UEA Sponsori Buka Puasa di Masjid Istiqlal, 15.000 Jamaah Hadiri Acara

Kedutaan Besar Uni Emirat Arab (UEA) menggelar acara buka puasa bersama yang dihadiri oleh 15.000 jamaah di Masjid Istiqlal pada Sabtu (8/3) dan Minggu (9/3). Dalam sambutannya, Duta Besar UEA, H.E. Abdulla Salim AlDhaheri, menyoroti eratnya ukhuwah Islamiyah di Indonesia sebagai wujud solidaritas umat, sejalan dengan nilai-nilai yang ditekankan dalam bulan suci Ramadan.

Menurut AlDhaheri, acara ini mencerminkan komitmen UEA dalam mendukung program kemanusiaan di berbagai negara. Ia juga mengungkapkan apresiasinya kepada Menteri Agama RI sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, atas dukungan yang terus diberikan kepada Kedutaan UEA di Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Dubes AlDhaheri menyampaikan rasa terima kasih kepada Yayasan Sosial Sheikh Ahmed bin Zayed yang menjadi sponsor utama acara ini. Selain itu, ia mengumumkan bahwa UEA akan menyalurkan bantuan kurma sebanyak lima ton melalui Masjid Istiqlal pada pekan ini.

Sementara itu, Menteri Agama mengajak umat Islam untuk meningkatkan amal ibadah selama Ramadan dan selalu berprasangka baik kepada Allah dalam berdoa. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah dan Kedutaan UEA yang secara rutin memberikan bantuan sosial kepada masyarakat Indonesia.

UEA dikenal sebagai salah satu negara dengan kontribusi bantuan luar negeri terbesar di dunia berdasarkan persentase pendapatan nasionalnya. Sejak berdiri pada 1971 hingga pertengahan 2024, total bantuan luar negeri UEA telah mencapai sekitar 360 miliar dirham atau setara dengan hampir 1.400 triliun rupiah.

Krisis Pangan Mengancam Pengungsi Rohingya, WFP Minta Pendanaan Mendesak

Program Pangan Dunia (WFP) PBB mengeluarkan permohonan mendesak untuk pendanaan guna mencegah pengurangan jatah makanan bagi lebih dari satu juta pengungsi Rohingya di Bangladesh. Organisasi ini membutuhkan dana sebesar 15 juta dolar AS untuk bulan April dan total 81 juta dolar AS hingga akhir 2025 agar dapat mempertahankan distribusi pangan sepenuhnya. Jika pendanaan tidak segera tersedia, jatah makanan bulanan per orang akan dipangkas dari 12,50 dolar menjadi hanya 6 dolar, terutama menjelang Idulfitri di akhir Maret. WFP Bangladesh telah menginformasikan rencana ini kepada pejabat pengungsi setempat, dengan pemotongan yang dijadwalkan berlaku mulai 1 April.

Direktur WFP di Bangladesh, Dom Scalpelli, menegaskan bahwa krisis pengungsi Rohingya masih menjadi salah satu yang terbesar dan terlama di dunia. Para pengungsi di Bangladesh sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup, dan pemotongan bantuan pangan dapat memperburuk situasi mereka, memicu kelaparan, serta mendorong tindakan putus asa demi bertahan hidup. Pemerintah Bangladesh mengaitkan krisis ini dengan penghentian pendanaan oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), yang sebelumnya menyumbang 80 persen dana WFP untuk Rohingya.

Selain itu, meningkatnya jumlah pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Myanmar, dengan lebih dari 100.000 orang menyeberang ke Bangladesh dalam beberapa bulan terakhir, semakin menambah beban pada sumber daya yang sudah terbatas. Pada 2023, kekurangan dana memaksa WFP memangkas jatah makanan dari 12 dolar menjadi 8 dolar per orang per bulan, meskipun jumlah tersebut sempat meningkat ketika dana tambahan tersedia. Para pengungsi Rohingya menerima voucher yang bisa ditukar dengan makanan di pengecer yang telah ditunjuk di kamp-kamp pengungsian di Cox’s Bazar, tempat lebih dari 1,2 juta pengungsi berlindung sejak 2017.

Tanpa status hukum, kebebasan bergerak, atau peluang mata pencaharian yang stabil, pemotongan lebih lanjut akan semakin memperburuk kondisi perlindungan dan keamanan para pengungsi. WFP menegaskan bahwa dukungan segera diperlukan agar situasi ini tidak berkembang menjadi krisis yang lebih besar.