Rupiah Melemah Terbatas, Daya Beli Menurun dan Ketegangan Global Jadi Pemicu

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan mengalami pelemahan terbatas, didorong oleh penurunan kepercayaan konsumen dan anjloknya angka penjualan kendaraan. Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyatakan bahwa kondisi ini mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat serta kekhawatiran akan ketidakpastian ekonomi yang menyebabkan masyarakat lebih hati-hati dalam belanja dan investasi. Hal ini tampak dari meningkatnya minat masyarakat terhadap aset aman seperti emas.

Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Maret 2025 mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di angka 121,1, mengalami penurunan dari bulan sebelumnya. Penurunan ini juga terjadi pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), yang masing-masing tercatat 110,6 dan 131,7. Walau seluruh komponen IKE seperti penghasilan, pembelian barang tahan lama, dan lapangan kerja masih menunjukkan optimisme, nilainya lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.

Sementara itu, harapan konsumen terhadap ekonomi enam bulan mendatang tetap kuat, meskipun mengalami penurunan tipis. BI mencatat ekspektasi penghasilan, aktivitas usaha, dan lapangan kerja tetap berada di atas level optimis, meski sedikit melunak. Di sisi lain, ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China turut menjadi sentimen negatif. Boikot China terhadap pesawat Boeing yang menyumbang sekitar 20 persen penjualan global, dinilai sebagai sinyal keras yang berpotensi memicu eskalasi konflik dagang.

Melihat situasi tersebut, Lukman memproyeksikan rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.750 hingga Rp16.850 per dolar AS. Pada pembukaan perdagangan Rabu pagi di Jakarta, rupiah sempat menguat tipis sebesar 8 poin menjadi Rp16.819 per dolar AS.

Sentimen Global Memanas, Rupiah Tertekan hingga Nyaris Tembus Rp17.000 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan tajam di awal pekan ini seiring meningkatnya tekanan eksternal yang berasal dari ketegangan geopolitik dan kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Menurut pengamat pasar uang yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, depresiasi nilai rupiah terutama dipicu oleh sentimen negatif terkait kebijakan tarif resiprokal dari AS yang diumumkan oleh mantan Presiden Donald Trump. Kebijakan tersebut mendapat respons keras dari negara-negara mitra dagang, sehingga menimbulkan kekhawatiran baru mengenai perlambatan ekonomi global. Ketidakpastian ini mendorong para pelaku pasar untuk mengalihkan investasi dari aset berisiko ke aset yang lebih aman. Selain faktor kebijakan perdagangan, penguatan dolar AS turut didorong oleh data ketenagakerjaan Amerika, khususnya sektor non-pertanian (nonfarm payrolls), yang hasilnya jauh melampaui ekspektasi pasar. Di sisi lain, kondisi geopolitik juga memperkeruh sentimen investor. Konflik yang semakin intens di Timur Tengah, terutama serangan lanjutan Israel di Jalur Gaza dan keterlibatan AS di Yaman, serta eskalasi ketegangan antara Rusia dan Ukraina, turut memperbesar kekhawatiran akan kestabilan global. Akibat kombinasi faktor tersebut, rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin terpantau melemah signifikan sebesar 251 poin atau sekitar 1,51 persen menjadi Rp16.904 per dolar AS, dari posisi sebelumnya di Rp16.653. Meski operasi moneter hari ini masih libur, pasar tetap menanti perkembangan negosiasi lanjutan yang berpotensi memulihkan optimisme terhadap aset berisiko.

Rupiah Terancam Rp 17.000 per Dolar AS, Pelaporan SPT Diperpanjang

Pemerintah secara resmi memperpanjang batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi hingga 11 April 2025. Keputusan ini diatur dalam Kepdirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025, yang menghapus sanksi administratif bagi wajib pajak yang terlambat menyampaikan SPT Tahun Pajak 2024. Perpanjangan tenggat waktu dilakukan karena batas pelaporan sebelumnya, yaitu 31 Maret 2025, bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idulfitri serta Hari Suci Nyepi. Pemerintah ingin memastikan wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya tanpa hambatan serta memberikan kepastian hukum dengan menghapus sanksi keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29.

Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan masih berpotensi melemah hingga menyentuh angka Rp 17.000 per dolar AS. Pengamat pasar uang dari Investindo, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa sejumlah faktor negatif masih membayangi pergerakan rupiah. Salah satu penyebab utama adalah perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, yang berpotensi menurunkan aktivitas perdagangan global. Selain itu, ketidakstabilan geopolitik akibat konflik di Timur Tengah serta perang Rusia-Ukraina juga memperburuk ketidakpastian di pasar keuangan dunia. Dari dalam negeri, optimisme pasar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia justru memberi tekanan tambahan bagi rupiah. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat menguat 27 poin atau 0,16 persen menjadi Rp 16.584 per dolar AS pada Rabu (26/3) pukul 11.52 WIB. Namun, sehari sebelumnya, rupiah ditutup melemah 44 poin atau 0,27 persen ke Rp 16.611 per dolar AS.