Bonus Hari Raya Rp 50 Ribu, Menaker Akan Panggil Aplikator Ojol

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli berencana memanggil perusahaan penyedia layanan ojek online (ojol) dalam waktu dekat setelah banyak pengemudi mengeluhkan Bonus Hari Raya (BHR) yang hanya sebesar Rp 50 ribu. Yassierli mengungkapkan bahwa pemanggilan ini seharusnya sudah dilakukan, tetapi jadwalnya harus disesuaikan dengan agenda lainnya, termasuk pertemuan di Istana. Ia berharap pertemuan dengan aplikator bisa dilakukan sebelum Lebaran agar ada kejelasan mengenai kebijakan BHR bagi para pengemudi ojol.

Saat ini, pihaknya telah menerima laporan terkait keluhan pengemudi yang mempertanyakan sistem penentuan nominal BHR. Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menaker, pembagian bonus ini memang dikategorisasi, sehingga tidak semua pengemudi mendapat jumlah yang sama. Namun, yang menjadi tantangan adalah bagaimana perusahaan aplikator menentukan kategori tersebut di luar ketentuan pemerintah. Yassierli menegaskan bahwa perlu ada klarifikasi lebih lanjut mengenai sistem yang digunakan oleh aplikator untuk menentukan besaran bonus yang diterima pengemudi. Meski demikian, ia tetap melihat kebijakan ini sebagai langkah positif karena baru pertama kali diterapkan tahun ini.

Sebelumnya, para pengemudi ojol yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) memprotes besaran BHR yang dinilai terlalu kecil. Ketua SPAI, Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa ada pengemudi yang hanya menerima Rp 50 ribu meskipun pendapatan tahunan mereka mencapai Rp 93 juta. Ia menilai aturan yang diterapkan platform terlalu ketat dan diskriminatif, seperti syarat minimal jumlah order, jam kerja, tingkat penerimaan pesanan, dan rating yang tinggi setiap bulan. Lebih lanjut, Lily menyebutkan bahwa nominal BHR yang diterima pengemudi di lapangan jauh berbeda dengan informasi yang disampaikan kepada Presiden, di mana dikatakan bahwa BHR ojol bisa mencapai Rp 1 juta. Ia pun berharap ada evaluasi lebih lanjut terkait sistem penentuan bonus agar lebih adil bagi seluruh pengemudi.

Fokus Prabowo pada Ketahanan Pangan, Investor Pasar Saham Cemas?

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa ketahanan pangan menjadi prioritas utama pemerintahannya, meskipun hal itu dapat berdampak pada fluktuasi pasar saham. Sikap ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan analis pasar modal yang menilai bahwa ketidakpedulian terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa berdampak pada stagnasi ekonomi. Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menilai Prabowo seharusnya menyeimbangkan perhatian antara kebutuhan masyarakat bawah dan investasi sektor atas, termasuk pasar modal. Menurutnya, jika pemerintah terlalu berfokus pada konsumsi masyarakat tanpa mempertimbangkan investasi, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat.

Ibrahim menyoroti pentingnya dukungan investor dalam mewujudkan program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis dan Danantara. Jika investasi tidak diperhatikan, target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diharapkan Prabowo mungkin sulit tercapai. Selain itu, ia menekankan bahwa stabilitas ekonomi dan kepastian hukum adalah faktor utama bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah mendorong stimulus ekonomi yang mencakup berbagai sektor agar pertumbuhan ekonomi tidak mandek di angka 5 persen.

Sementara itu, analis pasar modal dari Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menilai pernyataan Prabowo yang mengesampingkan pasar saham dapat menurunkan kepercayaan investor. Hal ini bisa memberikan kesan bahwa stabilitas pasar saham bukan prioritas, sehingga investor lokal maupun asing menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Meskipun ketahanan pangan dan energi memang penting, Felix berpendapat bahwa fluktuasi pasar saham tetap perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang.

Dalam Sidang Kabinet di Istana Negara, Prabowo menegaskan bahwa ketahanan pangan lebih penting daripada pergerakan pasar saham. Baginya, selama pasokan pangan masyarakat tetap terjamin, negara akan tetap stabil meskipun harga saham mengalami naik turun. Pernyataan ini menegaskan komitmen Prabowo dalam menjaga kebutuhan dasar rakyat di tengah perubahan ekonomi global yang tidak menentu.

Kenaikan Royalti Emas dan Nikel: Strategi Pemerintah Maksimalkan PNBP

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berencana menaikkan tarif royalti serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk komoditas emas dan nikel. Langkah ini dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP di Kementerian ESDM. Selain itu, aturan lain yang akan direvisi adalah PP Nomor 15 Tahun 2022 yang mengatur perlakuan perpajakan dan PNBP di sektor pertambangan batu bara.

Bahlil menegaskan bahwa kenaikan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan harga pasar. Ia menilai, harga emas dan nikel saat ini sedang tinggi, sehingga negara berhak mendapatkan tambahan pendapatan dari sektor tersebut. “Sudah ada kenaikan, karena harga nikel dan emas sedang bagus. Tidak adil jika negara tidak mendapat bagian tambahan dari peningkatan harga ini,” ujar Bahlil saat ditemui di Istana Negara pada Kamis (20/3).

Kenaikan royalti untuk emas dan nikel diperkirakan berkisar antara 2-3 persen. Namun, Bahlil menekankan bahwa kebijakan ini akan bersifat fleksibel, menyesuaikan dengan fluktuasi harga komoditas. “Jika harga naik, kita naikkan ke batas tertinggi. Namun, jika harga turun, kita tidak akan membebani pengusaha dengan pajak yang terlalu besar, karena kita juga ingin mereka tetap berkembang,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto meminta agar seluruh aspek penerimaan negara, termasuk pajak, PNBP, dan royalti, dapat dimaksimalkan guna memperkuat perekonomian nasional.

Dampak WFH dan WFA, LRT Jabodebek Hadapi Tantangan Penurunan Penumpang

Kebijakan Work From Home (WFH) yang diterapkan oleh sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L) berdampak pada pencapaian target jumlah penumpang LRT Jabodebek. VP Divisi LRT Jabodebek PT KAI, Mochamad Purnomosidi, mengungkapkan bahwa meskipun perusahaan telah menambah jumlah trainset dari 20 menjadi 22 unit, target kenaikan jumlah penumpang sebesar 6 persen tidak tercapai. Saat ini, peningkatan jumlah penumpang hanya mencapai 2 persen.

Purnomosidi menjelaskan bahwa rata-rata jumlah penumpang harian LRT Jabodebek saat hari kerja berkisar antara 92.000 hingga 93.000 orang, sedangkan pada akhir pekan turun menjadi sekitar 32.000 penumpang. Selain kebijakan WFH, penerapan Work From Anywhere (WFA) menjelang Lebaran juga diprediksi akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah penumpang. Tahun lalu, jumlah pengguna LRT Jabodebek selama masa angkutan Lebaran turun hingga 60 persen.

“Ini menjadi tantangan bagi kami dengan adanya WFA. Namun, karena WFA berarti bisa bekerja dari mana saja, maka kami harus mencari strategi untuk tetap menarik penumpang,” ujar Purnomosidi. Pada bulan Mei mendatang, LRT Jabodebek berencana kembali menambah jumlah trainset menjadi 24 unit. Dengan berakhirnya masa libur Lebaran, ia berharap jumlah penumpang kembali meningkat.

Untuk mengantisipasi penurunan jumlah penumpang, pihak LRT Jabodebek tengah menyiapkan program loyalitas bagi para pengguna yang kembali ke Jakarta. “Kami ingin memastikan mereka tetap tertarik menggunakan layanan ini. Tidak menutup kemungkinan, pendatang baru juga akan ikut menggunakan LRT Jabodebek,” tambahnya.

Deflasi Tahunan Pertama dalam 25 Tahun, BI Pastikan Daya Beli Tetap Stabil

Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa deflasi tahunan yang terjadi pada Februari 2025 tidak mencerminkan penurunan daya beli masyarakat. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,09 persen secara tahunan (year on year/yoy), yang merupakan pertama kalinya sejak tahun 2000 atau dalam kurun waktu 25 tahun terakhir. Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa daya beli masyarakat biasanya diukur melalui inflasi inti, karena indikator ini lebih merefleksikan interaksi antara permintaan dan penawaran dalam perekonomian. Ia menyebutkan bahwa inflasi inti pada Februari 2025 masih berada di level yang stabil, yakni sekitar 2,48 persen secara tahunan.

Juli juga menambahkan bahwa konsumsi rumah tangga, berdasarkan data BPS pada kuartal IV 2024 dan sepanjang tahun 2024, masih tumbuh di kisaran 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, terutama dari sisi konsumsi masyarakat, masih cukup baik. Menurutnya, deflasi yang terjadi dalam dua bulan berturut-turut, yakni Januari dan Februari 2025, bukan disebabkan oleh menurunnya daya beli, melainkan karena kebijakan pemerintah terkait diskon tarif listrik. Penurunan harga yang terjadi pada kelompok administered price atau harga yang diatur pemerintah menjadi faktor utama penyebab deflasi tersebut. Meski demikian, inflasi tahunan Indonesia masih berada dalam target, yakni sekitar 2 persen.

Sementara itu, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa deflasi bulanan pada Februari 2025 tercatat sebesar 0,48 persen. Ia menuturkan bahwa penurunan harga sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang masih berlangsung hingga Februari 2025. Meski demikian, komponen harga bergejolak tetap mengalami inflasi sebesar 1,58 persen, yang dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas seperti cabai rawit, bawang putih, bawang merah, dan kangkung.

RUU Kepariwisataan Dibahas, Bali Beri Masukan untuk Regulasi yang Lebih Adaptif

Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa bersama Komisi VII DPR RI menggelar dialog langsung dengan para pelaku industri pariwisata di Bali untuk menyerap aspirasi dalam pembahasan RUU Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Diskusi yang berlangsung di Kabupaten Badung, Kamis, ini menjadi momen bagi pemerintah untuk mendengar berbagai masukan terkait regulasi kepariwisataan. Ni Luh Puspa menegaskan pentingnya pembaruan undang-undang agar lebih sesuai dengan perkembangan industri pariwisata saat ini, terutama pascapandemi COVID-19.

“Kami menerima banyak sekali masukan yang sangat detail, pasal demi pasal. Kami berharap proses ini bisa segera selesai karena RUU ini merupakan carry over dari periode sebelumnya,” ujar Wamenpar.

Menurutnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan sektor pariwisata, termasuk dalam pengembangan destinasi, pemasaran, dan kelembagaan. Namun, setelah lebih dari satu dekade, diperlukan penyesuaian agar lebih responsif terhadap perubahan zaman.

Sebagai destinasi wisata utama Indonesia, Bali turut berperan aktif dalam pembahasan ini. Sebanyak 23 perhimpunan dan lembaga yang bergerak di sektor pariwisata hadir untuk memberikan usulan, termasuk Dinas Pariwisata Bali yang mengajukan 13 perubahan dan tambahan dalam sejumlah pasal.

Organisasi lain seperti Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Forum Komunikasi Desa Wisata, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), serta akademisi juga menyampaikan berbagai masukan serta tantangan yang dihadapi oleh sektor pariwisata di Bali.

“Ada masukan yang berkaitan langsung dengan undang-undang, dan ada juga yang berada di luar ranah regulasi. Semua ini akan kami bahas lebih lanjut bersama kementerian dan lembaga terkait di pusat,” tambah Wamenpar.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama DPR RI telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Kepariwisataan dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari pelaku industri. Pemerintah juga telah menyusun daftar inventarisasi masalah guna mempercepat proses penyusunan regulasi yang lebih relevan.

Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan, diharapkan RUU Kepariwisataan yang baru dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam membangun industri pariwisata yang berkelanjutan, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Harga Cabai, Telur, dan Bawang Putih Melonjak Tajam, Inflasi Januari 2025 Tetap Terkendali

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan lonjakan harga beberapa komoditas utama seperti cabai rawit, telur ayam ras, dan bawang putih yang melampaui Harga Acuan Penjualan (HAP).

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa rata-rata harga cabai rawit secara nasional mencapai Rp69.163 per kg, jauh di atas HAP yang berkisar antara Rp40 ribu hingga Rp57 ribu per kg. Harga cabai rawit mengalami kenaikan signifikan sebesar 45,74 persen dibandingkan Desember 2024.

Kenaikan harga juga terjadi pada telur ayam ras, terutama di luar Pulau Jawa dan Sumatera, yang mencapai Rp34.470 per kg. Sementara itu, harga bawang putih juga meroket dengan rata-rata nasional mencapai Rp48.380 per kg. Amalia menyebut bahwa harga bawang putih di hampir seluruh wilayah Indonesia telah menembus angka Rp40 ribu per kg.

Meskipun terjadi lonjakan harga komoditas pangan, tingkat inflasi pada Januari 2025 tercatat hanya 0,76 persen secara tahunan (year on year/yoy), yang merupakan angka inflasi terendah sejak tahun 2000. Amalia menjelaskan bahwa salah satu faktor utama yang menekan inflasi adalah diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang diberikan pemerintah pada Januari hingga Februari 2025.

Cabai rawit menjadi komoditas dengan kontribusi terbesar terhadap inflasi Januari 2025, menyumbang andil sebesar 0,11 persen, diikuti oleh beras (0,09 persen), telur ayam ras (0,07 persen), dan daging ayam ras (0,06 persen).