Harga Cabai Terancam Melambung Akibat Cuaca Ekstrem, Petani Resah

Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) menyuarakan kekhawatirannya terkait dampak cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Tanah Air, yang berpotensi memicu lonjakan harga cabai.

Ketua AACI, Abdul Hamid, menjelaskan bahwa kondisi cuaca yang tidak menentu, termasuk hujan deras dan banjir, dapat memengaruhi hasil panen cabai. Hal ini berdampak pada penurunan produksi, sehingga pedagang kesulitan mendapatkan stok yang cukup.

“Kami sangat khawatir dengan potensi gangguan akibat hujan dan banjir. Kondisi ini sulit diprediksi, namun di awal Januari 2025, kemungkinan besar harga cabai merah keriting (CMK) akan mengalami kenaikan signifikan,” ungkap Hamid dalam rapat koordinasi stabilisasi pasokan dan harga menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Nataru 2024/2025 di Jakarta Selatan, Kamis (5/12).

Harga Cabai di Level Petani Mulai Merangkak Naik

Hamid menyoroti bahwa gejolak harga cabai telah diprediksi sejak harga cabai merah keriting di tingkat petani sempat berada pada level yang sangat rendah. Situasi ini membuat banyak petani meninggalkan lahan mereka, yang pada akhirnya berimbas pada ketersediaan pasokan di pasaran.

Nanang Triatmoko, Wakil Ketua AACI Jawa Timur, mengungkapkan bahwa harga cabai merah keriting beberapa waktu lalu sempat jatuh di angka Rp1.500 hingga Rp6.000 per kilogram (kg). Namun kini, harga di tingkat petani telah naik menjadi Rp10 ribu per kg, sementara di Pasar Induk Kramat Jati mencapai Rp21 ribu per kg.

“Harga cabai beberapa bulan terakhir sangat murah sehingga banyak lahan tidak dirawat. Dalam satu atau dua bulan ke depan, ini bisa menjadi kendala besar,” ujar Nanang.

Ia juga memperingatkan bahwa tren lonjakan harga cabai yang signifikan mungkin akan terjadi, mengingat banyak tanaman cabai yang tidak dirawat akibat harga rendah selama tiga bulan terakhir.

Tantangan Produksi dan Ketidakpastian Cuaca

Nanang turut menyoroti tantangan serupa pada cabai merah besar (CMB). Meskipun saat ini pasokan masih melimpah di sentra-sentra produksi, seperti Jombang, Gresik, Malang, dan Banyuwangi, cuaca ekstrem dapat mengubah situasi secara drastis.

“Jumlah penanaman di bulan Oktober, November, dan Desember cukup tinggi. Jika cuaca ekstrem terjadi, harga cabai bisa melonjak. Namun, jika cuaca normal, petani justru terancam rugi karena harga bisa anjlok,” jelas Nanang.

Di sisi lain, Hamid mencatat bahwa harga cabai merah keriting saat ini telah mencapai Rp11 ribu per kg, meskipun masih berada di bawah harga acuan pembelian (HAP) di tingkat produsen, yakni Rp22 ribu hingga Rp29.600 per kg.

Fluktuasi harga cabai yang terjadi saat ini menjadi sinyal bagi pemerintah dan pihak terkait untuk meningkatkan antisipasi, khususnya dalam menghadapi cuaca ekstrem yang tak menentu. Pasokan yang stabil dan harga yang wajar menjadi tantangan utama bagi sektor agribisnis cabai di Indonesia menjelang tahun 2025.