Rupiah Menguat, BI Pertahankan Suku Bunga di Tengah Optimisme Pasar Global

Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan April 2025 dinilai sebagai langkah strategis dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Menurut analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, keteguhan BI dalam menjaga kestabilan kurs memberikan dukungan terhadap penguatan rupiah di tengah gejolak ekonomi global yang meningkat.

Dalam hasil RDG tersebut, suku bunga acuan BI-Rate tetap ditahan di angka 5,75 persen. BI juga tidak mengubah suku bunga deposit facility yang tetap di level 5 persen, serta lending facility di angka 6,5 persen. Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan prediksi inflasi untuk 2025 dan 2026 agar tetap berada dalam target 2,5±1 persen, serta menjaga stabilitas rupiah yang dinilai masih sesuai dengan nilai fundamentalnya. Di sisi lain, keputusan ini juga dianggap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Di pasar global, optimisme meningkat seiring potensi terbukanya dialog dagang antara Amerika Serikat dan China. Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengungkapkan bahwa tarif tinggi yang dikenakan kemungkinan tidak akan berlangsung lama, dan Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan langkah untuk menurunkan ketegangan perdagangan. Walaupun tarif final tidak akan mencapai 145 persen, bea masuk tersebut tidak akan kembali ke angka nol.

Dengan membaiknya sentimen pasar, rupiah diperkirakan menguat terhadap dolar AS dan akan bergerak di kisaran Rp16.750 hingga Rp16.900 per dolar. Pada awal perdagangan Kamis pagi di Jakarta, rupiah menguat 6 poin atau sekitar 0,04 persen ke posisi Rp16.866 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.872.

Rupiah Tertekan di Tengah Perang Dagang AS-China dan Guncangan di The Fed

Pelemahan nilai tukar rupiah kembali terjadi, dan kali ini dipicu oleh eskalasi ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China. Direktur Laba Forexindo Berjangka sekaligus pengamat mata uang, Ibrahim Assuabi, menilai bahwa tekanan pada rupiah berasal dari langkah keras China dalam menanggapi kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Negeri Tirai Bambu disebut telah memberikan peringatan tegas kepada negara-negara yang menjalin kesepakatan perdagangan dengan AS, yang dianggap merugikan kepentingan China.

Kementerian Perdagangan China mengungkapkan bahwa AS terus menggunakan tarif dan sanksi finansial sebagai alat untuk menekan negara-negara mitra dagang agar membatasi hubungan mereka dengan China. Tindakan ini dibalas oleh China dengan mengenakan tarif balasan sebesar 125 persen, setelah sebelumnya AS menaikkan tarif hingga 145 persen terhadap produk-produk asal China. Situasi ini menciptakan kekhawatiran di pasar global, termasuk Indonesia, karena memicu gejolak ekonomi dan ketidakpastian dalam rantai perdagangan internasional.

Selain faktor eksternal dari konflik dagang, pasar juga gelisah akibat rencana Presiden Donald Trump untuk melakukan restrukturisasi Federal Reserve dan memecat Gubernur Jerome Powell. Trump menilai bahwa bank sentral perlu segera memangkas suku bunga agar ekonomi AS tidak melambat. Namun, Powell tetap bersikukuh bahwa belum ada alasan kuat untuk memotong suku bunga, mengingat tekanan inflasi dan ketidakpastian kebijakan tarif yang terus berkembang.

Situasi ini berdampak langsung pada nilai tukar rupiah. Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah melemah sebesar 53 poin atau 0,32 persen menjadi Rp16.860 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.807. Sementara itu, kurs referensi JISDOR Bank Indonesia juga mencatat pelemahan rupiah ke angka Rp16.862 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.808.

Singapura hingga China, Negara Paling Royal Beri Utang ke Indonesia di 2025

Jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami sedikit penurunan pada Februari 2025. Dari sebelumnya sebesar US$ 427,9 miliar di Januari, turun menjadi US$ 427,2 miliar. Penurunan ini tercatat berasal dari berbagai jenis kreditur, baik negara asing, organisasi internasional, maupun lembaga lainnya. Sebagian besar ULN Indonesia disumbang oleh negara-negara pemberi pinjaman dengan total US$ 203,52 miliar. Sementara dari organisasi internasional tercatat sebesar US$ 45,52 miliar dan sisanya sebesar US$ 178,11 miliar berasal dari kategori lainnya.

Berdasarkan data kreditur negara, Singapura menjadi penyumbang terbesar ULN Indonesia dengan nilai mencapai US$ 55,45 miliar pada Februari 2025, meskipun angka ini turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 55,78 miliar. Posisi kedua ditempati oleh Amerika Serikat dengan nilai utang sebesar US$ 27,67 miliar, juga sedikit menurun dari catatan Januari sebesar US$ 27,68 miliar. China menyusul di posisi ketiga dengan total utang sebesar US$ 23,28 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 23,30 miliar.

Jepang berada di urutan keempat dengan nilai utang ke Indonesia sebesar US$ 21,01 miliar pada Februari, mengalami kenaikan dari sebelumnya US$ 20,88 miliar. Di posisi kelima terdapat Hong Kong, yang nilai pinjamannya ke Indonesia mencapai US$ 19,16 miliar, naik dari catatan Januari yang sebesar US$ 18,77 miliar. Meskipun terjadi sedikit fluktuasi, data ini mencerminkan stabilitas hubungan keuangan Indonesia dengan negara-negara kreditur utama.

Kebijakan Tarif Trump: Ancaman Perang Dagang dan Dampaknya

Pemerintah Amerika Serikat mengonfirmasi bahwa Presiden Donald Trump akan menerapkan tarif impor baru pada Rabu ini. Meskipun Gedung Putih belum merinci daftar tarif yang diberlakukan, kebijakan ini diperkirakan akan berdampak pada sektor bisnis, konsumen, dan investor, serta berisiko memperburuk ketegangan perdagangan global. Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menjelaskan bahwa tarif timbal balik akan diberlakukan terhadap negara-negara yang mengenakan bea masuk terhadap barang AS, dengan besaran tarif yang akan diumumkan langsung oleh Trump. Selain itu, tarif sebesar 25 persen akan diterapkan pada impor kendaraan.

Trump sebelumnya telah menaikkan bea masuk untuk aluminium dan baja serta meningkatkan tarif atas produk-produk asal China. Namun, ia juga kerap mengancam untuk menerapkan tarif tambahan, meskipun beberapa kali menundanya atau membatalkan kebijakan tersebut. Pernyataan Leavitt kali ini mengisyaratkan bahwa Trump serius dalam melanjutkan kebijakan tarifnya. Pejabat Gedung Putih bahkan mempertimbangkan opsi tarif sebesar 20 persen untuk sebagian besar negara, yang berpotensi meningkatkan pendapatan AS hingga lebih dari USD 6 triliun.

Sementara itu, menurut Wall Street Journal, Perwakilan Dagang AS tengah mempersiapkan opsi tarif yang lebih fleksibel untuk beberapa negara. Di sisi lain, laporan dari China mengungkapkan bahwa perwakilan perdagangan dari China, Jepang, dan Korea Selatan telah bertemu untuk membahas upaya memperlancar perdagangan bebas di kawasan. Namun, Kementerian Perdagangan Korea Selatan menyatakan pertemuan tersebut hanya sekadar bertukar pandangan mengenai perdagangan global. Menteri Perdagangan Korea Selatan, Ahn Duk-geun, menegaskan pentingnya memperkuat implementasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan memperluas kerja sama melalui negosiasi perjanjian perdagangan bebas antara ketiga negara. Meski RCEP telah berlaku sejak 2022, kemajuan signifikan dalam pembicaraan perdagangan bilateral antara ketiga negara tersebut masih belum tercapai sejak dimulai pada 2012.

Politisi Prancis Tuntut AS Pulangkan Patung Liberty

Seorang anggota Parlemen Eropa asal Prancis, Raphael Glucksmann, menyerukan agar Amerika Serikat (AS) mengembalikan Patung Liberty. Menurutnya, kebijakan AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump bertentangan dengan nilai-nilai yang diwakili oleh monumen tersebut.

Dalam pernyataannya yang dikutip oleh media Prancis, Le Monde, dan dilansir RT.com pada Senin (17/3/2025), Glucksmann menilai masyarakat AS saat ini tampaknya “tidak lagi menghargai” simbol kebebasan yang diberikan oleh Prancis tersebut.

Patung Liberty, hasil karya pematung Prancis Frederic Auguste Bartholdi dan dibangun oleh Gustave Eiffel, dihadiahkan kepada AS untuk memperingati satu abad kemerdekaan negara itu.

Sejak berdiri di Pelabuhan New York pada tahun 1886, Patung Liberty menjadi ikon kebebasan dan harapan bagi para imigran yang mencari kehidupan lebih baik.

Glucksmann, yang dikenal sebagai anggota Parlemen Eropa dari sayap kiri-tengah dan pendukung Ukraina, juga mengecam kebijakan Trump, termasuk upaya mediasi antara Rusia dan Ukraina.

“Kami ingin menyampaikan kepada rakyat Amerika yang kini berpihak pada tirani, serta mereka yang memecat peneliti demi membungkam kebebasan ilmiah: Kembalikan Patung Liberty kepada kami,” ujar Glucksmann dalam acara Partai Place Publique pada Minggu (16/3).

Pernyataan tersebut mendapat sambutan meriah dari para pendukung partainya.

Sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari lalu, Trump menerapkan serangkaian kebijakan ketat, termasuk reformasi badan pemerintah untuk menekan pengeluaran, memperketat imigrasi ilegal, serta menghentikan bantuan luar negeri yang dianggap bertentangan dengan prinsip “America First”.

Trump juga menargetkan dana hibah untuk penelitian iklim dan studi gender melalui perintah eksekutif.

“Jika Anda memecat para ilmuwan terbaik Anda dan menyingkirkan mereka yang, melalui kebebasan berpikir dan penelitian mereka, menjadikan negara Anda sebagai kekuatan global, kami dengan senang hati akan menyambut mereka,” tambah Glucksmann.

AS Eksplorasi Opsi Relokasi Warga Gaza di Tengah Kontroversi

Amerika Serikat tengah mempertimbangkan berbagai kemungkinan terkait relokasi warga Palestina setelah mantan Presiden Donald Trump mengusulkan pengambilalihan Jalur Gaza. Utusan khusus AS, Steve Witkoff, mengungkapkan bahwa pemerintahannya sedang mengeksplorasi berbagai alternatif yang dapat meningkatkan kualitas hidup warga Gaza sekaligus memperhitungkan kepentingan Israel. Dalam wawancara dengan CBS News, Witkoff menegaskan bahwa Washington sedang mencari solusi terbaik dalam menangani konflik tersebut.

Bulan lalu, Trump mengusulkan agar AS mengambil kendali atas Gaza dan menjadikannya sebagai “Riviera Timur Tengah” dengan memindahkan warga Palestina ke negara-negara tetangga seperti Yordania dan Mesir. Gagasan tersebut memicu kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk Palestina, negara-negara Arab, serta negara-negara seperti Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris. Banyak pihak menilai bahwa usulan ini tidak realistis dan berpotensi memperburuk situasi di kawasan. Meski demikian, AS saat ini lebih fokus pada upaya mencari resolusi konflik yang berkelanjutan dan menghindari ketegangan yang lebih besar.

Pekan lalu di Qatar, Witkoff bersama Direktur Senior Dewan Keamanan Nasional AS untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Eric Trager, memperkenalkan sebuah proposal “jembatan” yang bertujuan memberi ruang untuk perundingan menuju gencatan senjata permanen. Witkoff menyebut proposal itu sebagai langkah yang masuk akal guna mencapai solusi jangka panjang. Rencana tersebut mencakup upaya demiliterisasi Hamas, yang menjadi syarat mutlak bagi Israel, serta kemungkinan perundingan lebih lanjut demi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan.

Dalam perkembangannya, berbagai negara terus melakukan diplomasi intensif untuk mencari jalan keluar atas konflik berkepanjangan ini. Beberapa pihak mendukung solusi dua negara sebagai jalan terbaik, sementara yang lain menekankan pentingnya penghentian kekerasan dan pemulihan kondisi kemanusiaan di Gaza. Sementara itu, tekanan terhadap Israel dan Hamas terus meningkat dari komunitas internasional untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata.

Di sisi lain, nasib warga Palestina tetap menjadi perhatian utama dalam diskusi global. Krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza telah meningkatkan seruan bagi bantuan internasional dan solusi yang lebih konkret. Organisasi kemanusiaan dan badan PBB terus mengingatkan bahwa situasi di Gaza semakin genting, dengan keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pangan, air bersih, dan layanan kesehatan.

Seiring upaya diplomasi yang terus berlangsung, banyak pihak menantikan apakah inisiatif AS dan negara-negara lain dapat membawa perubahan signifikan dalam konflik ini atau justru memperpanjang ketidakpastian bagi warga Palestina dan kawasan Timur Tengah secara keseluruhan.

Korea Utara Murka, Sebut Latihan Militer AS-Korsel Picu Ketegangan

Korea Utara kembali melontarkan kecaman terhadap latihan militer gabungan berskala besar yang digelar oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan. Menurut laporan Korean Central News Agency (KCNA) pada Senin (10/3), Pyongyang menilai latihan tersebut sebagai tindakan provokatif yang semakin meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea. Meskipun Korea Utara telah berulang kali memberikan peringatan, Washington dan Seoul tetap melanjutkan latihan yang dianggap mengancam stabilitas kawasan.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Pers dan Informasi Kementerian Luar Negeri Korea Utara, konfrontasi antara Pyongyang dan Washington disebut semakin mendekati titik kritis. Pemerintah Korea Utara menuduh latihan tersebut sebagai bentuk perang terselubung yang secara langsung menargetkan Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK). Pyongyang memperingatkan bahwa peningkatan aktivitas militer semacam ini hanya akan memperburuk hubungan diplomatik dan meningkatkan risiko konflik.

Sementara itu, kantor berita Yonhap melaporkan bahwa latihan gabungan tahunan yang diberi nama Freedom Shield telah resmi dimulai pada Senin. Latihan ini direncanakan berlangsung selama 11 hari dan melibatkan simulasi berbasis komputer serta latihan di lapangan untuk meningkatkan koordinasi operasional antara pasukan AS dan Korea Selatan.

Meski Korea Utara menganggap latihan ini sebagai ancaman, AS dan Korea Selatan menegaskan bahwa kegiatan tersebut bertujuan untuk memperkuat pertahanan dan memastikan kesiapan menghadapi ancaman dari Pyongyang. Namun, dengan meningkatnya ketegangan, situasi di Semenanjung Korea tetap menjadi perhatian dunia internasional.

Jepang Cemas: Tarif Impor Trump Picu Ketegangan Dagang Global

Jepang tengah diliputi kekhawatiran setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu perang dagang dengan memberlakukan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara. Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, menilai kebijakan ini dimanfaatkan Trump sebagai alat negosiasi ekonomi.

“Kami khawatir atas situasi ini,” ujar Masaki kepada awak media dalam acara Perayaan Ulang Tahun Kaisar Jepang di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif terhadap China berdampak negatif bagi perekonomian global. Masaki menyatakan bahwa kebijakan semacam ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia dan memperburuk hubungan perdagangan antarnegara.

Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif impor sebesar 10 persen untuk produk asal China. Sebagai balasan, China menetapkan tarif 15 persen untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS, yang akan berlaku mulai 10 Februari 2025, menurut Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China. Langkah saling balas ini memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik dagang yang dapat memengaruhi sektor bisnis global.

Masaki menekankan pentingnya kerja sama multilateral antara Jepang, Indonesia, dan negara lainnya untuk meyakinkan AS agar mematuhi aturan perdagangan internasional. Menurutnya, pendekatan kolektif dapat mendorong AS untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya. “Kita harus menghindari eskalasi perang dagang, baik antara China dan AS maupun negara lainnya,” tegasnya.

Langkah Trump ini bertujuan melindungi dan memperkuat perekonomian AS. Namun, dampaknya telah memicu kekhawatiran global karena berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan internasional. Negara-negara di seluruh dunia kini menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan ekonomi sambil meredam dampak negatif dari kebijakan proteksionisme AS. Situasi ini memerlukan diplomasi yang cermat agar konflik dagang tidak semakin meluas dan merugikan berbagai sektor ekonomi di tingkat global.

AS Kirim 142 Migran ke Penjara Guantanamo, Dituduh Ancam Keamanan Nasional

Pemerintah Amerika Serikat telah memindahkan lebih dari 140 migran ke penjara berkeamanan tinggi di Teluk Guantanamo, Kuba—fasilitas yang biasanya digunakan untuk menahan teroris. Hingga Rabu (19/2), tercatat sebanyak 142 migran telah tiba di pangkalan militer tersebut melalui 13 penerbangan terpisah.

Hingga kini, pihak berwenang belum memberikan penjelasan mengenai kriteria pemilihan para migran yang dikirim ke sana. Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) juga belum mengungkap identitas para tahanan yang dipindahkan.

Langkah ini dilakukan saat DHS dan Kementerian Pertahanan AS berupaya membangun kamp penampungan bagi para migran ilegal di area Guantanamo. Keberadaan kamp-kamp tersebut memicu pertanyaan publik mengenai siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana nasib para migran di sana.

Tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini melibatkan sejumlah lembaga federal, termasuk Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) serta Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP).

“Selain menahan anggota geng kekerasan dan migran ilegal yang dianggap berisiko tinggi, Guantanamo juga digunakan untuk menahan migran yang telah menerima perintah deportasi,” ujar seorang pejabat senior DHS kepada CNN.

Pejabat tersebut menegaskan bahwa para migran yang ditahan telah melanggar hukum karena memasuki wilayah AS secara ilegal. Mereka yang dikategorikan berisiko tinggi akan ditempatkan di penjara berkeamanan maksimum, sedangkan yang telah menerima keputusan deportasi akan dipindahkan ke pusat operasi migran di Guantanamo.

Hingga saat ini, seluruh migran yang ditahan adalah laki-laki, termasuk mereka yang diduga anggota geng kriminal seperti Tren de Aragua serta pelaku pelanggaran hukum imigrasi.

Zelenskyy Tunda Kunjungan ke Arab Saudi, Jadwal Ulang pada 10 Maret

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengumumkan pembatalan kunjungannya ke Arab Saudi yang semula direncanakan pada Rabu. Keputusan ini diambil di tengah pertemuan pejabat tinggi Rusia dan Amerika Serikat yang berlangsung di Riyadh, ibu kota Arab Saudi.

Menurut laporan media yang mengutip juru bicara presiden, Serhiy Nikiforov, Zelenskyy sebelumnya dijadwalkan tiba di Arab Saudi pada 19 Februari sebagai bagian dari agenda diplomatiknya. Namun, dalam pernyataannya, Zelenskyy menegaskan bahwa dirinya tidak ingin ada “kebetulan” yang terjadi di tengah situasi politik yang kompleks saat ini.

“Saya tidak tahu siapa yang akan tetap berada di sana dan siapa yang akan pergi. Saya juga tidak peduli… Saya tidak ingin ada kebetulan, jadi saya memutuskan untuk tidak berangkat ke Arab Saudi,” ungkapnya.

Meski demikian, Zelenskyy telah berkomunikasi dengan pemimpin Arab Saudi dan menyepakati bahwa kunjungan tersebut akan dijadwalkan ulang pada 10 Maret mendatang.

Kunjungan ke Arab Saudi diyakini memiliki kepentingan strategis bagi Ukraina, terutama dalam memperkuat dukungan internasional di tengah konflik yang masih berlangsung dengan Rusia. Arab Saudi, yang memiliki pengaruh besar dalam geopolitik global, dapat berperan penting dalam upaya mediasi serta memberikan bantuan ekonomi dan diplomatik bagi Ukraina.

Selain itu, Zelenskyy juga mengungkapkan harapannya untuk bertemu dengan perwakilan Amerika Serikat di Kiev dalam waktu dekat. Hal ini menunjukkan bahwa Ukraina masih aktif menjalin komunikasi dengan sekutu utamanya dalam menghadapi tantangan yang ada.