Pupuk Kaltim Siapkan Stok Pupuk Bersubsidi untuk Dukung Pertanian Nasional

PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) telah menyiapkan stok pupuk bersubsidi sebanyak 257.212 ton per 16 Maret 2025. Stok ini terdiri dari 215.430 ton Urea, 21.834 ton pupuk NPK Phonska, dan 19.948 ton NPK Kakao yang akan didistribusikan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Khusus untuk NPK Formula Khusus, Pupuk Kaltim bertanggung jawab atas seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun ini, Pupuk Kaltim mendapatkan penugasan untuk menyalurkan 1.139.021 ton Urea, 370.742 ton NPK Phonska, dan 147.798 ton NPK Kakao dari total alokasi pupuk subsidi nasional sebesar 9,55 juta ton.

Hingga pertengahan Maret 2025, Pupuk Kaltim telah menyalurkan sebanyak 222.040 ton pupuk bersubsidi, termasuk 155.068 ton pupuk Urea, 56.250 ton pupuk NPK Phonska, dan 10.722 ton pupuk NPK Formula Khusus. Dengan realisasi ini, perusahaan optimistis dapat mencapai target produksi tahun 2025 yang mencapai 6.425.000 ton. Dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 3.430.000 ton untuk Urea dan 300.000 ton untuk NPK, Pupuk Kaltim yakin mampu memenuhi kebutuhan pupuk petani, baik yang bersubsidi maupun nonsubsidi.

Sebagai produsen pupuk Urea terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, Pupuk Kaltim berkomitmen mendukung ketahanan pangan nasional dengan menyediakan pupuk berkualitas bagi petani di wilayah tanggung jawabnya. Selain itu, perusahaan juga memperkuat industri petrokimia nasional melalui proyek hilirisasi, termasuk pembangunan pabrik soda ash pertama di Indonesia di kawasan industri PT Kaltim Industrial Estate, Bontang, Kalimantan Timur. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 300.000 metrik ton per tahun dan bertujuan mengurangi ketergantungan impor soda ash yang digunakan dalam industri kaca, tekstil, dan komoditas lainnya.

Selain itu, pabrik ini akan menghasilkan produk sampingan berupa amonium klorida hingga 300.000 metrik ton per tahun yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk. Proyek ini juga mendukung ekonomi sirkular dengan menyerap 170.000 ton karbon dioksida (CO2) per tahun. Ditargetkan beroperasi pada akhir 2027, pabrik ini akan menyerap lebih dari 800 tenaga kerja, termasuk tenaga kerja lokal. Dengan inovasi dan teknologi yang diterapkan, Pupuk Kaltim berharap dapat berkontribusi signifikan terhadap peningkatan produktivitas pertanian dan pertumbuhan industri petrokimia dalam negeri.

Pemerintah Prioritaskan Migas dalam Gelombang Pertama Pendanaan Danantara

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa proyek-proyek di sektor minyak dan gas bumi (migas) akan menjadi prioritas utama dalam gelombang pertama pendanaan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa sesuai arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, percepatan proyek migas lebih diprioritaskan sebelum melanjutkan pendanaan untuk proyek energi baru dan terbarukan (EBET).

Alasan utama pemerintah mendahulukan sektor migas adalah minimnya pasokan gas yang diperlukan untuk mendukung percepatan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Selain itu, dalam masa transisi energi, ketersediaan gas yang mencukupi sangat diperlukan untuk menjamin stabilitas suplai energi nasional. Di sisi lain, pemerintah masih mengidentifikasi proyek EBET yang layak mendapatkan pendanaan dari Danantara, dengan mempertimbangkan status investasi proyek-proyek yang telah berjalan.

Salah satu proyek utama yang masuk dalam gelombang pertama pendanaan adalah pembangunan kilang minyak yang kapasitasnya ditingkatkan dari 500 ribu barel per hari menjadi 1 juta barel per hari. Proyek ini merupakan bagian dari rencana hilirisasi tahap pertama yang mendapat alokasi investasi sebesar 40 miliar dolar AS, dengan target hilirisasi keseluruhan senilai 618 miliar dolar AS pada 2025. Selain kilang, proyek besar lainnya mencakup pembangunan fasilitas penyimpanan minyak di Pulau Nipah, Kepulauan Riau, untuk memperkuat ketahanan energi nasional, serta hilirisasi Dimethyl Ether (DME) berbasis batu bara sebagai substitusi impor LPG.

Selain sektor energi, program hilirisasi juga akan menyentuh sektor lain seperti tembaga, nikel, bauksit alumina, serta sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Pemerintah berharap langkah ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan ketahanan energi nasional.