Rupiah Terancam Rp 17.000 per Dolar AS, Pelaporan SPT Diperpanjang

Pemerintah secara resmi memperpanjang batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi hingga 11 April 2025. Keputusan ini diatur dalam Kepdirjen Pajak Nomor 79/PJ/2025, yang menghapus sanksi administratif bagi wajib pajak yang terlambat menyampaikan SPT Tahun Pajak 2024. Perpanjangan tenggat waktu dilakukan karena batas pelaporan sebelumnya, yaitu 31 Maret 2025, bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idulfitri serta Hari Suci Nyepi. Pemerintah ingin memastikan wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya tanpa hambatan serta memberikan kepastian hukum dengan menghapus sanksi keterlambatan pembayaran PPh Pasal 29.

Sementara itu, nilai tukar rupiah diperkirakan masih berpotensi melemah hingga menyentuh angka Rp 17.000 per dolar AS. Pengamat pasar uang dari Investindo, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa sejumlah faktor negatif masih membayangi pergerakan rupiah. Salah satu penyebab utama adalah perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, yang berpotensi menurunkan aktivitas perdagangan global. Selain itu, ketidakstabilan geopolitik akibat konflik di Timur Tengah serta perang Rusia-Ukraina juga memperburuk ketidakpastian di pasar keuangan dunia. Dari dalam negeri, optimisme pasar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia justru memberi tekanan tambahan bagi rupiah. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat menguat 27 poin atau 0,16 persen menjadi Rp 16.584 per dolar AS pada Rabu (26/3) pukul 11.52 WIB. Namun, sehari sebelumnya, rupiah ditutup melemah 44 poin atau 0,27 persen ke Rp 16.611 per dolar AS.

Realisasi Pendapatan Negara di Sultra Capai Rp326,5 Miliar, Belanja Negara Tembus Rp2,31 Triliun

Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sulawesi Tenggara (Sultra) melaporkan bahwa realisasi Pendapatan Negara di wilayah tersebut hingga 14 Februari 2025 telah mencapai Rp326,5 miliar.

Kepala Kanwil DJPb Kemenkeu Sultra, Syarwan, mengungkapkan bahwa pendapatan ini bersumber dari penerimaan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp227,15 miliar dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp99,36 miliar.

“Pendapatan Negara mengalami kontraksi secara year on year (yoy), dengan penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar 26,03 persen, sedangkan PNBP justru tumbuh 25,77 persen,” ujarnya saat ditemui di Kendari, Senin (17/02/2025).

Di sisi lain, realisasi Belanja Negara di Sultra dalam periode yang sama tercatat sebesar Rp2,31 triliun dari total pagu anggaran Rp25,57 triliun. Belanja ini terdiri atas belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp404,89 miliar dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp1,9 triliun.

“Realisasi Belanja Negara ini mencapai 9,05 persen dari total pagu, dengan belanja K/L sebesar 6,58 persen, sedangkan TKD sudah terserap sebesar 9,84 persen dari total pagu,” lanjutnya.

Jika dibandingkan secara tahunan, belanja K/L tumbuh 54,78 persen, sedangkan belanja TKD meningkat 30,89 persen. Institusi kepolisian menjadi instansi dengan realisasi belanja tertinggi, yaitu Rp110,79 miliar atau setara dengan 27,36 persen dari total belanja di Sultra.

“Namun, secara keseluruhan belanja K/L mengalami kontraksi sebesar 45,57 persen akibat kebijakan efisiensi anggaran,” tambah Syarwan.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dari seluruh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Sultra, KPPN Raha mencatat persentase kinerja tertinggi dengan realisasi mencapai 8,56 persen, terutama didorong oleh akselerasi belanja pegawai. Sementara itu, secara nominal, KPPN Kendari mencatat realisasi tertinggi, yaitu Rp286,39 miliar, atau sekitar 70,73 persen dari total belanja K/L di wilayah tersebut.

Dengan dinamika penerimaan dan belanja negara ini, pemerintah diharapkan dapat terus mengoptimalkan efektivitas pengelolaan anggaran guna mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara.