Korea Utara Murka, Sebut Latihan Militer AS-Korsel Picu Ketegangan

Korea Utara kembali melontarkan kecaman terhadap latihan militer gabungan berskala besar yang digelar oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan. Menurut laporan Korean Central News Agency (KCNA) pada Senin (10/3), Pyongyang menilai latihan tersebut sebagai tindakan provokatif yang semakin meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea. Meskipun Korea Utara telah berulang kali memberikan peringatan, Washington dan Seoul tetap melanjutkan latihan yang dianggap mengancam stabilitas kawasan.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Pers dan Informasi Kementerian Luar Negeri Korea Utara, konfrontasi antara Pyongyang dan Washington disebut semakin mendekati titik kritis. Pemerintah Korea Utara menuduh latihan tersebut sebagai bentuk perang terselubung yang secara langsung menargetkan Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK). Pyongyang memperingatkan bahwa peningkatan aktivitas militer semacam ini hanya akan memperburuk hubungan diplomatik dan meningkatkan risiko konflik.

Sementara itu, kantor berita Yonhap melaporkan bahwa latihan gabungan tahunan yang diberi nama Freedom Shield telah resmi dimulai pada Senin. Latihan ini direncanakan berlangsung selama 11 hari dan melibatkan simulasi berbasis komputer serta latihan di lapangan untuk meningkatkan koordinasi operasional antara pasukan AS dan Korea Selatan.

Meski Korea Utara menganggap latihan ini sebagai ancaman, AS dan Korea Selatan menegaskan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk memperkuat pertahanan dan memastikan kesiapan menghadapi ancaman dari Pyongyang. Namun, dengan meningkatnya ketegangan, situasi di Semenanjung Korea tetap menjadi perhatian dunia internasional.

Korea Utara Kecam Rencana Trump Kuasai Gaza: Sebut AS Pemeras dan Delusi

Kantor Berita Korea Utara (KCNA) mengecam gagasan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin menguasai Jalur Gaza, menyebutnya sebagai tindakan konyol dan penuh pemerasan. Dalam pernyataannya pada Rabu (12 Februari 2025), KCNA menegaskan bahwa rencana tersebut hanya akan menghancurkan harapan rakyat Palestina akan perdamaian dan keselamatan.

Meski tidak menyebut Trump secara langsung, KCNA menyampaikan kritik tajam terhadap pengumuman AS yang ingin mengusir warga Palestina dari Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah”. Istilah Riviera biasanya digunakan untuk menggambarkan kawasan pesisir yang mewah dan eksklusif, seperti French Riviera di Prancis.

KCNA juga menyinggung keinginan pemerintahan Trump untuk menguasai Terusan Panama dan Greenland, serta rencananya mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika. Menurut KCNA, langkah-langkah ini menunjukkan delusi imperialisme AS yang terus berusaha mengendalikan wilayah-wilayah strategis di dunia.

“Amerika Serikat harus sadar dari delusi kuno mereka dan segera berhenti melanggar martabat serta kedaulatan negara lain,” tegas KCNA, melabeli AS sebagai pemeras global.

Sebelumnya, Trump pernah menjalin hubungan unik dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un selama masa jabatan pertamanya. Namun, hingga saat ini, KCNA nyaris tidak memberikan komentar mengenai kepemimpinan Trump di periode kedua.

Korea Utara sendiri secara konsisten menyalahkan Israel atas konflik di Gaza dan menganggap AS turut bertanggung jawab atas eskalasi kekerasan di wilayah tersebut.