Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sedang menindaklanjuti dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Dugaan ini berkaitan dengan mutasi pejabat yang dilakukan oleh Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, di Jawa Barat.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami laporan terkait hal tersebut. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/11/2024).
Ketentuan UU Pilkada tentang Mutasi Pejabat
Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada menyebutkan bahwa kepala daerah dilarang melakukan pergantian pejabat dalam kurun waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Bima Arya menjelaskan bahwa aturan ini bertujuan menjaga netralitas selama masa pemilu. Pergantian pejabat hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu yang sifatnya mendesak, seperti penanganan bencana, dan harus mendapatkan persetujuan Mendagri.
“Kami sudah menetapkan kebijakan yang sangat selektif. Pergantian hanya diberikan untuk situasi darurat yang benar-benar membutuhkan, misalnya untuk menangani bencana. Di luar itu, sulit untuk diberikan rekomendasi,” ujar Bima Arya.
Sanksi untuk Pelanggaran
Wamendagri menegaskan bahwa Kemendagri siap memberikan sanksi jika ditemukan pelanggaran aturan tersebut. “Jika ada pelanggaran, silakan laporkan. Kami akan menindaklanjuti dan memberikan sanksi kepada pelakunya, bahkan bisa membatalkan keputusan tersebut,” jelasnya.
Masalah Mutasi di Sukabumi dan Daerah Lain
Anggota Komisi II DPR RI, Heri Gunawan, mengungkapkan adanya mutasi pejabat di Kabupaten Sukabumi yang diduga melanggar UU Pilkada. Ia meminta Kemendagri untuk memeriksa dan memastikan netralitas dalam pelaksanaan aturan tersebut.
“Mohon bantu cek dan periksa kembali. Hal ini penting untuk menjaga netralitas selama proses Pilkada berlangsung,” kata Heri.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, juga menyampaikan laporan serupa terkait Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Ia mengungkapkan bahwa penjabat baru yang dilantik di daerah tersebut melakukan pergantian besar-besaran tanpa persetujuan Kemendagri.
“Penjabat ini baru saja dilantik, belum dua minggu, tetapi langsung melakukan pergantian besar-besaran di bawahnya. Ini bukan solusi, malah menimbulkan masalah baru,” ujar Bahtra.
Tindak Lanjut Kemendagri
Menanggapi laporan tersebut, Bima Arya menyebut bahwa pergantian pejabat di Kabupaten Buton Selatan telah dibatalkan oleh Pj. Bupati Muhammad Ridwan Badallah. Langkah ini diambil untuk memastikan pelaksanaan aturan tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kemendagri terus memantau dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran UU Pilkada terkait mutasi pejabat di beberapa daerah. Dengan aturan yang ketat dan selektif, pemerintah berharap menjaga netralitas dan keadilan selama proses Pilkada berlangsung. Bagaimana pendapat Anda tentang langkah ini?