Pemerintah Indonesia masih membuka peluang untuk melanjutkan negosiasi dengan Rusia terkait pengadaan jet tempur Sukhoi Su-35. Meski telah direncanakan sejak 2021, proses akuisisi pesawat tempur ini belum terealisasi.
Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Jose Tavares, menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah membatalkan rencana tersebut. “Kami tidak pernah membatalkannya. Peluang untuk melanjutkan pembicaraan di masa mendatang masih terbuka,” ujarnya dalam wawancara dengan kantor berita Rusia, RIA Novosti, Selasa (11/2/2025).
Kesepakatan pembelian Sukhoi Su-35, yang dikenal sebagai pesaing F-15 Eagle dan F-16 Fighting Falcon, diperkirakan bernilai sekitar 1,1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp18 triliun berdasarkan kurs saat ini. Namun, hingga kini belum ada perkembangan signifikan, diduga karena potensi sanksi dari Amerika Serikat terhadap negara yang mengimpor alutsista dari Rusia.
Pembahasan Pembangunan PLTN di Indonesia
Selain membahas potensi pengadaan alutsista, Indonesia juga ingin memulai dialog dengan Rosatom, badan tenaga atom Rusia, terkait rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
“Kami ingin memulainya, tetapi saya belum memiliki rincian lebih lanjut,” ujar Tavares. Ia menambahkan bahwa Indonesia telah lama mempertimbangkan penggunaan tenaga nuklir, tetapi terdapat pro dan kontra yang perlu dipertimbangkan.
Menurutnya, sebelum membangun PLTN, Indonesia harus memastikan bahwa tenaga kerja yang tersedia memiliki kualifikasi tinggi untuk mengoperasikan reaktor nuklir secara aman dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Rosatom mengungkapkan bahwa mereka telah berdiskusi dengan pemerintah Indonesia mengenai prospek pembangunan PLTN di Sulawesi Tenggara. Jika proyek ini terwujud, Indonesia akan bergabung dengan negara-negara yang mengadopsi energi nuklir sebagai bagian dari strategi ketahanan energi nasional.