global, termasuk Indonesia, karena memicu gejolak ekonomi dan ketidakpastian dalam rantai perdagangan internasional.

Selain faktor eksternal dari konflik dagang, pasar juga gelisah akibat rencana Presiden Donald Trump untuk melakukan restrukturisasi Federal Reserve dan memecat Gubernur Jerome Powell. Trump menilai bahwa bank sentral perlu segera memangkas suku bunga agar ekonomi AS tidak melambat. Namun, Powell tetap bersikukuh bahwa belum ada alasan kuat untuk memotong suku bunga, mengingat tekanan inflasi dan ketidakpastian kebijakan tarif yang terus berkembang.

Situasi ini berdampak langsung pada nilai tukar rupiah. Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah melemah sebesar 53 poin atau 0,32 persen menjadi Rp16.860 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.807. Sementara itu, kurs referensi JISDOR Bank Indonesia juga mencatat pelemahan rupiah ke angka Rp16.862 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.808.