Ketegangan Meningkat: China dan Prancis Kompak Tolak Tarif Impor Baru dari Trump

China dan Prancis menyatakan penolakan keras terhadap rencana tarif impor baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Sebagai respons, China justru mengambil langkah balasan yang tegas dengan menetapkan tarif sebesar 34 persen atas seluruh barang yang diimpor dari AS. Tarif tersebut akan mulai diberlakukan pada 10 April 2025, sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Keuangan China melalui laporan yang dikutip dari Reuters.

Langkah ini merupakan respons atas kebijakan tarif ganda dari AS terhadap China, yakni sebesar 20 persen dan tambahan 34 persen. Pemerintah China menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan melindungi keamanan nasional serta memenuhi kewajiban internasional, termasuk prinsip non-proliferasi. Sebagai bagian dari strategi pembalasan, China juga menerapkan pembatasan ekspor logam tanah jarang ke AS, mencakup elemen penting seperti samarium, gadolinium, terbium, dysprosium, lutetium, scandium, dan yttrium. Pembatasan ini telah berlaku sejak 4 April 2025.

Tak berhenti di situ, Beijing juga menambahkan 16 entitas asal AS ke dalam daftar kontrol ekspor, yang artinya perusahaan-perusahaan ini tidak lagi diperbolehkan menerima produk dengan potensi penggunaan ganda dari China. Selain itu, 11 perusahaan AS lainnya masuk ke dalam daftar “entitas tidak dapat diandalkan”, memungkinkan pemerintah China menjatuhkan sanksi lebih lanjut.

Sementara itu, Prancis melalui Presiden Emmanuel Macron dan Menteri Ekonomi Eric Lombard menyerukan agar perusahaan nasional menangguhkan investasi di AS sebagai bentuk perlawanan ekonomi. Lombard bahkan menyebut bahwa pembalasan dari Uni Eropa akan dilakukan, meski tidak harus dalam bentuk tarif, tetapi bisa menggunakan pendekatan strategis lain yang sama kuatnya.

Politisi Prancis Tuntut AS Pulangkan Patung Liberty

Seorang anggota Parlemen Eropa asal Prancis, Raphael Glucksmann, menyerukan agar Amerika Serikat (AS) mengembalikan Patung Liberty. Menurutnya, kebijakan AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump bertentangan dengan nilai-nilai yang diwakili oleh monumen tersebut.

Dalam pernyataannya yang dikutip oleh media Prancis, Le Monde, dan dilansir RT.com pada Senin (17/3/2025), Glucksmann menilai masyarakat AS saat ini tampaknya “tidak lagi menghargai” simbol kebebasan yang diberikan oleh Prancis tersebut.

Patung Liberty, hasil karya pematung Prancis Frederic Auguste Bartholdi dan dibangun oleh Gustave Eiffel, dihadiahkan kepada AS untuk memperingati satu abad kemerdekaan negara itu.

Sejak berdiri di Pelabuhan New York pada tahun 1886, Patung Liberty menjadi ikon kebebasan dan harapan bagi para imigran yang mencari kehidupan lebih baik.

Glucksmann, yang dikenal sebagai anggota Parlemen Eropa dari sayap kiri-tengah dan pendukung Ukraina, juga mengecam kebijakan Trump, termasuk upaya mediasi antara Rusia dan Ukraina.

“Kami ingin menyampaikan kepada rakyat Amerika yang kini berpihak pada tirani, serta mereka yang memecat peneliti demi membungkam kebebasan ilmiah: Kembalikan Patung Liberty kepada kami,” ujar Glucksmann dalam acara Partai Place Publique pada Minggu (16/3).

Pernyataan tersebut mendapat sambutan meriah dari para pendukung partainya.

Sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari lalu, Trump menerapkan serangkaian kebijakan ketat, termasuk reformasi badan pemerintah untuk menekan pengeluaran, memperketat imigrasi ilegal, serta menghentikan bantuan luar negeri yang dianggap bertentangan dengan prinsip “America First”.

Trump juga menargetkan dana hibah untuk penelitian iklim dan studi gender melalui perintah eksekutif.

“Jika Anda memecat para ilmuwan terbaik Anda dan menyingkirkan mereka yang, melalui kebebasan berpikir dan penelitian mereka, menjadikan negara Anda sebagai kekuatan global, kami dengan senang hati akan menyambut mereka,” tambah Glucksmann.

Putin Setuju Gencatan Senjata, tapi Inginkan Solusi Jangka Panjang

Presiden Rusia Vladimir Putin mengonfirmasi bahwa Moskow menyetujui usulan gencatan senjata di Ukraina yang diajukan oleh Amerika Serikat. Namun, ia menekankan bahwa penghentian permusuhan ini harus disertai dengan penyelesaian mendalam atas akar permasalahan konflik. Dalam konferensi pers bersama Presiden Belarusia Alexander Lukashenko di Moskow pada Kamis, Putin menyatakan bahwa negaranya mendukung pendekatan damai untuk mengakhiri perang, tetapi langkah tersebut harus membawa perdamaian yang langgeng.

Putin juga mengapresiasi perhatian yang diberikan Presiden AS Donald Trump terhadap upaya penyelesaian konflik. Meski demikian, ia menegaskan bahwa Rusia akan mengambil keputusan lebih lanjut berdasarkan perkembangan situasi di medan perang. Menurutnya, gencatan senjata adalah langkah positif, tetapi masih banyak hal yang harus dibahas dengan mitra Amerika. Ia bahkan menyebut kemungkinan menghubungi Trump untuk membicarakan lebih lanjut mengenai mekanisme penghentian perang ini.

Putin mengingatkan bahwa pemantauan gencatan senjata akan menjadi tantangan besar mengingat panjangnya garis depan antara Rusia dan Ukraina. Di sisi lain, ia menyebut bahwa kondisi di wilayah perbatasan Kursk—tempat Ukraina sebelumnya melancarkan serangan—saat ini sudah berada di bawah kendali penuh militer Rusia. Dengan demikian, menurutnya, Ukraina memiliki kepentingan besar untuk menerima gencatan senjata 30 hari yang telah disepakati dalam perundingan di Jeddah, Arab Saudi.

Ukraina sebelumnya menyatakan dukungannya terhadap gencatan senjata setelah pembicaraan yang dihadiri oleh delegasi AS yang dipimpin Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz. Meski pernyataan bersama yang dikeluarkan pascapertemuan tidak mencantumkan jaminan keamanan dari AS jika Rusia melanggar kesepakatan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memastikan bahwa hal tersebut tetap menjadi bagian dari diskusi lebih lanjut.