Kesepakatan Biden dan Xi: Senjata Nuklir Tidak untuk Dikendalikan oleh AI

Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping mencapai kesepakatan penting terkait kendali senjata nuklir. Kedua pemimpin menegaskan bahwa keputusan penggunaan senjata nuklir harus tetap berada di tangan manusia, bukan diserahkan kepada kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI).

Kesepakatan ini dicapai saat keduanya bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Lima, Peru, pada Sabtu (16/11/2024) waktu setempat.

Dalam pernyataan resmi Gedung Putih, disebutkan bahwa kedua pemimpin menekankan pentingnya menjaga kendali manusia atas keputusan penggunaan senjata nuklir.

“Kedua pemimpin menegaskan perlunya mempertahankan kendali manusia atas keputusan untuk menggunakan senjata nuklir,” tulis keterangan tersebut.

Selain itu, baik Biden maupun Xi sepakat untuk mengelola perkembangan teknologi kecerdasan buatan dalam bidang militer dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab. Hal ini bertujuan untuk memitigasi potensi risiko yang mungkin muncul dari penerapan AI dalam sektor pertahanan.

Walaupun belum ada rencana konkret terkait pembicaraan lanjutan atau tindakan bersama, kesamaan pandangan antara dua negara ini dianggap sebagai langkah maju dalam meredakan ketegangan terkait isu nuklir dan AI. Selama ini, kedua negara sering kali menunjukkan perbedaan pendapat yang signifikan dalam menyikapi persoalan ini.

Amerika Serikat telah lama mendorong China untuk lebih terbuka dalam perundingan terkait senjata nuklir. Namun, respons Beijing dinilai sering kali kurang kooperatif. Di sisi lain, pembicaraan bilateral antara AS dan China mengenai AI pernah dilakukan pada Mei lalu di Jenewa, tetapi diskusi tersebut belum menyentuh isu pengendalian senjata nuklir.

Menurut data Departemen Pertahanan AS, China saat ini memiliki sekitar 500 hulu ledak nuklir yang siap digunakan. Angka ini diperkirakan akan melonjak menjadi lebih dari 1.000 hulu ledak pada tahun 2030. Meski demikian, kapasitas ini masih berada di bawah jumlah hulu ledak yang dimiliki AS (1.770) dan Rusia (1.710).

Pertemuan antara Biden dan Xi juga terjadi di tengah situasi geopolitik yang penuh tantangan. Kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS menjadi faktor yang menambah ketidakpastian, terutama terkait arah hubungan diplomatik antara Washington dan Beijing.

Gedung Putih menegaskan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk memperbaiki hubungan kedua negara sekaligus memastikan bahwa persaingan antara AS dan China tidak berkembang menjadi konflik yang lebih serius.

Dengan latar belakang ketegangan perang dagang dan isu nuklir yang terus memanas, pertemuan Biden dan Xi di Lima menjadi momen penting untuk mencari titik temu antara dua kekuatan global ini. Meski masih ada banyak tantangan, kesepakatan awal mengenai pengendalian nuklir dan AI dapat menjadi langkah kecil yang berarti menuju hubungan yang lebih stabil antara Amerika Serikat dan China.