Harga Pangan Bawang Putih Naik Rp5.410 Jadi Rp47.520 Per Kg

Harga pangan di pasar tradisional pada Senin (09/12) menunjukkan kenaikan signifikan pada sejumlah komoditas, salah satunya adalah bawang putih. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Perdagangan, harga bawang putih mengalami lonjakan sebesar Rp5.410, dari harga sebelumnya yang berada di kisaran Rp42.110 menjadi Rp47.520 per kilogram.

Kenaikan harga bawang putih ini dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya terbatasnya pasokan akibat masalah distribusi dari daerah penghasil, serta peningkatan permintaan menjelang musim libur akhir tahun. Beberapa pedagang di pasar tradisional mengungkapkan bahwa meskipun harga naik, permintaan akan bawang putih tetap tinggi, terutama dari kalangan rumah tangga yang mempersiapkan hidangan untuk perayaan Natal dan Tahun Baru.

Selain bawang putih, sejumlah bahan pangan lainnya juga menunjukkan kenaikan harga. Sebagai contoh, harga cabai merah keriting dan cabai rawit juga mengalami peningkatan, masing-masing mencapai Rp45.000 per kg dan Rp55.000 per kg. Namun, beberapa komoditas seperti beras dan sayuran hijau tercatat relatif stabil, meskipun ada sedikit fluktuasi di beberapa daerah.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan bijak dalam berbelanja, serta berjanji akan terus memantau harga pangan di pasar-pasar tradisional. Pemerintah juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan pasokan bahan pangan tetap lancar dan harga bisa stabil, terutama menjelang periode libur panjang.

Kenaikan harga pangan ini menjadi perhatian serius, terutama bagi keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah yang terdampak langsung oleh tingginya biaya kebutuhan pokok.

PBB: Kematian Perempuan Akibat Konflik Naik Berlipat Ganda

Jakarta – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini mengeluarkan laporan yang mencengangkan mengenai meningkatnya jumlah kematian perempuan akibat konflik bersenjata. Data menunjukkan bahwa angka kematian telah naik berlipat ganda dalam beberapa tahun terakhir, mengindikasikan dampak yang semakin parah dari kekerasan bersenjata terhadap perempuan di berbagai belahan dunia.

Laporan PBB menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kematian perempuan dalam konflik. Selain kekerasan langsung di medan perang, banyak perempuan juga menjadi korban kejahatan seksual, pemerkosaan, dan kekerasan berbasis gender lainnya. Ketidakamanan dan ketidakstabilan yang diakibatkan oleh konflik juga mengakibatkan akses yang lebih terbatas terhadap layanan kesehatan dan perlindungan sosial bagi perempuan.

Kondisi di wilayah-wilayah yang dilanda konflik, seperti di Suriah, Yaman, dan Afghanistan, semakin memperburuk situasi. Banyak perempuan terpaksa mengungsi dan kehilangan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian. PBB menegaskan bahwa perempuan yang berada dalam situasi krisis ini sering kali tidak memiliki suara dalam proses perdamaian dan pemulihan.

Dalam laporan tersebut, PBB menyerukan kepada negara-negara anggota untuk mengambil langkah konkret dalam melindungi perempuan selama konflik. Ini termasuk penerapan hukum yang lebih ketat terhadap kekerasan berbasis gender dan peningkatan partisipasi perempuan dalam proses perdamaian. PBB menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan untuk berkontribusi dalam pemulihan dan rekonstruksi pasca-konflik.

Peningkatan kematian perempuan akibat konflik merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian global. PBB mendesak semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan kondisi yang lebih aman dan adil bagi perempuan di seluruh dunia. Melalui upaya bersama, diharapkan angka kematian ini dapat ditekan dan perempuan dapat kembali mendapatkan hak-haknya dalam kehidupan yang lebih baik.