Dampak Tarif Impor Trump: Pasar Saham dan Kripto Tertekan, Emas Melonjak

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan dengan mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang langsung mengguncang pasar keuangan. Langkah ini menyebabkan tekanan pada pasar saham serta aset kripto. Setelah pengumuman detail tarif, Bitcoin yang sempat menyentuh level USD 87.000 mengalami penurunan ke USD 83.000. Sementara itu, indeks saham utama AS juga merosot, dengan Nasdaq 100 turun 2,3 persen dan S&P 500 melemah 1,7 persen dalam perdagangan setelah jam kerja.

Saham teknologi menjadi yang paling terdampak dalam tekanan ini. Beberapa raksasa teknologi seperti Tesla dan Palantir anjlok sekitar 8 persen, Apple turun 7 persen, sedangkan Amazon dan Nvidia masing-masing kehilangan 6 persen nilainya. Saham perusahaan besar lainnya seperti Nike dan Walmart juga ikut terseret, mencatatkan penurunan sekitar 7 persen.

Di sisi lain, situasi ketidakpastian ini mendorong investor beralih ke aset yang lebih aman, menyebabkan harga emas melonjak hingga mendekati rekor USD 3.200 per ounce. Kebijakan tarif baru yang diterapkan mencakup tarif impor 25 persen untuk kendaraan bermotor mulai 3 April, serta tarif umum 10 persen yang berlaku pada 5 April. Beberapa negara dikenakan tarif khusus, dengan China menghadapi 34 persen, Vietnam 46 persen, Taiwan 32 persen, Korea Selatan 25 persen, Uni Eropa 20 persen, Swiss 31 persen, serta Indonesia 32 persen.

Trump menegaskan bahwa kebijakan ini dibuat untuk melindungi ekonomi AS dari praktik perdagangan yang dianggap tidak adil selama puluhan tahun. Namun, analis melihat langkah ini bisa memicu inflasi dan menghambat pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Jika dampak ekonomi semakin besar dan menyebabkan peningkatan pengangguran atau resesi, kemungkinan besar The Fed akan mempertimbangkan langkah-langkah stimulus, termasuk pemangkasan suku bunga.

Meski pasar tengah mengalami tekanan, beberapa investor melihat situasi ini sebagai peluang untuk membeli aset di harga rendah atau buy on weakness. Tren akumulasi Bitcoin oleh institusi juga masih terlihat cukup kuat, salah satunya GameStop yang dikabarkan memiliki dana segar sebesar USD 1,5 miliar yang kemungkinan akan digunakan untuk membeli Bitcoin. Bagi investor pemula, strategi investasi bertahap seperti dollar cost averaging (DCA) bisa menjadi pilihan aman di tengah volatilitas pasar. Strategi ini memungkinkan investor untuk mengakumulasi aset secara bertahap dan mendapatkan harga rata-rata yang lebih baik, sehingga ketika pasar pulih, portofolio yang telah dibangun berpotensi memberikan hasil optimal.

Rupiah Tertekan, Dampak Tarif Baru AS Makin Memberatkan

Nilai tukar rupiah mengalami tekanan hebat akibat kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Menurut analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, kebijakan tarif sebesar 32 persen terhadap Indonesia membuat rupiah berada dalam kondisi yang cukup berat. Ia menilai bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena dampak signifikan akibat tarif resiprokal yang cukup besar.

Pada Rabu, Presiden AS Donald Trump resmi mengumumkan penerapan tarif tambahan sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi defisit perdagangan global. Salah satu kebijakan yang diberlakukan adalah tarif tambahan sebesar 25 persen untuk semua mobil yang diproduksi di luar AS, yang mulai efektif hari ini. Kebijakan tersebut dinilai lebih agresif dari perkiraan sebelumnya, sehingga memicu ketidakpastian di pasar keuangan global.

Lukman memperkirakan bahwa rupiah akan kembali mengalami pelemahan dan cenderung berfluktuasi tajam. Selain itu, Bank Indonesia kemungkinan besar akan melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar. Saat ini, indeks dolar AS terpantau mengalami volatilitas tinggi, seiring dengan sentimen negatif yang semakin menguat di pasar global akibat kebijakan tersebut. Kondisi pasar yang tidak menentu membuat investor cenderung menghindari risiko, yang turut memperburuk tekanan pada rupiah.

Berdasarkan perkembangan tersebut, rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.600 hingga Rp16.900 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Saat pembukaan perdagangan Kamis pagi di Jakarta, nilai tukar rupiah melemah sebesar 59 poin atau turun 0,36 persen menjadi Rp16.772 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp16.713 per dolar AS.

Ketegangan Baru di Perdagangan Global: Trump Siapkan Kebijakan, China, Jepang, dan Korea Selatan Bersiap

Presiden Donald Trump dikabarkan akan segera mengumumkan kebijakan perang dagang terbaru pada Rabu (2/4). Rencana tersebut memicu reaksi dari tiga negara besar di Asia, yaitu China, Jepang, dan Korea Selatan, yang segera menggelar pertemuan untuk membahas strategi menghadapi kebijakan ekonomi AS yang baru. Menurut sebuah unggahan di Weibo oleh akun Yuyuan Tantian, yang terafiliasi dengan China Central Television (CCTV), para menteri perdagangan dari ketiga negara itu bertemu untuk mempercepat diskusi mengenai perjanjian perdagangan bebas guna menjaga stabilitas perdagangan regional dan global.

Kerja sama ini dinilai penting karena Jepang dan Korea Selatan bergantung pada impor bahan baku semikonduktor dari China, sementara China juga memiliki kepentingan dalam membeli produk chip dari kedua negara tersebut. Namun, Juru Bicara Kementerian Perdagangan Korea Selatan membantah bahwa pertemuan ini bertujuan untuk menyepakati perjanjian perdagangan bebas. Ia menegaskan bahwa ketiga negara hanya bertukar pandangan mengenai situasi perdagangan global dan berbagi pemahaman tentang pentingnya menjaga kerja sama ekonomi.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Jepang juga menyangkal adanya pembahasan terkait kesepakatan perdagangan khusus dengan China dan Korea Selatan. Spekulasi tentang pertemuan ini mencuat karena Jepang dan Korea Selatan selama ini dikenal sebagai mitra dagang utama AS. Di sisi lain, kebijakan proteksionisme yang diusung Trump semakin agresif sejak ia dilantik sebagai Presiden AS pada Januari 2025. Selain menargetkan China, Trump juga berencana menerapkan tarif impor tinggi bagi Kanada, Meksiko, dan bahkan Rusia, yang disebut akan menghadapi tarif impor sekunder hingga 50 persen bagi negara-negara yang membeli minyak dari mereka.

Rupiah Melemah di Tengah Penguatan Dolar AS, Namun Ada Harapan dari Kebijakan Ekonomi Baru

Pada perdagangan Selasa (18/2/2025), rupiah mengalami pelemahan tipis seiring dengan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah dibuka pada posisi Rp16.230 per dolar AS, yang berarti melemah sebesar 0,12%. Jika tren pelemahan ini berlanjut hingga sesi penutupan, maka penguatan rupiah selama empat hari berturut-turut akan terhenti.

Pelemahan rupiah sejalan dengan penguatan indeks dolar AS (DXY), yang pagi ini tercatat naik 0,14% menjadi 106,88. Kenaikan indeks dolar menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap mata uang AS, yang menambah tekanan terhadap rupiah.

Di sisi lain, pelaku pasar kini menantikan hasil dari Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), yang dimulai hari ini. Keputusan terkait kebijakan moneter yang akan diambil BI menjadi faktor penting dalam menentukan arah pergerakan rupiah ke depan. Para investor memperhatikan langkah-langkah BI, terutama terkait upaya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah tantangan global.

Namun, ada dua faktor positif yang bisa mendukung stabilitas rupiah dalam jangka menengah. Pertama, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Mulai 1 Maret 2025, DHE yang berasal dari sektor sumber daya alam (SDA) wajib disimpan dalam sistem keuangan Indonesia sebesar 100% selama 12 bulan. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa dan menjaga kestabilan ekonomi nasional.

Kedua, delapan kebijakan ekonomi yang baru-baru ini diumumkan oleh Presiden Prabowo juga diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025. Dengan adanya kebijakan moneter dan fiskal yang seimbang, diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap rupiah, memberikan optimisme terhadap pasar keuangan Indonesia.