Judul: Kabar dari Trump Bikin Pasar Semringah, IHSG Tembus 6.200

Kabar menggembirakan datang dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memutuskan untuk menunda penerapan kenaikan tarif impor selama 90 hari. Langkah ini langsung disambut baik oleh pelaku pasar global, termasuk Indonesia. Efeknya terasa nyata di pembukaan perdagangan Kamis, 10 April 2025, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung melesat tajam. IHSG menguat signifikan sebesar 4,66% dan sukses menembus level psikologis 6.246, yang sebelumnya sulit dicapai akibat tekanan ekonomi global.

Penguatan IHSG ini mencerminkan sentimen positif dari investor yang melihat peluang pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian global. Kinerja bursa yang cemerlang ini juga didukung oleh sejumlah sektor unggulan, seperti perbankan, pertambangan, dan konsumsi yang mencatatkan kenaikan signifikan. Investor ritel maupun institusi pun kembali percaya diri untuk masuk ke pasar modal Indonesia.

Tak hanya pasar saham, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga menunjukkan tren menguat. Rupiah naik 0,36% dan menguat ke level Rp16.800 per USD. Penguatan mata uang nasional ini memperkuat optimisme pasar domestik akan stabilitas ekonomi, terutama dalam menghadapi gejolak eksternal yang sempat mengguncang beberapa waktu terakhir.

Meski begitu, pelaku pasar tetap diimbau untuk waspada terhadap perkembangan kebijakan Amerika Serikat selanjutnya. Penundaan tarif impor ini memang memberi napas sementara, namun ketegangan dagang bisa saja kembali muncul sewaktu-waktu. Untuk saat ini, sinyal positif ini menjadi titik awal yang baik dalam membangun momentum pemulihan pasar secara lebih luas.

IHSG Tertekan, Bahana Sekuritas Optimistis Indonesia Masih di Zona Goldilocks Ekonomi

Kepala Riset Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, menilai bahwa perekonomian Indonesia relatif tahan terhadap gejolak perdagangan global dan berpotensi mengalami pemulihan berbentuk kurva V, seiring masuknya likuiditas asing ke dalam negeri. Di tengah penurunan ETF ekuitas Indonesia yang mencapai 10 persen saat pasar lokal tutup selama libur panjang Idulfitri, Satria memperkirakan pemutus arus akan aktif saat pembukaan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun demikian, peluang kemunculan investor institusional asing maupun domestik tetap terbuka, terutama karena posisi kas yang telah menguat sebelum libur panjang.

Satria menyebut ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya berkontribusi 2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), menjadikannya salah satu negara dengan ketergantungan terendah di Asia Tenggara terhadap pasar AS. Meskipun produk Indonesia kini dikenakan tarif 32 persen, beban ini masih lebih rendah dibanding negara pesaing seperti Bangladesh dan Vietnam yang menghadapi tarif hingga 49 persen. Situasi ini, menurutnya, menempatkan Indonesia dalam posisi strategis, ditopang oleh harga minyak yang menurun, penurunan suku bunga global, serta stabilitas domestik.

Depresiasi rupiah sebesar 11 persen dalam enam bulan terakhir dinilai menjadi lindung nilai alami terhadap tekanan tarif. Hal ini juga berpotensi memperkuat daya saing ekspor dan menarik minat investor asing terhadap aset lokal. Bahana Sekuritas melihat bahwa dampak tarif baru terhadap laba emiten Indonesia akan minim, bahkan margin perusahaan dapat terdorong positif karena kombinasi pelemahan rupiah dan penurunan harga minyak. Satria optimistis bahwa pasar akan pulih cepat begitu ada sinyal pelemahan dari kebijakan Presiden AS Donald Trump.