Indonesia perlu terus memperkuat strategi diversifikasi pasar ekspor untuk mengantisipasi kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai langkah ini harus dibarengi dengan pemanfaatan peluang dari pergeseran rantai pasok global serta optimalisasi sektor unggulan yang mendapatkan tarif preferensial lebih rendah seperti produk tekstil dan alas kaki. Menurutnya, tarif yang lebih ringan untuk Indonesia dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, dan Kamboja, membuka ruang ekspansi pasar yang lebih luas. Untuk menunjang itu, ia menekankan pentingnya deregulasi terhadap Non-Tariff Measures (NTM), peningkatan efisiensi logistik, serta percepatan proses perizinan yang selama ini menjadi hambatan. Meskipun terjadi tekanan pada IHSG dan nilai tukar rupiah, fundamental ekonomi Indonesia dinilai tetap kokoh dengan cadangan devisa dan perbankan yang kuat. Namun, tantangan tetap ada dari sisi ketergantungan terhadap ekspor komoditas yang harganya fluktuatif akibat lemahnya permintaan global. Josua merekomendasikan peningkatan daya saing industri padat karya lewat insentif fiskal dan kemudahan bahan baku, serta percepatan ratifikasi perjanjian dagang strategis seperti RCEP, CPTPP, EU-CEPA, dan BRICS+. Ia juga mendorong optimalisasi devisa hasil ekspor SDA dan hilirisasi sektor industri. Menurutnya, pendekatan Indonesia yang menghindari retaliasi langsung dan lebih memilih negosiasi bilateral serta jalur multilateral seperti TIFA menunjukkan kedewasaan dan strategi adaptif dalam menghadapi tantangan proteksionisme global.
Tag: Ketahanan Ekonomi
Modal Asing Keluar Rp4,25 Triliun, Rupiah Melemah di Tengah Tekanan Pasar
Bank Indonesia (BI) mencatat adanya arus modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik sebesar Rp4,25 triliun pada pekan ketiga Maret 2025, tepatnya dalam periode transaksi 17-20 Maret. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengungkapkan bahwa aliran dana keluar tersebut berasal dari pasar saham dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masing-masing sebesar Rp4,78 triliun dan Rp0,67 triliun. Sementara itu, modal asing masuk bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) tercatat sebesar Rp1,20 triliun, yang mengurangi tekanan terhadap keluarnya modal asing.
Sepanjang 2025, hingga 20 Maret, modal asing keluar bersih di pasar saham mencapai Rp28,10 triliun. Sementara itu, aliran modal masuk tercatat di pasar SBN sebesar Rp23,87 triliun dan di SRBI sebesar Rp8,58 triliun. Seiring dengan meningkatnya risiko investasi global, premi risiko Indonesia yang tercermin dalam credit default swaps (CDS) 5 tahun naik dari 81,20 basis poin (bps) pada 14 Maret menjadi 88,51 bps pada 20 Maret.
Tekanan di pasar keuangan juga berdampak pada nilai tukar rupiah, yang pada Jumat (21/3) dibuka sedikit melemah di level Rp16.480 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan Kamis (20/3) di Rp16.470 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) menguat ke level 103,85, mencerminkan dominasi dolar terhadap mata uang utama dunia. Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia (SBN) tenor 10 tahun naik ke level 7,09 persen pada Jumat pagi, sedangkan yield US Treasury Note 10 tahun turun ke 4,237 persen.
BI menegaskan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan guna menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan eksternal Indonesia di tengah volatilitas pasar global.