Menyongsong 2045: Tantangan dan Harapan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan rata-rata mencapai 4,8 persen hingga tahun 2027. Rinciannya, pada 2025 diperkirakan tumbuh sebesar 4,7 persen, meningkat menjadi 4,8 persen pada 2026, dan mencapai 5 persen di tahun 2027. Meski pertumbuhan ekonomi tetap kokoh, Bank Dunia mengingatkan bahwa ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan global dan domestik dapat mempengaruhi investasi serta stabilitas ekonomi Indonesia. Kondisi ini juga mendorong arus keluar portofolio dan menekan nilai tukar rupiah.

Seiring dengan itu, Bank Dunia mencatat bahwa tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia menurun, namun penciptaan lapangan kerja untuk kelas menengah masih tertinggal. Reformasi struktural dinilai penting untuk mendorong pertumbuhan produktivitas, ditambah dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati. Indonesia, yang sudah berstatus negara berpendapatan menengah ke atas sejak 2023, menargetkan untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan percepatan pertumbuhan minimal sebesar 6 persen, dengan target ambisius pemerintah mencapai 8 persen pada 2029 melalui peningkatan investasi.

Bank Dunia memperkirakan belanja pemerintah akan meningkat guna mendukung program prioritas baru, seperti Program Makanan Bergizi, yang berdampak pada kenaikan defisit fiskal menjadi 2,7 persen dari PDB. Utang negara akan tetap stabil di kisaran 41 persen dari PDB, meskipun biaya bunga juga meningkat. Di sisi eksternal, defisit transaksi berjalan diprediksi melebar menjadi 1,7 persen dari PDB pada 2027. Penanaman modal asing langsung tetap menjadi tulang punggung pendanaan eksternal, meskipun ketidakpastian kebijakan perdagangan dan harga komoditas berpotensi menjadi tantangan di masa mendatang.

Bursa Saham Paling Menguntungkan Sepanjang 10 Tahun Terakhir

Selama sepuluh tahun terakhir, pasar saham global menghadapi berbagai tantangan besar, mulai dari perang dagang yang dimulai pada 2018, dampak pandemi Covid-19 di 2020, hingga ketegangan perdagangan yang kembali memanas antara Amerika Serikat dan China. Meski demikian, bursa saham Amerika Serikat dan India berhasil mencatatkan pertumbuhan yang mengesankan, sementara pasar China malah mengalami penurunan yang signifikan.

Menurut data yang dirilis CNBC Research Indonesia, indeks NASDAQ di Amerika Serikat mencatatkan pertumbuhan terbesar dengan kenaikan 239,03% dalam sepuluh tahun terakhir, yang setara dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 12,99%. Di posisi kedua, indeks SENSEX dari India mengalami pertumbuhan 190,06% (CAGR 11,24%), sementara S&P 500 di Amerika Serikat mengikuti dengan kenaikan 160,15% (CAGR 10,03%). Indeks Bovespa dari Brasil juga menunjukkan performa positif dengan kenaikan 142,27% (CAGR 9,25%).

Di sisi lain, indeks Dow Jones tumbuh sebesar 122,30% (CAGR 8,32%), diikuti oleh bursa saham Jerman, DAX, dengan kenaikan 83,33% (CAGR 6,25%) dan Jepang melalui Nikkei 225 sebesar 77,55% (CAGR 5,91%). Beberapa negara lain seperti Afrika Selatan, Kanada, dan Italia juga mencatatkan pertumbuhan meski di bawah 6%. Namun, pasar saham China mengalami penurunan yang cukup tajam. Indeks Shanghai Composite turun -24,19%, sementara Shenzhen Component anjlok hingga -31,82%. Indonesia sendiri mencatatkan kenaikan moderat sebesar 28,11% (CAGR 2,51%), sedikit lebih baik dibandingkan dengan Meksiko yang tumbuh 23,19% (CAGR 2,11%).

Jasindo Catat Laba Meroket di Tengah Seleksi Ketat Nasabah

PT Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi Jasindo) berhasil membukukan pertumbuhan laba yang signifikan pada Maret 2025. Laba setelah pajak tercatat melonjak sebesar 256 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika pada Maret 2024 Jasindo mengantongi laba bersih sebesar Rp18,12 miliar, maka pada Maret 2025 angka tersebut mengalami peningkatan tajam.

Peningkatan kinerja ini tak lepas dari strategi kehati-hatian yang diterapkan perusahaan. Brellian Gema Widayana, selaku Sekretaris Perusahaan Jasindo, menjelaskan bahwa pihaknya lebih mengutamakan kualitas hasil underwriting dibandingkan dengan mengejar besaran premi semata. Pendekatan selektif ini menekankan pada pemilihan nasabah yang mampu memenuhi kewajiban kontraktual secara konsisten. Ia menggambarkan, dari sepuluh calon nasabah, hanya tiga yang dipilih karena memiliki reputasi yang baik dan dapat dipercaya untuk menunjang stabilitas keuangan perusahaan.

Selain itu, hasil underwriting pada Maret 2025 juga mengalami kenaikan sebesar 70 persen dibanding Maret 2024 yang sebelumnya berada di angka Rp68,69 miliar. Sementara itu, di bulan sebelumnya, yakni Februari 2025, Jasindo mencatatkan pertumbuhan laba yang lebih besar lagi, yakni 549 persen secara tahunan dari Rp10,81 miliar menjadi Rp70,16 miliar, disertai lonjakan hasil underwriting sebesar 128,44 persen.

Di tengah tantangan ekonomi global dan domestik, Brellian menyampaikan rasa syukurnya karena Jasindo tetap mampu menjaga stabilitas finansial sekaligus menunjukkan pertumbuhan di berbagai lini bisnis utama perusahaan.

Rupiah Menguat, BI Pertahankan Suku Bunga di Tengah Optimisme Pasar Global

Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan April 2025 dinilai sebagai langkah strategis dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Menurut analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, keteguhan BI dalam menjaga kestabilan kurs memberikan dukungan terhadap penguatan rupiah di tengah gejolak ekonomi global yang meningkat.

Dalam hasil RDG tersebut, suku bunga acuan BI-Rate tetap ditahan di angka 5,75 persen. BI juga tidak mengubah suku bunga deposit facility yang tetap di level 5 persen, serta lending facility di angka 6,5 persen. Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan prediksi inflasi untuk 2025 dan 2026 agar tetap berada dalam target 2,5±1 persen, serta menjaga stabilitas rupiah yang dinilai masih sesuai dengan nilai fundamentalnya. Di sisi lain, keputusan ini juga dianggap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Di pasar global, optimisme meningkat seiring potensi terbukanya dialog dagang antara Amerika Serikat dan China. Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengungkapkan bahwa tarif tinggi yang dikenakan kemungkinan tidak akan berlangsung lama, dan Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan langkah untuk menurunkan ketegangan perdagangan. Walaupun tarif final tidak akan mencapai 145 persen, bea masuk tersebut tidak akan kembali ke angka nol.

Dengan membaiknya sentimen pasar, rupiah diperkirakan menguat terhadap dolar AS dan akan bergerak di kisaran Rp16.750 hingga Rp16.900 per dolar. Pada awal perdagangan Kamis pagi di Jakarta, rupiah menguat 6 poin atau sekitar 0,04 persen ke posisi Rp16.866 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.872.

Permata Bank Bukukan Awal Tahun yang Solid dengan Pertumbuhan Kredit dan Pendanaan Syariah

PT Bank Permata Tbk mencatat kinerja positif pada kuartal pertama 2025 dengan pertumbuhan kredit mencapai 6 persen secara tahunan menjadi Rp156,6 triliun. Pencapaian ini terutama ditopang oleh peningkatan kredit pada sektor korporasi yang naik 7 persen menjadi Rp92,2 triliun. Segmen komersial dan konsumen pun turut menyumbang kontribusi positif dengan masing-masing tumbuh 5,3 persen dan 4,3 persen secara tahunan.

Direktur Utama Permata Bank, Meliza M. Rusli, menyampaikan bahwa capaian awal tahun ini mencerminkan bahwa strategi jangka panjang bank berada di jalur yang tepat. Selain fokus pada pertumbuhan, pihaknya juga mengedepankan penciptaan nilai yang berkelanjutan bagi seluruh pemangku kepentingan. Di sisi lain, simpanan nasabah pun mengalami kenaikan sebesar 4,8 persen menjadi Rp187,4 triliun, dengan pertumbuhan CASA mencapai 6,5 persen dan rasio CASA naik ke angka 58,6 persen.

Pendapatan operasional sebelum provisi meningkat 9,2 persen dan rasio efisiensi biaya bank membaik menjadi 48,6 persen. Total aset Permata Bank pun tumbuh 4,5 persen menjadi Rp264,3 triliun. Strategi kehati-hatian terus diterapkan dengan menjaga struktur neraca yang sehat dan likuiditas yang optimal. Rasio LDR tercatat naik ke 83,2 persen, sementara kualitas aset membaik dengan NPL turun ke 2,0 persen dan LAR menjadi 7,6 persen.

Unit usaha syariah Permata Bank juga menunjukkan kinerja yang menggembirakan. PPOP tercatat tumbuh 11,2 persen menjadi Rp195,3 miliar, didorong oleh pendapatan yang meningkat dan efisiensi biaya. Simpanan nasabah UUS pun naik 14,5 persen menjadi Rp31,2 triliun, memperkuat komitmen pengembangan ekosistem syariah yang inklusif di industri perbankan nasional.

Rupiah Diam di Tempat, Pasar Tunggu Keputusan BI di Tengah Ketidakpastian Global

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tercatat tidak bergerak banyak menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dijadwalkan sore ini, Rabu, 23 April 2025. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah dibuka stabil di angka Rp16.850 per dolar AS, menunjukkan stagnansi alias tidak mengalami perubahan dibandingkan hari sebelumnya. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat naik tipis sebesar 0,17% ke level 99,08, meningkat dari posisi penutupan sebelumnya di angka 98,92.

Pasar keuangan saat ini tengah menanti keputusan penting dari BI, khususnya mengenai arah suku bunga acuan atau BI rate di tengah tekanan global yang masih belum reda. Ketegangan geopolitik dan perang dagang yang melibatkan Amerika Serikat menjadi faktor utama yang menimbulkan ketidakpastian di pasar global. Pada bulan Maret 2025 lalu, Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga di level 5,75%, sesuai ekspektasi mayoritas analis.

Dalam survei yang dilakukan CNBC Indonesia terhadap 19 institusi, mayoritas memprediksi BI akan kembali mempertahankan suku bunga pada tingkat yang sama bulan ini. Namun, terdapat tiga institusi yang memperkirakan adanya potensi penurunan suku bunga ke 5,50%. Ketidakpastian ini membuat pelaku pasar cenderung menahan diri, sambil memantau perkembangan kebijakan moneter.

Di sisi lain, laporan terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% untuk tahun 2025 dan 2026 semakin menambah kekhawatiran akan perlambatan ekonomi. Proyeksi ini lebih rendah dari ramalan awal tahun yang menyebut angka 5,1%, dan menambah tekanan terhadap rupiah serta stabilitas ekonomi nasional.

Rusia Optimis Hadapi 2025 Meski Inflasi Diprediksi Naik Tajam

Kementerian Pembangunan Ekonomi Rusia menunjukkan keyakinan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi negaranya, dengan tetap mempertahankan prediksi kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 2,5 persen untuk tahun 2025. Meski demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk 2026 sedikit dikoreksi menjadi 2,4 persen dari estimasi sebelumnya yang berada di angka 2,6 persen. Namun, arah kebijakan jangka menengah tetap menjanjikan dengan target pertumbuhan sebesar 2,8 persen pada 2027 dan mencapai 3 persen di tahun 2028.

Di sisi lain, tantangan utama yang dihadapi adalah lonjakan inflasi. Pemerintah Rusia kini memperkirakan inflasi akan menyentuh angka 7,6 persen pada 2025, naik drastis dari proyeksi sebelumnya sebesar 4,5 persen. Meskipun demikian, inflasi diprediksi akan kembali terkendali pada 2026, turun ke angka 4 persen, dan dipertahankan pada tingkat yang sama hingga tahun 2028. Stabilitas ini diharapkan tercapai lewat penerapan kebijakan moneter yang lebih ketat dan fokus pada penguatan daya tahan ekonomi domestik.

Sementara itu, prospek sektor industri juga mengalami perbaikan. Proyeksi pertumbuhan produksi industri untuk 2025 dinaikkan menjadi 2,6 persen dari sebelumnya hanya 2 persen. Angka tersebut diperkirakan meningkat menjadi 2,9 persen di tahun 2026 dan stabil pada kisaran 2,8 persen per tahun selama 2027 hingga 2028. Kementerian meyakini sektor industri akan menjadi salah satu motor utama yang menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Rusia di tengah tekanan eksternal dan fluktuasi harga global.

BRI Sabet Penghargaan Bank Terbaik untuk UMKM di Indonesia

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) kembali menorehkan pencapaian membanggakan dengan memperoleh penghargaan sebagai “Bank UMKM Terbaik di Indonesia” dalam ajang The Asian Banker (TAB) Global Excellence in Retail Finance Awards 2025 yang berlangsung di Tokyo, Jepang. Direktur Utama BRI, Sunarso, menyatakan bahwa penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap komitmen BRI dalam mendukung sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurutnya, pencapaian ini juga mencerminkan peran BRI sebagai mitra utama dalam pemberdayaan UMKM di seluruh Indonesia.

The Asian Banker menilai bahwa BRI berhasil menunjukkan keunggulannya dalam menyediakan layanan finansial bagi UMKM melalui inovasi, solusi keuangan yang sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha, serta strategi yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan. Sebagai bank yang konsisten dalam memberdayakan UMKM, BRI terus mengutamakan strategi pemberdayaan sebelum pembiayaan agar layanan keuangan yang inklusif dapat dinikmati oleh lebih banyak pelaku usaha.

Keunggulan BRI dalam mendukung ekosistem UMKM juga ditopang oleh berbagai inisiatif strategis, termasuk akses pembiayaan dan program pemberdayaan berkelanjutan. Hingga akhir Desember 2024, BRI tercatat sebagai bank dengan penyaluran kredit UMKM terbesar, dengan porsi mencapai 81,97 persen dari total kreditnya atau senilai Rp1.110,37 triliun. Selain itu, BRI juga menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp184,98 triliun kepada lebih dari 4 juta pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

BRI terus berinovasi dalam mendukung UMKM melalui program-program unggulan seperti Klasterku Hidupku dan Desa BRILiaN. Hingga akhir 2024, sebanyak 38.574 klaster usaha telah bergabung dalam program Klasterku Hidupku, sementara 4.327 desa telah mendapatkan manfaat dari program Desa BRILiaN. Di sektor ultra mikro, melalui Holding Ultra Mikro (UMi) bersama Pegadaian dan PNM, BRI telah melayani lebih dari 183 juta nasabah simpanan dan 35,9 juta nasabah pinjaman. Sejak dibentuk pada 2021, Holding UMi terus memperluas layanannya melalui 1.032 outlet Sentra Layanan Ultra Mikro (Senyum) di berbagai wilayah Indonesia.

Fokus Prabowo pada Ketahanan Pangan, Investor Pasar Saham Cemas?

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa ketahanan pangan menjadi prioritas utama pemerintahannya, meskipun hal itu dapat berdampak pada fluktuasi pasar saham. Sikap ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan analis pasar modal yang menilai bahwa ketidakpedulian terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa berdampak pada stagnasi ekonomi. Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menilai Prabowo seharusnya menyeimbangkan perhatian antara kebutuhan masyarakat bawah dan investasi sektor atas, termasuk pasar modal. Menurutnya, jika pemerintah terlalu berfokus pada konsumsi masyarakat tanpa mempertimbangkan investasi, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat.

Ibrahim menyoroti pentingnya dukungan investor dalam mewujudkan program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis dan Danantara. Jika investasi tidak diperhatikan, target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diharapkan Prabowo mungkin sulit tercapai. Selain itu, ia menekankan bahwa stabilitas ekonomi dan kepastian hukum adalah faktor utama bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah mendorong stimulus ekonomi yang mencakup berbagai sektor agar pertumbuhan ekonomi tidak mandek di angka 5 persen.

Sementara itu, analis pasar modal dari Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menilai pernyataan Prabowo yang mengesampingkan pasar saham dapat menurunkan kepercayaan investor. Hal ini bisa memberikan kesan bahwa stabilitas pasar saham bukan prioritas, sehingga investor lokal maupun asing menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Meskipun ketahanan pangan dan energi memang penting, Felix berpendapat bahwa fluktuasi pasar saham tetap perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang.

Dalam Sidang Kabinet di Istana Negara, Prabowo menegaskan bahwa ketahanan pangan lebih penting daripada pergerakan pasar saham. Baginya, selama pasokan pangan masyarakat tetap terjamin, negara akan tetap stabil meskipun harga saham mengalami naik turun. Pernyataan ini menegaskan komitmen Prabowo dalam menjaga kebutuhan dasar rakyat di tengah perubahan ekonomi global yang tidak menentu.

Rupiah Menguat di Tengah Sentimen Dovish The Fed, Tapi Masih Dihantui Faktor Domestik

Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyebut bahwa penguatan rupiah terhadap dolar AS dipicu oleh pernyataan dovish dari Federal Reserve (The Fed). Ketua The Fed, Jerome Powell, menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dari 2,1 persen menjadi 1,7 persen serta mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan suku bunga dua kali tahun ini. Proyeksi ini membuat dolar AS melemah, memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat. Selain itu, suku bunga acuan Federal Funds Rate (FFR) yang sebelumnya berada di kisaran 4,25–4,50 basis poin diperkirakan akan turun menjadi 3,75–4,00 basis poin dalam waktu dekat.

Meskipun demikian, tekanan ekonomi global masih menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Risiko resesi meningkat akibat kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang agresif, terutama terkait tarif impor yang dapat memperburuk inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, investor cenderung beralih ke aset safe haven seperti emas, sementara pasar keuangan tetap mencermati kebijakan The Fed mengenai suku bunga pada semester kedua tahun ini.

Di sisi domestik, sentimen pasar masih belum sepenuhnya pulih, membatasi potensi penguatan rupiah. Pada Selasa lalu, Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat melakukan trading halt pada pukul 11.19 WIB akibat penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 5 persen. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan ini meliputi kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi, defisit anggaran, revisi peringkat saham, hingga isu pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dengan kondisi tersebut, nilai tukar rupiah diprediksi bergerak dalam rentang Rp16.400–Rp16.550 per dolar AS. Pada pembukaan perdagangan Kamis pagi, rupiah terpantau melemah sebesar 38 poin atau 0,23 persen menjadi Rp16.493 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.531 per dolar AS.