Jejak Jusuf Hamka dalam Menyelamatkan Astra dan Bank Summa

PT Astra Internasional Tbk telah lama menjadi pemain dominan di pasar otomotif Indonesia, menguasai lebih dari 50% pasar dengan merek-merek ternama seperti Toyota, Daihatsu, dan Isuzu. Selain itu, Astra juga melebarkan sayapnya ke berbagai sektor lain seperti asuransi, tambang, dan perbankan. Salah satu bank yang pernah berada di bawah kendali Astra adalah Bank Summa, yang pada 1990-an sempat menjadi bank swasta terkemuka di Indonesia. Namun, pada tahun 1992, Bank Summa terjebak dalam krisis akibat memburuknya kualitas pinjaman dan utang luar negeri yang mencapai Rp1,5 triliun.

Kondisi ini memaksa pihak Bank Indonesia untuk berunding dengan para pemegang saham untuk mencari solusi. Salah satu pihak yang turut membantu adalah Mohammad Jusuf Hamka, seorang pengusaha asal Kalimantan yang dikenal sebagai pemilik Dayak Besar Group. Dalam situasi sulit itu, Jusuf Hamka memberikan pinjaman sebesar Rp200 miliar untuk membantu Bank Summa. Keputusan ini diambil agar bank tersebut tidak jatuh dan menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian negara. Namun, meskipun bantuan yang mengalir, Bank Summa tetap tidak bisa diselamatkan dan akhirnya izin operasionalnya dicabut.

Untuk menyelamatkan aset-aset yang ada, William Soerjadjaja, pemilik Astra, mengambil keputusan sulit dengan menjual 76% saham Astra pada akhir 1992. Keputusan tersebut mempengaruhi pamor keluarga Soerjadjaja, sementara Jusuf Hamka justru semakin mengukuhkan namanya sebagai pengusaha sukses, dengan beralih ke sektor jalan tol dan mengakuisisi PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP).

Menteri Keuangan Iran Dicopot Usai Inflasi Meroket dan Mata Uang Anjlok

Menteri Ekonomi dan Keuangan Iran, Abdolnaser Hemmati, secara resmi diberhentikan oleh parlemen negara tersebut. Pemecatan ini dilakukan melalui proses pemakzulan yang dipicu oleh tingginya inflasi serta melemahnya mata uang Iran.

Dilansir oleh AFP pada Minggu (2/3/2025), televisi nasional Iran melaporkan bahwa Hemmati kehilangan kepercayaan dari parlemen, dengan 182 dari 273 anggota yang hadir dalam sidang pemakzulan memberikan suara untuk menyingkirkannya dari jabatan.

Sebagai catatan, nilai tukar rial Iran saat ini berada di atas 920.000 per dolar AS di pasar gelap, jauh lebih lemah dibandingkan dengan pertengahan 2024 yang masih berada di bawah 600.000 per dolar.

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, sebelumnya telah berusaha membela Hemmati di hadapan anggota parlemen. Ia menekankan bahwa krisis ekonomi yang terjadi tidak dapat sepenuhnya disalahkan pada satu individu saja.

“Permasalahan ekonomi yang dihadapi masyarakat saat ini bukan hanya tanggung jawab satu orang, dan tidak adil jika semua kesalahan ditimpakan kepada satu pihak saja,” ujar Pezeshkian.

Pezeshkian, yang mulai menjabat pada Juli tahun lalu, memiliki visi untuk memulihkan ekonomi serta mengupayakan pencabutan sejumlah sanksi Barat. Namun, nilai rial terus terdepresiasi, terutama setelah sekutu Iran di Suriah, Bashar al-Assad, lengser pada Desember lalu.

Sehari sebelum pemerintahan Assad runtuh, nilai tukar di pasar gelap Iran masih berada di sekitar 717.000 rial per dolar AS.

Dalam pembelaannya, Hemmati menegaskan bahwa depresiasi nilai tukar mata uang tidak mencerminkan kondisi riil, melainkan dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi.

“Masalah utama ekonomi kita adalah inflasi kronis yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dan terus membebani stabilitas ekonomi negara,” jelas Hemmati.

Sanksi ekonomi yang diberlakukan Amerika Serikat selama beberapa dekade turut memperburuk kondisi Iran. Sejak AS menarik diri dari perjanjian nuklir pada 2018, inflasi di Iran melonjak ke angka dua digit, menyebabkan lonjakan harga kebutuhan pokok bagi masyarakat.

Bank Dunia mencatat bahwa sejak 2019, tingkat inflasi tahunan Iran selalu berada di atas 30%. Pada 2023, angka inflasi bahkan mencapai 44%.

Berdasarkan konstitusi Iran, setelah pemecatan seorang menteri, pemerintah akan segera menunjuk pejabat sementara sebelum memilih pengganti definitif.

Sebelumnya, pada April 2023, parlemen Iran juga pernah mencopot Menteri Perindustrian saat itu, Reza Fatemi Amin, akibat lonjakan harga barang yang dipicu oleh sanksi internasional.

Warga Sri Lanka Pilih Pemimpin Baru Untuk Atasi Krisis Ekonomi & Politik

Kolombo – Hari ini, warga Sri Lanka menuju tempat pemungutan suara untuk memilih pemimpin baru di tengah krisis ekonomi dan politik yang melanda negara. Pemilihan ini diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dan solusi untuk masalah yang dihadapi oleh rakyat.

Latar Belakang Krisis

Sri Lanka telah mengalami krisis ekonomi yang parah sejak tahun lalu, ditandai dengan inflasi tinggi, kekurangan bahan pangan, dan pemadaman listrik yang berkepanjangan. Krisis ini memperburuk ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang ada, mendorong banyak orang untuk menuntut reformasi dan transparansi.

Proses Pemilihan

Pemilu ini melibatkan beberapa kandidat dari berbagai partai politik, dengan fokus utama pada pemulihan ekonomi dan pengelolaan sumber daya negara. Para kandidat berlomba-lomba untuk memberikan janji-janji yang menarik bagi pemilih, seperti pengurangan pajak, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Antusiasme Masyarakat

Masyarakat menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap pemilihan ini. Banyak warga yang mengantre sejak pagi untuk memberikan suara mereka, berharap suara mereka dapat membawa perubahan. “Ini adalah kesempatan kami untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli dengan rakyat,” kata salah seorang pemilih.

Dampak Pemilihan

Hasil pemilihan ini diharapkan dapat memberikan mandat baru bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam mengatasi krisis. Selain itu, pemilihan ini juga menjadi momen penting bagi Sri Lanka untuk memperbaiki citra politiknya di mata dunia, serta menarik kembali investasi asing yang hilang.

Kesimpulan

Dengan harapan baru, warga Sri Lanka menantikan pemimpin yang dapat memberikan solusi nyata untuk krisis yang berkepanjangan. Proses pemilihan ini bukan hanya sekadar memilih pemimpin, tetapi juga merupakan langkah menuju stabilitas dan kemakmuran bagi negara yang telah lama menderita.