Kenaikan Royalti Emas dan Nikel: Strategi Pemerintah Maksimalkan PNBP

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berencana menaikkan tarif royalti serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk komoditas emas dan nikel. Langkah ini dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP di Kementerian ESDM. Selain itu, aturan lain yang akan direvisi adalah PP Nomor 15 Tahun 2022 yang mengatur perlakuan perpajakan dan PNBP di sektor pertambangan batu bara.

Bahlil menegaskan bahwa kenaikan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan harga pasar. Ia menilai, harga emas dan nikel saat ini sedang tinggi, sehingga negara berhak mendapatkan tambahan pendapatan dari sektor tersebut. “Sudah ada kenaikan, karena harga nikel dan emas sedang bagus. Tidak adil jika negara tidak mendapat bagian tambahan dari peningkatan harga ini,” ujar Bahlil saat ditemui di Istana Negara pada Kamis (20/3).

Kenaikan royalti untuk emas dan nikel diperkirakan berkisar antara 2-3 persen. Namun, Bahlil menekankan bahwa kebijakan ini akan bersifat fleksibel, menyesuaikan dengan fluktuasi harga komoditas. “Jika harga naik, kita naikkan ke batas tertinggi. Namun, jika harga turun, kita tidak akan membebani pengusaha dengan pajak yang terlalu besar, karena kita juga ingin mereka tetap berkembang,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto meminta agar seluruh aspek penerimaan negara, termasuk pajak, PNBP, dan royalti, dapat dimaksimalkan guna memperkuat perekonomian nasional.

Realisasi Pendapatan Negara di Sultra Capai Rp326,5 Miliar, Belanja Negara Tembus Rp2,31 Triliun

Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sulawesi Tenggara (Sultra) melaporkan bahwa realisasi Pendapatan Negara di wilayah tersebut hingga 14 Februari 2025 telah mencapai Rp326,5 miliar.

Kepala Kanwil DJPb Kemenkeu Sultra, Syarwan, mengungkapkan bahwa pendapatan ini bersumber dari penerimaan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp227,15 miliar dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp99,36 miliar.

“Pendapatan Negara mengalami kontraksi secara year on year (yoy), dengan penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar 26,03 persen, sedangkan PNBP justru tumbuh 25,77 persen,” ujarnya saat ditemui di Kendari, Senin (17/02/2025).

Di sisi lain, realisasi Belanja Negara di Sultra dalam periode yang sama tercatat sebesar Rp2,31 triliun dari total pagu anggaran Rp25,57 triliun. Belanja ini terdiri atas belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp404,89 miliar dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp1,9 triliun.

“Realisasi Belanja Negara ini mencapai 9,05 persen dari total pagu, dengan belanja K/L sebesar 6,58 persen, sedangkan TKD sudah terserap sebesar 9,84 persen dari total pagu,” lanjutnya.

Jika dibandingkan secara tahunan, belanja K/L tumbuh 54,78 persen, sedangkan belanja TKD meningkat 30,89 persen. Institusi kepolisian menjadi instansi dengan realisasi belanja tertinggi, yaitu Rp110,79 miliar atau setara dengan 27,36 persen dari total belanja di Sultra.

“Namun, secara keseluruhan belanja K/L mengalami kontraksi sebesar 45,57 persen akibat kebijakan efisiensi anggaran,” tambah Syarwan.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dari seluruh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Sultra, KPPN Raha mencatat persentase kinerja tertinggi dengan realisasi mencapai 8,56 persen, terutama didorong oleh akselerasi belanja pegawai. Sementara itu, secara nominal, KPPN Kendari mencatat realisasi tertinggi, yaitu Rp286,39 miliar, atau sekitar 70,73 persen dari total belanja K/L di wilayah tersebut.

Dengan dinamika penerimaan dan belanja negara ini, pemerintah diharapkan dapat terus mengoptimalkan efektivitas pengelolaan anggaran guna mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara.

Efisiensi Anggaran KLH 2025: Andalkan PNBP dan Sumber Pendanaan Alternatif

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berupaya mengoptimalkan sumber pendanaan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada 2025 dengan target sebesar Rp1,18 triliun. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap instruksi Presiden Prabowo Subianto yang meminta kementerian dan lembaga melakukan efisiensi anggaran. KLH sendiri harus memangkas anggarannya sebesar Rp396,49 miliar pada tahun depan, sehingga total anggaran kementerian ini turun dari Rp1,07 triliun menjadi Rp683,28 miliar.

Sekretaris Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Sekretaris Utama Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), Rosa Vivien Ratnawati, menyatakan bahwa sejalan dengan kebijakan efisiensi anggaran tersebut, KLH akan mencari alternatif pendanaan lain. Selain dari PNBP, sumber pendanaan juga bisa berasal dari bantuan donor serta kerja sama dengan negara-negara sahabat. Rosa menegaskan bahwa pengurangan anggaran ini tidak akan menghambat program-program yang sudah direncanakan, melainkan akan diadaptasi agar tetap berjalan secara efektif.

Sebagian besar efisiensi anggaran akan diterapkan pada sektor perjalanan dinas, penyelenggaraan rapat, serta seminar. KLH juga akan mengadopsi metode pertemuan daring untuk menggantikan pertemuan fisik guna mengurangi pengeluaran. Meski terjadi pemangkasan anggaran, fasilitas operasional kantor, termasuk listrik dan kebutuhan lainnya, tetap dipastikan aman dan tidak terdampak secara signifikan.

Dalam rapat dengan Komisi XII pada Rabu (5/2/2025), Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa KLH akan menjalankan realokasi dan efisiensi anggaran berdasarkan arahan Presiden melalui Inpres 1/2025 dan Surat Menteri Keuangan S-37/MK.02/2025. Rincian efisiensi ini mencakup pemangkasan anggaran perjalanan dinas sebesar Rp162,71 miliar serta pemangkasan belanja lainnya sebesar Rp233,79 miliar, termasuk dari alokasi KLH/BPLH dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Selain itu, anggaran operasional BRGM sebesar Rp28 miliar tidak akan diblokir karena masih diperlukan untuk pembiayaan proses likuidasi dan penyelesaian organisasi tersebut. Efisiensi yang diterapkan KLH tidak mencakup belanja pegawai dan bantuan sosial. Pemerintah juga akan melakukan identifikasi efisiensi dari berbagai aspek belanja operasional maupun non-operasional, termasuk pendapatan dari hibah luar negeri, PNBP-BLH, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Dengan strategi ini, KLH optimistis dapat terus menjalankan tugasnya dalam menjaga kelestarian lingkungan, meski di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang ketat.