Kalah Dari Negara Brunei Dan Malaysia, Rasio Kepemilikan Mobil Di Indonesia Sangat Rendah

Jakarta — Indonesia mencatatkan rasio kepemilikan mobil yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Brunei dan Malaysia. Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan ini, jumlah mobil yang dimiliki oleh penduduk Indonesia per 1.000 orang masih jauh tertinggal. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan antara tingkat kemajuan ekonomi dan akses masyarakat terhadap kendaraan pribadi.

Menurut data terbaru yang dirilis oleh Asosiasi Industri Mobil Indonesia (AISI), rasio kepemilikan mobil di Indonesia hanya sekitar 70 unit per 1.000 penduduk. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara Brunei yang mencapai 850 unit per 1.000 penduduk dan Malaysia dengan rasio 400 unit per 1.000 penduduk. Meski ada peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, angka tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan mobil di Indonesia masih sangat terbatas, terutama di luar kota-kota besar.

Salah satu faktor utama yang menghambat kepemilikan mobil di Indonesia adalah harga mobil yang masih relatif tinggi dibandingkan dengan pendapatan per kapita masyarakat. Meskipun ada beragam pilihan mobil, harga mobil baru yang mencapai ratusan juta rupiah masih sulit dijangkau oleh sebagian besar keluarga Indonesia. Tingginya biaya kepemilikan, mulai dari angsuran kredit, asuransi, hingga biaya operasional, membuat mobil tetap menjadi barang mewah bagi banyak orang.

Selain faktor ekonomi, infrastruktur transportasi yang belum merata di Indonesia juga menjadi alasan rendahnya tingkat kepemilikan mobil. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, transportasi umum yang terbatas dan kemacetan yang parah menjadikan kepemilikan mobil tidak selalu praktis. Banyak warga kota memilih menggunakan transportasi umum atau kendaraan roda dua, yang lebih terjangkau dan efisien. Di sisi lain, negara-negara seperti Brunei dan Malaysia memiliki sistem transportasi yang lebih terintegrasi, memudahkan masyarakat untuk beralih ke kendaraan pribadi.

Pemerintah Indonesia telah mulai mengubah kebijakan untuk mendukung industri otomotif, salah satunya dengan mendorong pengembangan kendaraan ramah lingkungan (EV). Program pemerintah seperti insentif untuk mobil listrik diharapkan dapat membuat mobil lebih terjangkau dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar fosil. Meskipun pasar mobil listrik di Indonesia masih dalam tahap awal, inisiatif ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan industri otomotif sekaligus mengurangi polusi udara di kota-kota besar.

Meski rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih rendah, proyeksi ke depan menunjukkan adanya potensi pertumbuhan. Menurut para analis, dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi, terutama kelas menengah yang terus berkembang, dan kebijakan pemerintah yang mendukung industri otomotif, angka kepemilikan mobil di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Namun, untuk mewujudkan hal ini, diperlukan pula pembenahan dalam infrastruktur transportasi umum dan pengendalian harga mobil agar lebih terjangkau bagi masyarakat luas.

Rendahnya rasio kepemilikan mobil di Indonesia memang mencerminkan tantangan besar, baik dalam hal ekonomi maupun infrastruktur. Namun, hal ini juga membuka peluang besar bagi industri otomotif untuk berkembang, dengan fokus pada produk yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan. Pemerintah dan industri perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi di masa depan.