Pembiayaan Pergadaian Tembus Rp94 Triliun, OJK Soroti Kinerja dan Kepatuhan Industri

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pembiayaan oleh lembaga pergadaian di Indonesia telah mencapai angka signifikan sebesar Rp94,20 triliun per Februari 2025. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga PVML OJK, Agusman, menjelaskan bahwa distribusi pembiayaan tersebut terbagi antara Pulau Jawa sebesar 46,05 persen dan wilayah di luar Jawa sebesar 53,95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa layanan pergadaian semakin merata dan menjangkau wilayah-wilayah yang sebelumnya minim akses keuangan, termasuk kawasan 3T.

Sebanyak 197 perusahaan pergadaian swasta kini telah beroperasi di 19 provinsi di luar Pulau Jawa, memperluas jangkauan layanan pembiayaan yang cepat dan mudah bagi masyarakat. Agusman juga memprediksi bahwa penyaluran pembiayaan ini mengalami peningkatan selama bulan Ramadan 1446 H yang jatuh pada Maret lalu, seiring dengan lonjakan kebutuhan masyarakat saat bulan suci. Namun, laporan pertumbuhan resmi untuk Maret 2025 masih menunggu penyampaian dari industri karena adanya penyesuaian tenggat waktu pelaporan terkait libur nasional, dengan batas akhir pelaporan jatuh pada 17 April 2025.

Saat ini, OJK tengah mempersiapkan Rancangan Surat Edaran terkait pelaporan keuangan perusahaan pergadaian dan pergadaian syariah, sebagai implementasi dari POJK Nomor 39 Tahun 2024. Ketentuan ini akan mengatur secara rinci tentang bentuk, struktur, dan prosedur penyampaian laporan berkala. Sebagai bagian dari pengawasan dan penegakan kepatuhan, selama Maret 2025, OJK telah menjatuhkan sanksi administratif kepada 11 perusahaan pergadaian swasta yang melanggar regulasi.

Pelaporan SPT Capai 12,34 Juta, Pemerintah Beri Kelonggaran hingga 11 April

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga 1 April 2025, jumlah wajib pajak yang telah melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2024 mencapai 12,34 juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 juta berasal dari wajib pajak orang pribadi, sementara 338,2 ribu merupakan SPT wajib pajak badan.

Sebagian besar pelaporan dilakukan melalui sarana elektronik, dengan rincian 10,56 juta SPT dikirim menggunakan e-filing, 1,33 juta melalui e-form, dan 629 menggunakan e-SPT. Sementara itu, sebanyak 446,23 ribu SPT masih disampaikan secara manual di Kantor Pelayanan Pajak.

Menimbang adanya libur panjang Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri, Pemerintah melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 79/PJ/2025 tertanggal 25 Maret 2025, memutuskan untuk menghapus sanksi administratif bagi keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak hingga 11 April 2025. Kebijakan ini diambil karena terbatasnya hari kerja di bulan Maret, yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pembayaran PPh Pasal 29 dan pelaporan SPT Tahunan.

Batas waktu normal pelaporan SPT bagi wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret. Namun, karena cuti bersama berlangsung hingga 7 April, pemerintah memberikan relaksasi tanpa menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) bagi wajib pajak yang melaporkan SPT setelah tenggat waktu hingga 11 April 2025.

DJP menargetkan tingkat kepatuhan pelaporan SPT pada 2025 mencapai 16,21 juta, atau setara dengan 81,92 persen dari total wajib pajak. DJP juga mengimbau wajib pajak yang belum melapor agar segera memenuhi kewajiban mereka dan mengapresiasi mereka yang telah patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan.