Pada 18 Desember 2024, politik Korea Selatan digemparkan dengan penggulingan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya. Proses pemakzulan yang berlangsung cepat ini terjadi setelah serangkaian demonstrasi besar-besaran dan ketegangan politik yang mencapai puncaknya. Presiden Yoon, yang terpilih pada 2022, sebelumnya menghadapi kritik keras terkait kebijakan luar negeri, ekonomi, dan penanganan ketidaksetaraan sosial. Penggulingan ini menandai periode ketidakstabilan politik di Korea Selatan, dengan banyak pihak yang mengungkapkan kekhawatiran tentang masa depan pemerintahan negara tersebut.
Menariknya, reaksi Korea Utara terhadap peristiwa ini sangat berbeda dari yang diharapkan. Bukannya memanfaatkan ketidakstabilan ini untuk memperburuk hubungan dengan Korea Selatan, pemerintah Korea Utara malah mengeluarkan pernyataan yang cukup diplomatis. Dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Korea Utara, Pyongyang menyatakan bahwa mereka “mengamati perkembangan dengan cermat” dan berharap perubahan politik ini tidak akan mengganggu stabilitas di kawasan. Ini adalah reaksi yang tak terduga, mengingat sejarah ketegangan antara kedua negara yang sudah berlangsung lama.
Keputusan Korea Utara untuk tidak memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan politik lebih lanjut menandakan adanya perubahan dalam sikap diplomatik mereka. Sebelumnya, setiap ketidakstabilan politik di Korea Selatan sering kali dimanfaatkan oleh Pyongyang untuk meningkatkan tekanan atau bahkan memperburuk ketegangan militer. Namun, kali ini, Korea Utara tampaknya memilih untuk fokus pada pentingnya menjaga stabilitas kawasan, mungkin karena khawatir akan dampak negatif dari situasi yang terlalu terganggu.
Reaksi ini membuka spekulasi tentang bagaimana hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara akan berkembang di masa mendatang. Beberapa analis politik menduga bahwa meskipun Korea Utara tidak memperburuk situasi, ketidakstabilan politik di Korea Selatan bisa membuka peluang bagi perundingan damai yang lebih konstruktif. Namun, ini juga mengundang pertanyaan besar tentang kesiapan kedua negara untuk melangkah lebih jauh dalam hal normalisasi hubungan, terutama jika ada pemerintahan baru di Seoul yang lebih terbuka terhadap dialog dengan Pyongyang.
Penggulingan Presiden Yoon Suk Yeol juga memicu reaksi beragam dari masyarakat domestik dan internasional. Di Korea Selatan, protes pro dan kontra terhadap keputusan ini menunjukkan polarisasi politik yang semakin dalam. Sementara itu, negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang juga mencermati perkembangan ini dengan seksama, mengingat pentingnya stabilitas politik di Korea Selatan bagi keamanan regional dan global.