Laba Bank Mandiri Tembus Rp13,2 Triliun di Kuartal I-2025, Dorong Pertumbuhan Kredit dan Dana Murah

PT Bank Mandiri Tbk berhasil mencatatkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp13,2 triliun pada kuartal I tahun 2025. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 3,9 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kinerja positif ini turut ditopang oleh rasio Return on Equity (ROE) yang terjaga solid di angka 20,8 persen secara bank only.

Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengedepankan strategi pertumbuhan berkelanjutan dengan fokus pada akselerasi segmen wholesale serta penguatan ekosistem ritel. Pendekatan ini akan dilakukan seiring dengan pengelolaan risiko yang disiplin dan terukur. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan dana murah berbasis transaksi sebagai kunci efisiensi biaya dana yang mendukung ekspansi bisnis secara sehat.

Dari sisi kredit, Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,5 persen (yoy) menjadi Rp1.672 triliun. Pertumbuhan ini terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia, baik dari segmen wholesale maupun retail. Kredit korporasi naik sebesar 20 persen menjadi Rp608 triliun, sementara kredit komersial tumbuh 21,4 persen menjadi Rp296 triliun. Kredit UMKM pun meningkat Rp11 triliun menjadi Rp136 triliun, menegaskan dukungan perseroan terhadap sektor ekonomi rakyat.

Rasio kredit bermasalah atau NPL Bank Mandiri tetap terjaga di angka 1,01 persen, yang turut berkontribusi pada penurunan biaya kredit (CoC) menjadi 0,71 persen. NPL coverage ratio pun terjaga tinggi di level 299 persen, memperlihatkan kekuatan keuangan perseroan dalam mengelola risiko kredit. Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 11,2 persen secara tahunan menjadi Rp1.748 triliun, dengan komposisi dana murah mencapai 77,1 persen secara bank only, menandakan keberhasilan strategi penghimpunan dana efisien.

IHSG Menguat di Tengah Sikap Wait and See Pasar Menjelang Rilis Data Ekonomi

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin dibuka menguat di tengah pelaku pasar yang masih bersikap wait and see terhadap sejumlah data ekonomi domestik yang akan dirilis pekan ini. IHSG tercatat naik sebesar 37,31 poin atau 0,56 persen ke level 6.716,22, sementara indeks LQ45 yang berisi 45 saham unggulan turut menguat 5,64 poin atau 0,75 persen ke posisi 755,66. Menurut Head of Retail Research BNI Sekuritas, Fanny Suherman, IHSG masih berpeluang untuk melanjutkan penguatan sepanjang hari ini.

Dari dalam negeri, pelaku pasar menantikan beberapa rilis penting, seperti data inflasi indeks harga konsumen (IHK), laporan keuangan bank-bank besar, serta data indeks manufaktur. Pekan lalu, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di angka 5,75 persen, sejalan dengan upaya menjaga stabilitas inflasi dalam target 2,5 plus minus 1 persen untuk 2025 dan 2026.

Dari luar negeri, China mengumumkan penghapusan beberapa tarif impor dari Amerika Serikat, meskipun menolak klaim negosiasi dari Presiden AS Donald Trump. Gedung Putih menyatakan bahwa jalur komunikasi masih terbuka, menjadi sinyal positif dalam meredakan ketegangan perang dagang. Bursa saham Eropa juga mencatatkan penguatan, dengan indeks STOXX 600 naik 0,3 persen dan seluruh indeks utama seperti DAX, FTSE, dan CAC turut mencetak kenaikan. Wall Street pun ditutup menguat, dengan Nasdaq memimpin kenaikan sebesar 1,26 persen. Di kawasan Asia, pergerakan bursa campur aduk, di mana Nikkei dan Kuala Lumpur menguat, sementara Shanghai dan Strait Times mengalami pelemahan.

Industri Reasuransi Diharapkan Pulih Meski Hadapi Tekanan Berat di 2025

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa pendapatan premi reasuransi nasional tercatat sebesar Rp5,46 triliun hingga Februari 2025. Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar 20,36 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Selain itu, sepanjang tahun lalu, industri reasuransi Indonesia juga mengalami defisit sebesar Rp12,10 triliun. Meski demikian, Ogi optimistis bahwa pada akhir 2025, premi reasuransi akan kembali mencatatkan kinerja positif.

Menurut Ogi, saat ini industri reasuransi tengah menghadapi tantangan berat akibat dinamika pasar yang kian kompleks, khususnya karena fenomena hardening market dan keterbatasan kapasitas reasuransi domestik. Hardening market, yang ditandai dengan kenaikan harga premi dan pengetatan syarat, masih terasa kuat terutama di sektor properti dan engineering. Sementara itu, kapasitas reasuransi nasional yang terbatas menyebabkan ketergantungan tinggi terhadap reasuransi luar negeri.

Saat ini, sekitar 40 persen dari total premi reasuransi Indonesia masih dialihkan ke luar negeri. Kondisi ini rentan terhadap dampak kebijakan global, seperti kenaikan tarif impor Amerika Serikat. Untuk memperkuat industri dalam negeri, OJK mendorong perusahaan reasuransi lokal untuk meningkatkan modal agar mampu menanggung risiko besar secara mandiri. Selain itu, penguatan tenaga ahli di bidang penilaian dan manajemen risiko juga menjadi fokus utama. Opsi lain yang diusulkan adalah pembentukan perusahaan reasuransi besar nasional untuk memperkokoh fondasi industri.

BEI Targetkan 58 Juta Investor Baru, Perempuan Jadi Sasaran Potensial

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyampaikan bahwa sebanyak 29 Kantor Perwakilan BEI yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia ditargetkan masing-masing mampu menarik dua juta investor baru. Untuk mendukung pencapaian target tersebut, BEI terus menggencarkan upaya sosialisasi dan literasi keuangan, khususnya mengenai pentingnya berinvestasi secara legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini disampaikan Jeffrey saat menghadiri acara Hershare 2025 di Makassar, Sabtu lalu.

Ia menegaskan bahwa edukasi pasar modal menjadi penting agar masyarakat tidak mudah tergoda dengan tawaran investasi ilegal yang menjanjikan keuntungan tidak realistis. Jeffrey juga menjelaskan bahwa saat ini, investasi di pasar modal semakin mudah diakses oleh siapa pun, berkat kemajuan digitalisasi. Dengan modal kecil, seperti Rp20 ribu hingga Rp50 ribu, seseorang sudah dapat membuka rekening saham tanpa perlu menjadi miliarder terlebih dahulu.

Selain itu, ia menambahkan bahwa pilihan portofolio investasi kini bisa disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan masing-masing individu, mulai dari usia hingga sumber penghasilan. Menurutnya, kelompok perempuan seperti ibu rumah tangga, pelajar, mahasiswa, dan pekerja kantoran memiliki potensi besar menjadi investor baru. Berdasarkan data BEI per 22 April 2025, jumlah investor pasar modal di Indonesia telah mencapai 16 juta lebih, namun baru sekitar 40 persen di antaranya adalah perempuan, padahal secara demografis jumlah perempuan di Indonesia lebih besar daripada laki-laki.

Rupiah Menguat di Tengah Harapan Penurunan Suku Bunga The Fed dan Ketidakpastian Tarif AS-China

Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan di pasar pada Jumat pagi, didorong oleh optimisme global terhadap potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika Serikat pada Juni 2025. Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, mengungkapkan bahwa rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp16.875 hingga Rp16.800, seiring meningkatnya ekspektasi akan kebijakan moneter yang lebih longgar dari The Fed.

Keputusan The Fed tersebut didasari oleh keinginan untuk menekan inflasi dan menjaga tingkat pengangguran di Amerika Serikat. Namun, kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump turut memperburuk situasi dengan memicu kelangkaan bahan baku di sektor manufaktur dan meningkatkan potensi pemutusan hubungan kerja.

Sementara itu, nilai tukar rupiah dipandang masih undervalue dibandingkan dengan fundamental ekonominya. Hal ini membuka peluang lebih lanjut bagi penguatan mata uang Indonesia, terlebih ketika mata uang regional lainnya juga menunjukkan tren positif terhadap dolar AS. Penurunan indeks dolar yang kini berada di bawah angka 100 mencerminkan perubahan sentimen investor yang mulai berani mengambil risiko terhadap aset di negara berkembang.

Meski demikian, ketidakpastian terkait kebijakan tarif AS terhadap China tetap menjadi faktor penghambat. Pernyataan Trump mengenai kemungkinan pemangkasan tarif hingga 145 persen belum memiliki kejelasan, apalagi China belum menunjukkan minat untuk membuka dialog. Bahkan, pernyataan dari pejabat tinggi AS seperti Menteri Keuangan Scott Bessent menambah ketegangan dengan menekankan bahwa negosiasi perdagangan bisa menjadi rumit.

Pada pembukaan perdagangan Jumat, rupiah tercatat menguat sebesar 58 poin atau 0,34 persen, menjadi Rp16.815 per dolar AS dari posisi sebelumnya di Rp16.873.

Strategi Tangkas OJK dan Pemerintah Hadapi Dampak Tarif Trump

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyampaikan keyakinannya bahwa risiko pembiayaan yang dihadapi perusahaan Indonesia akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dapat ditekan hingga nol. Hal ini diutarakan dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara virtual di Jakarta. Menurut Mahendra, pemerintah secara aktif melakukan berbagai langkah antisipatif demi memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga, salah satunya dengan mengirim tim negosiator yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, untuk berdialog langsung dengan pemerintah AS.

Dalam negosiasi tersebut, kedua negara menyepakati waktu 60 hari untuk merampungkan pembahasan mengenai tarif impor secara timbal balik. Ruang lingkup yang dibahas pun cukup luas, mulai dari kerja sama perdagangan dan investasi, kolaborasi di bidang mineral kritis, hingga peningkatan ketahanan rantai pasok global. Mahendra menyebutkan bahwa diskusi lanjutan akan dilakukan dalam beberapa putaran demi mengukuhkan kesepakatan yang saling menguntungkan.

Pemerintah juga disebut tengah memperkuat daya tahan industri nasional, terutama di sektor padat karya seperti tekstil, elektronik, dan makanan minuman, yang dinilai paling rentan terdampak kebijakan tersebut. Selain menjaga iklim usaha, pemerintah berupaya memangkas ekonomi biaya tinggi dan mengamankan pasar domestik dari serbuan barang ilegal. Dengan pendekatan yang terkoordinasi dan menyeluruh ini, Mahendra optimistis dunia usaha nasional tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga meningkatkan daya saing mereka, baik di pasar domestik maupun internasional.

Permata Bank Bukukan Awal Tahun yang Solid dengan Pertumbuhan Kredit dan Pendanaan Syariah

PT Bank Permata Tbk mencatat kinerja positif pada kuartal pertama 2025 dengan pertumbuhan kredit mencapai 6 persen secara tahunan menjadi Rp156,6 triliun. Pencapaian ini terutama ditopang oleh peningkatan kredit pada sektor korporasi yang naik 7 persen menjadi Rp92,2 triliun. Segmen komersial dan konsumen pun turut menyumbang kontribusi positif dengan masing-masing tumbuh 5,3 persen dan 4,3 persen secara tahunan.

Direktur Utama Permata Bank, Meliza M. Rusli, menyampaikan bahwa capaian awal tahun ini mencerminkan bahwa strategi jangka panjang bank berada di jalur yang tepat. Selain fokus pada pertumbuhan, pihaknya juga mengedepankan penciptaan nilai yang berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan. Di sisi lain, simpanan nasabah pun mengalami kenaikan sebesar 4,8 persen menjadi Rp187,4 triliun, dengan pertumbuhan CASA mencapai 6,5 persen dan rasio CASA naik ke angka 58,6 persen.

Pendapatan operasional sebelum provisi meningkat 9,2 persen dan rasio efisiensi biaya bank membaik menjadi 48,6 persen. Total aset Permata Bank pun tumbuh 4,5 persen menjadi Rp264,3 triliun. Strategi kehati-hatian terus diterapkan dengan menjaga struktur neraca yang sehat dan likuiditas yang optimal. Rasio LDR tercatat naik ke 83,2 persen, sementara kualitas aset membaik dengan NPL turun ke 2,0 persen dan LAR menjadi 7,6 persen.

Unit usaha syariah Permata Bank juga menunjukkan kinerja yang menggembirakan. PPOP tercatat tumbuh 11,2 persen menjadi Rp195,3 miliar, didorong oleh pendapatan yang meningkat dan efisiensi biaya. Simpanan nasabah UUS pun naik 14,5 persen menjadi Rp31,2 triliun, memperkuat komitmen pengembangan ekosistem syariah yang inklusif di industri perbankan nasional.

Rupiah Tertekan di Tengah Perang Dagang AS-China dan Guncangan di The Fed

Pelemahan nilai tukar rupiah kembali terjadi, dan kali ini dipicu oleh eskalasi ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China. Direktur Laba Forexindo Berjangka sekaligus pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, menilai bahwa tekanan pada rupiah berasal dari langkah keras China dalam menanggapi kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Negeri Tirai Bambu disebut telah memberikan peringatan tegas kepada negara-negara yang menjalin kesepakatan perdagangan dengan AS, yang dianggap merugikan kepentingan China.

Kementerian Perdagangan China mengungkapkan bahwa AS terus menggunakan tarif dan sanksi finansial sebagai alat untuk menekan negara-negara mitra dagang agar membatasi hubungan mereka dengan China. Tindakan ini dibalas oleh China dengan mengenakan tarif balasan sebesar 125 persen, setelah sebelumnya AS menaikkan tarif hingga 145 persen terhadap produk-produk asal China. Situasi ini menciptakan kekhawatiran di pasar global, termasuk Indonesia, karena memicu gejolak ekonomi dan ketidakpastian dalam rantai perdagangan internasional.

Selain faktor eksternal dari konflik dagang, pasar juga gelisah akibat rencana Presiden Donald Trump untuk melakukan restrukturisasi Federal Reserve dan memecat Gubernur Jerome Powell. Trump menilai bahwa bank sentral perlu segera memangkas suku bunga agar ekonomi AS tidak melambat. Namun, Powell tetap bersikukuh bahwa belum ada alasan kuat untuk memotong suku bunga, mengingat tekanan inflasi dan ketidakpastian kebijakan tarif yang terus berkembang.

Situasi ini berdampak langsung pada nilai tukar rupiah. Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah melemah sebesar 53 poin atau 0,32 persen menjadi Rp16.860 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.807. Sementara itu, kurs referensi JISDOR Bank Indonesia juga mencatat pelemahan rupiah ke angka Rp16.862 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.808.

Rusia Optimis Hadapi 2025 Meski Inflasi Diprediksi Naik Tajam

Kementerian Pembangunan Ekonomi Rusia menunjukkan keyakinan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi negaranya, dengan tetap mempertahankan prediksi kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 2,5 persen untuk tahun 2025. Meski demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk 2026 sedikit dikoreksi menjadi 2,4 persen dari estimasi sebelumnya yang berada di angka 2,6 persen. Namun, arah kebijakan jangka menengah tetap menjanjikan dengan target pertumbuhan sebesar 2,8 persen pada 2027 dan mencapai 3 persen di tahun 2028.

Di sisi lain, tantangan utama yang dihadapi adalah lonjakan inflasi. Pemerintah Rusia kini memperkirakan inflasi akan menyentuh angka 7,6 persen pada 2025, naik drastis dari proyeksi sebelumnya sebesar 4,5 persen. Meskipun demikian, inflasi diprediksi akan kembali terkendali pada 2026, turun ke angka 4 persen, dan dipertahankan pada tingkat yang sama hingga tahun 2028. Stabilitas ini diharapkan tercapai lewat penerapan kebijakan moneter yang lebih ketat dan fokus pada penguatan daya tahan ekonomi domestik.

Sementara itu, prospek sektor industri juga mengalami perbaikan. Proyeksi pertumbuhan produksi industri untuk 2025 dinaikkan menjadi 2,6 persen dari sebelumnya hanya 2 persen. Angka tersebut diperkirakan meningkat menjadi 2,9 persen di tahun 2026 dan stabil pada kisaran 2,8 persen per tahun selama 2027 hingga 2028. Kementerian meyakini sektor industri akan menjadi salah satu motor utama yang menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Rusia di tengah tekanan eksternal dan fluktuasi harga global.

Batam Optimis Naikkan Target Pajak Daerah Meski Hadapi Tantangan

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batam, Kepulauan Riau, menargetkan peningkatan pendapatan pajak daerah pada tahun 2025 menjadi Rp1,796 triliun. Angka ini naik dari target sebelumnya yang sebesar Rp1,734 triliun. Sekretaris Bapenda, M Aidil Sahalo, menyampaikan bahwa pembahasan lebih lanjut mengenai target ini akan dilakukan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Batam pada Mei mendatang.

Untuk memperkuat perencanaan, Bapenda telah berdiskusi dengan sejumlah pemangku kepentingan seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Real Estat Indonesia (REI), dan Badan Pusat Statistik (BPS) guna mendapatkan masukan dan data lapangan. Aidil menuturkan bahwa sektor utama penyumbang pajak di Batam masih berasal dari sektor pariwisata seperti hotel, restoran, dan hiburan, serta dari sektor properti melalui PBB dan BPHTB.

Namun, tidak semua sektor mengalami kenaikan target. Pajak reklame diturunkan dari Rp23 miliar menjadi Rp18 miliar karena akan dilakukan penertiban lokasi reklame. Pajak jasa parkir juga direvisi turun dari Rp16 miliar menjadi Rp10 miliar akibat tren pendapatan yang belum menunjukkan peningkatan di awal tahun. Sebaliknya, BPHTB justru dinaikkan dari target awal Rp430 miliar menjadi Rp493 miliar, menyesuaikan capaian tahun 2024.

Meski terdapat tantangan, termasuk dampak dari Instruksi Presiden tentang penghematan belanja, Bapenda tetap optimis dengan prospek pertumbuhan pariwisata, khususnya dari pembangunan hotel baru oleh Grup Harbour Bay.