Perbankan Syariah Perlu Waspada di Tengah Ketidakpastian Global

Dalam menghadapi dampak kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perbankan syariah untuk tetap memperkuat mitigasi risiko. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, di Jakarta, menegaskan pentingnya meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan ekonomi global dan domestik yang dinamis. Ia juga menekankan bahwa perbankan syariah harus secara konsisten menerapkan manajemen risiko sesuai ketentuan yang berlaku serta melakukan penilaian lebih mendalam terhadap debitur yang memiliki keterkaitan dengan sektor yang terdampak kebijakan tersebut.

Selain itu, Dian mendorong agar bank syariah melakukan mitigasi risiko sejak dini untuk menghadapi potensi gangguan yang bisa timbul. Ia menambahkan bahwa kondisi saat ini juga menghadirkan berbagai peluang, terutama di sektor perdagangan internasional, yang harus bisa dimanfaatkan dengan baik oleh perbankan syariah.

Di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan tarif, potensi perlambatan perdagangan internasional, dan fluktuasi nilai tukar, sektor perbankan syariah dinilai masih menunjukkan ketahanan yang cukup baik. Dengan tingkat eksposur risiko pasar yang lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional, perbankan syariah mampu menjadi penopang stabilitas keuangan nasional. Meski demikian, Dian tetap mengingatkan agar perbankan syariah tidak lengah dan terus memperkuat mitigasi risikonya.

Menurut data OJK, hingga Februari 2025, total aset perbankan syariah tercatat mencapai Rp949,56 triliun, dengan market share sebesar 7,46 persen. Dari sisi pembiayaan, terjadi pertumbuhan sebesar 9,17 persen secara tahunan menjadi Rp642,64 triliun, sementara dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 7,91 persen menjadi Rp729,56 triliun. Kualitas pembiayaan tetap terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) gross di angka 2,21 persen, sedangkan tingkat permodalan tetap solid dengan capital adequacy ratio (CAR) sebesar 25,1 persen. Likuiditas juga terjaga baik, tercermin dari rasio AL/NCD sebesar 133,46 persen dan AL/DPK sebesar 27,78 persen, jauh di atas batas minimum yang ditetapkan.

Bank DKI Siap Rebranding dan IPO Tahun Ini, Begini Bocoran Rencananya

PT Bank DKI dipersiapkan untuk melakukan rebranding dan menawarkan saham perdananya (IPO) pada tahun ini. Hal ini diungkapkan oleh Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Cyril Raoul Hakim, yang menyebutkan bahwa Bank DKI perlu melakukan transformasi menyeluruh sebelum melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menginginkan Bank DKI menjadi perusahaan yang lebih terbuka dan dapat dikontrol oleh masyarakat melalui kepemilikan saham. Perusahaan terbuka dinilai cenderung memiliki kinerja yang lebih baik.

Namun, sebelum itu, Chico menjelaskan bahwa banyak hal yang perlu diubah, terutama terkait dengan sistem dan sumber daya manusia di Bank DKI. Transformasi tersebut harus memastikan bahwa SDM yang ditempatkan memiliki kompetensi yang sesuai dengan tujuan bank dan Pemprov DKI. Selain itu, Bank DKI harus mampu memperbaiki layanan kepada masyarakat dan mengembalikan kepercayaan publik, yang sempat terganggu akibat insiden gangguan IT baru-baru ini.

Chico juga menjelaskan bahwa Direktur IT Bank DKI, Amirul Wicaksono, hanya diberhentikan sementara, dan keputusan mengenai posisi direksi akan dibahas lebih lanjut dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam upaya mendukung IPO, Bank DKI akan melakukan rebranding, meski Chico lebih suka menyebutnya sebagai transformasi. Ia menegaskan bahwa perubahan yang dilakukan bukan hanya tampilan luar, tetapi juga sistem internal untuk memberikan pelayanan terbaik kepada warga DKI.

Chico berharap target IPO Bank DKI dapat tercapai dalam enam bulan ke depan sesuai dengan arahan Gubernur. Meskipun OJK belum menerima pengajuan IPO dari Bank DKI, OJK menyatakan akan terus mendorong BPD untuk melantai di BEI, dengan memenuhi prasyarat yang diperlukan seperti tata kelola yang baik dan permodalan yang kuat.

Industri Reasuransi Diharapkan Pulih Meski Hadapi Tekanan Berat di 2025

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa pendapatan premi reasuransi nasional tercatat sebesar Rp5,46 triliun hingga Februari 2025. Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar 20,36 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Selain itu, sepanjang tahun lalu, industri reasuransi Indonesia juga mengalami defisit sebesar Rp12,10 triliun. Meski demikian, Ogi optimistis bahwa pada akhir 2025, premi reasuransi akan kembali mencatatkan kinerja positif.

Menurut Ogi, saat ini industri reasuransi tengah menghadapi tantangan berat akibat dinamika pasar yang kian kompleks, khususnya karena fenomena hardening market dan keterbatasan kapasitas reasuransi domestik. Hardening market, yang ditandai dengan kenaikan harga premi dan pengetatan syarat, masih terasa kuat terutama di sektor properti dan engineering. Sementara itu, kapasitas reasuransi nasional yang terbatas menyebabkan ketergantungan tinggi terhadap reasuransi luar negeri.

Saat ini, sekitar 40 persen dari total premi reasuransi Indonesia masih dialihkan ke luar negeri. Kondisi ini rentan terhadap dampak kebijakan global, seperti kenaikan tarif impor Amerika Serikat. Untuk memperkuat industri dalam negeri, OJK mendorong perusahaan reasuransi lokal untuk meningkatkan modal agar mampu menanggung risiko besar secara mandiri. Selain itu, penguatan tenaga ahli di bidang penilaian dan manajemen risiko juga menjadi fokus utama. Opsi lain yang diusulkan adalah pembentukan perusahaan reasuransi besar nasional untuk memperkokoh fondasi industri.

BEI Targetkan 58 Juta Investor Baru, Perempuan Jadi Sasaran Potensial

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyampaikan bahwa sebanyak 29 Kantor Perwakilan BEI yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia ditargetkan masing-masing mampu menarik dua juta investor baru. Untuk mendukung pencapaian target tersebut, BEI terus menggencarkan upaya sosialisasi dan literasi keuangan, khususnya mengenai pentingnya berinvestasi secara legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini disampaikan Jeffrey saat menghadiri acara Hershare 2025 di Makassar, Sabtu lalu.

Ia menegaskan bahwa edukasi pasar modal menjadi penting agar masyarakat tidak mudah tergoda dengan tawaran investasi ilegal yang menjanjikan keuntungan tidak realistis. Jeffrey juga menjelaskan bahwa saat ini, investasi di pasar modal semakin mudah diakses oleh siapa pun, berkat kemajuan digitalisasi. Dengan modal kecil, seperti Rp20 ribu hingga Rp50 ribu, seseorang sudah dapat membuka rekening saham tanpa perlu menjadi miliarder terlebih dahulu.

Selain itu, ia menambahkan bahwa pilihan portofolio investasi kini bisa disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan masing-masing individu, mulai dari usia hingga sumber penghasilan. Menurutnya, kelompok perempuan seperti ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan pekerja kantoran memiliki potensi besar menjadi investor baru. Berdasarkan data BEI per 22 April 2025, jumlah investor pasar modal di Indonesia telah mencapai 16 juta lebih, namun baru sekitar 40 persen di antaranya adalah perempuan, padahal secara demografis jumlah perempuan di Indonesia lebih besar daripada laki-laki.

Strategi Tangkas OJK dan Pemerintah Hadapi Dampak Tarif Trump

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyampaikan keyakinannya bahwa risiko pembiayaan yang dihadapi perusahaan Indonesia akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dapat ditekan hingga nol. Hal ini diutarakan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara virtual di Jakarta. Menurut Mahendra, pemerintah secara aktif melakukan berbagai langkah antisipatif demi memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga, salah satunya dengan mengirim tim negosiator yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, untuk berdialog langsung dengan pemerintah AS.

Dalam negosiasi tersebut, kedua negara menyepakati waktu 60 hari untuk merampungkan pembahasan mengenai tarif impor secara timbal balik. Ruang lingkup yang dibahas pun cukup luas, mulai dari kerja sama perdagangan dan investasi, kolaborasi di bidang mineral kritis, hingga peningkatan ketahanan rantai pasok global. Mahendra menyebutkan bahwa diskusi lanjutan akan dilakukan dalam beberapa putaran demi mengukuhkan kesepakatan yang saling menguntungkan.

Pemerintah juga disebut tengah memperkuat daya tahan industri nasional, terutama di sektor padat karya seperti tekstil, elektronik, dan makanan minuman, yang dinilai paling rentan terdampak kebijakan tersebut. Selain menjaga iklim usaha, pemerintah berupaya memangkas ekonomi biaya tinggi dan mengamankan pasar domestik dari serbuan barang ilegal. Dengan pendekatan yang terkoordinasi dan menyeluruh ini, Mahendra optimistis dunia usaha nasional tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga meningkatkan daya saing mereka, baik di pasar domestik maupun internasional.

Pembiayaan Pergadaian Tembus Rp94 Triliun, OJK Soroti Kinerja dan Kepatuhan Industri

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pembiayaan oleh lembaga pergadaian di Indonesia telah mencapai angka signifikan sebesar Rp94,20 triliun per Februari 2025. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga PVML OJK, Agusman, menjelaskan bahwa distribusi pembiayaan tersebut terbagi antara Pulau Jawa sebesar 46,05 persen dan wilayah di luar Jawa sebesar 53,95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa layanan pergadaian semakin merata dan menjangkau wilayah-wilayah yang sebelumnya minim akses keuangan, termasuk kawasan 3T.

Sebanyak 197 perusahaan pergadaian swasta kini telah beroperasi di 19 provinsi di luar Pulau Jawa, memperluas jangkauan layanan pembiayaan yang cepat dan mudah bagi masyarakat. Agusman juga memprediksi bahwa penyaluran pembiayaan ini mengalami peningkatan selama bulan Ramadan 1446 H yang jatuh pada Maret lalu, seiring dengan lonjakan kebutuhan masyarakat saat bulan suci. Namun, laporan pertumbuhan resmi untuk Maret 2025 masih menunggu penyampaian dari industri karena adanya penyesuaian tenggat waktu pelaporan terkait libur nasional, dengan batas akhir pelaporan jatuh pada 17 April 2025.

Saat ini, OJK tengah mempersiapkan Rancangan Surat Edaran terkait pelaporan keuangan perusahaan pergadaian dan pergadaian syariah, sebagai implementasi dari POJK Nomor 39 Tahun 2024. Ketentuan ini akan mengatur secara rinci tentang bentuk, struktur, dan prosedur penyampaian laporan berkala. Sebagai bagian dari pengawasan dan penegakan kepatuhan, selama Maret 2025, OJK telah menjatuhkan sanksi administratif kepada 11 perusahaan pergadaian swasta yang melanggar regulasi.

Dorongan OJK Tingkatkan Peran Fintech Lending Bagi UMKM Lewat Batas Bunga Baru

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan penyaluran pendanaan melalui layanan pinjaman daring (pindar) kepada sektor produktif, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pada Februari 2025. Nilai outstanding pendanaan untuk sektor tersebut mencapai Rp29,25 triliun, setara dengan 36,53 persen dari total pendanaan pindar yang mencapai Rp80,07 triliun di bulan yang sama. Angka ini menunjukkan kenaikan dari bulan sebelumnya, yakni Januari 2025, yang mencatatkan pendanaan sektor produktif sebesar Rp27,98 triliun atau 35,64 persen dari total Rp78,50 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas PVML OJK, Agusman, menyampaikan bahwa peningkatan ini merupakan salah satu dampak positif dari kebijakan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga harian yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut dirancang untuk mendorong penyaluran dana yang lebih efisien dan terarah, khususnya kepada sektor UMKM. Berdasarkan aturan baru, pelaku usaha mikro dan ultra mikro dikenakan bunga maksimum sebesar 0,275 persen per hari untuk tenor di bawah enam bulan, dan 0,1 persen untuk tenor lebih dari enam bulan.

Sementara itu, pinjaman produktif bagi usaha kecil dan menengah dikenakan bunga harian maksimum sebesar 0,1 persen, baik untuk tenor pendek maupun panjang. Kebijakan ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan bunga pinjaman konsumtif yang berkisar antara 0,2 hingga 0,3 persen per hari. OJK menekankan bahwa langkah ini sejalan dengan peta jalan penguatan sektor LPBBTI periode 2023–2028 untuk mendorong pertumbuhan pendanaan produktif.

OJK Ubah Aturan ARB dan Buyback, Wujudkan Pasar Modal yang Lebih Seimbang dan Stabil

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, mengumumkan penyesuaian batasan auto rejection bawah (ARB) menjadi 15 persen. Langkah ini diambil sebagai bentuk keseimbangan antara perlindungan terhadap investor dan efisiensi pasar. Inarno menyampaikan bahwa kebijakan ini telah melalui kajian yang matang dan diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 di Jakarta. Ia menekankan bahwa situasi pasar saat ini jauh lebih stabil dibandingkan saat pandemi COVID-19, sehingga dibutuhkan ruang yang lebih longgar untuk menjaga likuiditas dan kestabilan harga.

Penyesuaian juga diberlakukan terhadap aturan penghentian sementara perdagangan (trading halt) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun lebih dari 8 persen, maka trading halt berlaku selama 30 menit. Jika penurunan berlanjut hingga 15 persen, diberlakukan tambahan 30 menit, dan apabila anjlok lebih dari 20 persen, maka perdagangan dapat disuspensi hingga akhir sesi dengan persetujuan OJK.

Selain itu, OJK dan BEI sepakat menunda implementasi short selling serta mengizinkan buyback saham tanpa perlu RUPS. Mengacu pada POJK No. 13 Tahun 2023, perusahaan terbuka dapat melakukan buyback selama kondisi pasar bergejolak. Hingga 9 April 2025, sebanyak 21 emiten berencana melakukan buyback senilai total Rp14,97 triliun, dengan realisasi sementara Rp429,72 miliar. OJK menegaskan akan terus memantau perkembangan pasar demi menjaga stabilitas keuangan nasional.

OJK Berikan Izin Kepada Pegadaian Untuk Laksanakan Usaha Bulion

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa mereka telah menyetujui PT Pegadaian untuk melaksanakan kegiatan usaha bulion. Keputusan ini diambil melalui surat resmi bernomor S-325/PL.02/2024 dan menjadi langkah penting dalam pengembangan layanan keuangan di Indonesia.

Dengan adanya persetujuan ini, Pegadaian kini dapat menawarkan layanan terkait emas, termasuk deposito emas, pinjaman modal kerja berbasis emas, serta jasa titipan untuk korporasi. Langkah ini diharapkan dapat memperluas layanan Pegadaian dan memberikan alternatif investasi yang lebih aman bagi masyarakat. Hal ini juga menunjukkan komitmen OJK dalam mendorong inovasi di sektor keuangan.

Persetujuan OJK terhadap Pegadaian untuk menjalankan usaha bulion juga dianggap sebagai langkah penting dalam melengkapi ekosistem hilirisasi emas di Indonesia. Dengan hadirnya bank emas pertama di negara ini, diharapkan akan ada peningkatan dalam transaksi emas dan kemudahan akses bagi masyarakat untuk berinvestasi dalam bentuk logam mulia. Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengembangkan industri pertambangan dan pengolahan emas secara berkelanjutan.

Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan, menyatakan bahwa pihaknya telah berupaya selama dua tahun untuk mendapatkan izin ini. Dengan izin yang diterima, Pegadaian berharap dapat memberikan dukungan lebih kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pinjaman berbasis emas. Ini akan membantu meningkatkan likuiditas dan daya saing UKM di pasar.

Dengan adanya layanan bulion dari Pegadaian, masyarakat kini memiliki lebih banyak pilihan untuk berinvestasi dalam aset yang relatif stabil. Emas dikenal sebagai instrumen investasi yang aman dan tahan inflasi, sehingga banyak orang beralih ke logam mulia ini sebagai cara untuk melindungi kekayaan mereka. Layanan baru ini juga akan memberikan kemudahan bagi investor pemula yang ingin mulai berinvestasi dalam emas.

Dengan disetujuinya kegiatan usaha bulion oleh OJK, tahun 2025 menjadi tahun yang menjanjikan bagi PT Pegadaian dan industri keuangan Indonesia secara keseluruhan. Inovasi ini diharapkan tidak hanya meningkatkan layanan Pegadaian tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional melalui pengembangan investasi emas. Semua pihak kini menantikan implementasi dari layanan baru ini dan bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi pasar emas di Indonesia.