Stok Pupuk Aman Jelang Lebaran, Pupuk Indonesia Pastikan Distribusi Lancar

PT Pupuk Indonesia (Persero) memastikan ketersediaan stok pupuk nasional menjelang Idul Fitri 1446 Hijriah atau Lebaran 2025 dalam kondisi mencukupi sesuai ketentuan. Hingga 20 Maret 2025, total stok pupuk mencapai 1,63 juta ton, yang terdiri dari 1,19 juta ton pupuk subsidi dan 445 ribu ton pupuk non-subsidi. Sekretaris Perusahaan Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, menyatakan bahwa perusahaan berkomitmen menjaga ketersediaan pupuk bagi petani demi mendukung ketahanan pangan nasional.

Penyaluran pupuk bersubsidi hingga saat ini telah mencapai 1,52 juta ton, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,142 juta ton. Kenaikan ini menunjukkan efektivitas kebijakan penyederhanaan distribusi yang diterapkan pemerintah dan Pupuk Indonesia. Dengan jaringan distribusi yang mencakup lebih dari 1.067 distributor dan 27 ribu kios, serta didukung oleh jalur transportasi darat, laut, dan kereta api, perusahaan optimistis dapat memenuhi kebutuhan petani untuk musim tanam kedua yang dimulai pada April 2025.

Selain memastikan ketersediaan stok dan distribusi yang lancar, Pupuk Indonesia juga mengimplementasikan aplikasi i-Pubers, yang memungkinkan petani menebus pupuk bersubsidi dengan KTP. Pengawasan berbasis Command Center juga diterapkan untuk memastikan distribusi pupuk berjalan tepat sasaran. Wijaya menegaskan bahwa kegiatan distribusi akan tetap berjalan hingga 28 Maret 2025 dan kembali beroperasi penuh pada 3 April 2025 untuk mendukung musim tanam.

Meskipun pemerintah memberlakukan pembatasan operasional angkutan barang selama masa mudik Lebaran, kebijakan ini tidak berdampak pada distribusi pupuk. Sebab, pupuk termasuk dalam kategori kebutuhan pokok yang mendapatkan pengecualian. Dengan demikian, truk-truk pengangkut pupuk bersubsidi maupun non-subsidi tetap beroperasi normal agar pasokan pupuk bagi petani tetap terjamin.

Swasembada Pangan Bukan Tujuan Akhir, Kemandirian yang Harus Dicapai

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya telah mencapai keseimbangan antara suplai dan permintaan pangan. Namun, hal ini tidak cukup jika masyarakat masih kesulitan mengakses pangan dengan harga yang terjangkau. Swasembada harus dipandang sebagai alat untuk mencapai kemandirian, bukan tujuan akhir. Ia mencontohkan Singapura, yang meskipun tidak swasembada, mampu memastikan ketahanan pangan melalui diversifikasi sumber dan distribusi yang efisien. Jika distribusi tidak berjalan optimal, maka produksi yang melimpah pun tetap membuat harga pangan tinggi dan sulit dijangkau masyarakat.

Saat ini, sektor pertanian Indonesia mengalami stagnasi, dengan pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibandingkan era pemerintahan sebelumnya. Berbagai faktor seperti alih fungsi lahan, minimnya regenerasi petani, serta dampak perubahan iklim menjadi tantangan yang harus segera diatasi. Ketua Kelompok Substansi Perencanaan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Siti Haryati, SP., M.Sc., menyoroti minimnya regenerasi petani sebagai tantangan utama dalam mencapai kemandirian pangan. Generasi muda enggan terjun ke sektor ini karena dianggap kurang menguntungkan, sehingga perlu insentif dan pelatihan berbasis teknologi pertanian modern agar lebih menarik.

Di sisi lain, ketersediaan pupuk dengan harga terjangkau juga menjadi faktor penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Gusrizal, memastikan bahwa produksi pupuk nasional mencukupi kebutuhan, dengan upaya pemerataan distribusi agar petani mudah mengaksesnya. Pupuk memiliki kontribusi besar terhadap hasil panen, sehingga ketersediaannya harus selalu dijaga.

Mewujudkan swasembada pangan juga membutuhkan keterlibatan berbagai pihak di luar sektor pertanian. Polri telah berinisiatif memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami tanaman pangan. Langkah ini dapat diperluas dengan melibatkan sektor swasta dan masyarakat, termasuk pengembangan pertanian perkotaan dan teknologi pertanian modern. Sistem distribusi yang lebih efisien juga harus diperbaiki agar harga pangan tetap stabil dan terjangkau. Dengan kebijakan yang berpihak pada petani, inovasi teknologi, serta distribusi yang baik, Indonesia tidak hanya mampu mencapai swasembada, tetapi juga kemandirian pangan yang berkelanjutan.