ASEAN Bersatu Hadapi Gejolak Ekonomi Global akibat Kebijakan Tarif Trump

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, bersama para Menkeu negara-negara ASEAN, merumuskan respons atas kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump. Pertemuan penting ini berlangsung di bawah keketuaan Malaysia, dalam forum resmi Menteri Keuangan ASEAN. Sri Mulyani menyampaikan bahwa kebijakan sepihak dari AS tersebut melemahkan sistem perdagangan global yang selama ini berbasis pada aturan yang telah disepakati secara internasional, seperti yang dijalankan oleh World Trade Organization (WTO) dan institusi Bretton Woods. Ironisnya, sistem tersebut justru merupakan ciptaan AS sendiri pasca Perang Dunia II guna menciptakan pertumbuhan ekonomi global yang merata.

Sri Mulyani menambahkan, kebijakan tarif resiprokal dari Trump membuat negara-negara harus melakukan negosiasi secara bilateral dengan AS, bukan lagi melalui mekanisme multilateral. China pun merespons kebijakan tersebut dengan memberlakukan tarif tandingan, yang kemudian dibalas AS dengan kenaikan tarif tambahan hingga 125 persen. Aksi balasan ini memicu ketidakpastian global serta tekanan inflasi yang meluas, menimbulkan guncangan terhadap perekonomian dunia.

Dalam forum tersebut, seluruh Menteri Keuangan ASEAN memaparkan dampak kebijakan tersebut terhadap kondisi ekonomi masing-masing, sekaligus mendiskusikan strategi untuk mengurangi risiko dan upaya bernegosiasi dengan pihak AS. Sri Mulyani menekankan bahwa ASEAN, dengan kekuatan ekonomi sebesar 3 triliun dolar AS dan populasi lebih dari 650 juta jiwa, memiliki kapasitas untuk memperkuat kerja sama demi menjaga stabilitas kawasan.

Indonesia, kata Sri Mulyani, terus memperkuat ekonomi nasional melalui langkah deregulasi serta menghapus hambatan perdagangan dan investasi. Selain itu, diplomasi dan negosiasi internasional pun terus dilakukan demi melindungi kepentingan nasional dan mendukung ketertiban global. Presiden Prabowo Subianto juga telah memberikan mandat kepada Kabinet Merah Putih untuk merancang berbagai strategi menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang semakin kompleks.

Strategi Cerdas RI Hadapi Gempuran Tarif Trump: Diversifikasi, Hilirisasi, dan Diplomasi

Indonesia perlu terus memperkuat strategi diversifikasi pasar ekspor untuk mengantisipasi kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai langkah ini harus dibarengi dengan pemanfaatan peluang dari pergeseran rantai pasok global serta optimalisasi sektor unggulan yang mendapatkan tarif preferensial lebih rendah seperti produk tekstil dan alas kaki. Menurutnya, tarif yang lebih ringan untuk Indonesia dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, dan Kamboja, membuka ruang ekspansi pasar yang lebih luas. Untuk menunjang itu, ia menekankan pentingnya deregulasi terhadap Non-Tariff Measures (NTM), peningkatan efisiensi logistik, serta percepatan proses perizinan yang selama ini menjadi hambatan. Meskipun terjadi tekanan pada IHSG dan nilai tukar rupiah, fundamental ekonomi Indonesia dinilai tetap kokoh dengan cadangan devisa dan perbankan yang kuat. Namun, tantangan tetap ada dari sisi ketergantungan terhadap ekspor komoditas yang harganya fluktuatif akibat lemahnya permintaan global. Josua merekomendasikan peningkatan daya saing industri padat karya lewat insentif fiskal dan kemudahan bahan baku, serta percepatan ratifikasi perjanjian dagang strategis seperti RCEP, CPTPP, EU-CEPA, dan BRICS+. Ia juga mendorong optimalisasi devisa hasil ekspor SDA dan hilirisasi sektor industri. Menurutnya, pendekatan Indonesia yang menghindari retaliasi langsung dan lebih memilih negosiasi bilateral serta jalur multilateral seperti TIFA menunjukkan kedewasaan dan strategi adaptif dalam menghadapi tantangan proteksionisme global.

Rupiah Menguat, Dunia Khawatirkan Retaliasi Akibat Kebijakan Tarif Trump

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami penguatan di tengah kekhawatiran global atas kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump. Analis dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa potensi retaliasi dari sejumlah negara besar atas kebijakan tarif tersebut dapat memperlemah dolar AS dan berdampak positif bagi rupiah. Menurutnya, langkah Trump yang memicu kekhawatiran resesi di AS justru menjadi sentimen penguat bagi mata uang negara berkembang seperti Indonesia.

Salah satu negara yang menyatakan akan melakukan perlawanan adalah Kanada. Perdana Menteri Mark Carney menyebut pihaknya siap menanggapi tarif AS dan fokus membangun kekuatan ekonomi domestik. Meskipun Kanada berhasil menghindari tarif 10 persen atas barang-barang dalam perjanjian USMCA, barang lainnya tetap dikenakan tarif tinggi hingga 25 persen. Uni Eropa pun tidak tinggal diam. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan sedang mempersiapkan langkah balasan untuk melindungi kepentingan dan bisnis di kawasan tersebut. Sementara itu, China juga menyatakan sikap tegas terhadap tarif baru yang dikenakan AS, dengan komitmen akan mengambil tindakan balasan.

Trump mengumumkan penerapan tarif timbal balik sejak awal April 2025, dengan kebijakan penuh berlaku pada 9 April, terutama bagi negara-negara dengan defisit dagang tinggi dengan AS. Di sisi lain, data ekonomi AS yang melemah, seperti laporan ISM sektor jasa, turut menekan dolar AS. Meskipun sentimen negatif di pasar saham bisa membatasi penguatan lebih lanjut, rupiah tetap menunjukkan perbaikan dengan nilai Rp16.653 per dolar AS pada pembukaan perdagangan Jumat pagi, menguat 93 poin dari hari sebelumnya.

Jepang Cemas: Tarif Impor Trump Picu Ketegangan Dagang Global

Jepang tengah diliputi kekhawatiran setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu perang dagang dengan memberlakukan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara. Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, menilai kebijakan ini dimanfaatkan Trump sebagai alat negosiasi ekonomi.

“Kami khawatir atas situasi ini,” ujar Masaki kepada awak media dalam acara Perayaan Ulang Tahun Kaisar Jepang di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif terhadap China berdampak negatif bagi perekonomian global. Masaki menyatakan bahwa kebijakan semacam ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia dan memperburuk hubungan perdagangan antarnegara.

Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif impor sebesar 10 persen untuk produk asal China. Sebagai balasan, China menetapkan tarif 15 persen untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS, yang akan berlaku mulai 10 Februari 2025, menurut Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China. Langkah saling balas ini memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik dagang yang dapat memengaruhi sektor bisnis global.

Masaki menekankan pentingnya kerja sama multilateral antara Jepang, Indonesia, dan negara lainnya untuk meyakinkan AS agar mematuhi aturan perdagangan internasional. Menurutnya, pendekatan kolektif dapat mendorong AS untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya. “Kita harus menghindari eskalasi perang dagang, baik antara China dan AS maupun negara lainnya,” tegasnya.

Langkah Trump ini bertujuan melindungi dan memperkuat perekonomian AS. Namun, dampaknya telah memicu kekhawatiran global karena berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan internasional. Negara-negara di seluruh dunia kini menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan ekonomi sambil meredam dampak negatif dari kebijakan proteksionisme AS. Situasi ini memerlukan diplomasi yang cermat agar konflik dagang tidak semakin meluas dan merugikan berbagai sektor ekonomi di tingkat global.