Bulog Terima Investasi Rp16,6 Triliun untuk Perkuat Ketahanan Pangan Nasional

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyalurkan investasi sebesar Rp16,6 triliun kepada Perum Bulog untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Pendanaan ini sejalan dengan penunjukan Bulog sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP), sebagaimana tercantum dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-38/MK.5/2025. Penandatanganan perjanjian investasi antara Kementerian Keuangan dan Bulog telah dilakukan di Jakarta pada Selasa (11/3).

Direktur Jenderal Perbendaharaan Astera Primanto Bhakti menegaskan bahwa investasi ini harus dikelola secara transparan dan akuntabel agar memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Dana ini akan digunakan Bulog untuk mendukung program pemerintah, termasuk memperkuat Cadangan Beras Pemerintah (CBP) serta menjaga stabilitas harga di pasaran. Skema investasi ini juga memberikan alternatif pendanaan di luar subsidi, yang memungkinkan Bulog menyerap lebih banyak produksi petani dalam negeri demi memastikan kesejahteraan mereka.

Di sisi lain, Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban menegaskan bahwa Kementerian Keuangan bertanggung jawab memastikan dana yang dialokasikan benar-benar dimanfaatkan secara efektif. Investasi ini bersifat nonpermanen dengan mekanisme revolving fund, yang memungkinkan pemanfaatan dana secara berkelanjutan dengan biaya rendah, namun tetap memberikan dampak besar bagi program strategis pemerintah. Ia juga menyoroti pentingnya efisiensi dalam pengelolaan dana agar APBN dapat digunakan secara lebih produktif dan tepat sasaran.

Direktur Utama Perum Bulog Novi Helmy Prasetya menyampaikan bahwa investasi ini akan digunakan untuk menyerap produksi beras dari 26 wilayah dan 8 sentra produksi utama. Bulog berkomitmen menjalankan pengelolaan dana berdasarkan prinsip good governance dan manajemen risiko yang ketat. Dengan sinergi yang kuat antara Kementerian Keuangan dan Bulog, kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga beras, memperkuat ketahanan pangan, serta memberikan dampak luas bagi kesejahteraan masyarakat.

Tarik Ulur Harga Batu Bara DMO: Pengusaha Desak Kenaikan, Pemerintah Cari Jalan Tengah

Pengusaha batu bara terus mendesak pemerintah agar menaikkan harga Domestic Market Obligation (DMO), menyusul pernyataan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengindikasikan tidak akan ada perubahan harga. Saat ini, perusahaan tambang diwajibkan memasok setidaknya 25% dari total produksi mereka untuk kebutuhan dalam negeri. Harga batu bara DMO sendiri dipatok sebesar US$70 per metrik ton untuk sektor ketenagalistrikan PT PLN (Persero) dan US$90 per metrik ton untuk bahan baku industri.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menyatakan bahwa idealnya harga batu bara DMO mengikuti harga pasar. Ia menegaskan bahwa dari sudut pandang pengusaha tambang, sistem harga yang lebih fleksibel akan lebih menguntungkan industri. Saat ini, berdasarkan data Bar Chart, harga batu bara kontrak Februari 2025 di ICE Newcastle turun 0,53% menjadi US$111,90 per metrik ton, sementara kontrak Maret 2025 melemah 0,09% ke level US$115,40 per metrik ton.

Menanggapi desakan pengusaha, Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) ESDM, Tri Winarno, mengakui bahwa permintaan kenaikan harga DMO merupakan hal yang wajar dalam hukum pasar. Namun, ia menegaskan bahwa kenaikan harga DMO akan berdampak langsung pada subsidi listrik PLN. Oleh karena itu, pemerintah tengah mengkaji alternatif mekanisme agar tetap ada keseimbangan tanpa membebani anggaran negara dan daya beli masyarakat. Salah satu opsi yang tengah dimatangkan adalah skema pungut salur dana kompensasi DMO melalui Mitra Instansi Pengelola (MIP).

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo, menilai bahwa MIP merupakan solusi yang lebih adil dan tidak akan mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, kenaikan harga DMO justru akan memberatkan pemerintah di tengah upaya efisiensi anggaran negara. Ia juga menyarankan agar smelter dikeluarkan dari kebijakan DMO karena harga batu bara untuk sektor ini seharusnya mengikuti harga pasar.

Dalam skema pungut salur dana kompensasi batu bara yang tengah disusun, Kementerian ESDM telah menunjuk tiga bank BUMN, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) sebagai pengelola dana kompensasi DMO. Semua pemegang izin usaha pertambangan (IUP), IUP khusus (IUPK), dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) diwajibkan menyetorkan dana kompensasi yang kemudian akan disalurkan kembali kepada perusahaan yang memenuhi kewajiban DMO.

Ke depan, sistem eDKB akan diintegrasikan dengan sistem ePNBP untuk memastikan transparansi dan efektivitas dalam pelaksanaan skema pungut salur dana kompensasi batu bara. Dengan mekanisme ini, pemerintah berharap dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pengusaha tambang, stabilitas harga listrik, dan keberlanjutan subsidi negara.