Jepang Cemas: Tarif Impor Trump Picu Ketegangan Dagang Global

Jepang tengah diliputi kekhawatiran setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu perang dagang dengan memberlakukan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara. Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, menilai kebijakan ini dimanfaatkan Trump sebagai alat negosiasi ekonomi.

“Kami khawatir atas situasi ini,” ujar Masaki kepada awak media dalam acara Perayaan Ulang Tahun Kaisar Jepang di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif terhadap China berdampak negatif bagi perekonomian global. Masaki menyatakan bahwa kebijakan semacam ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia dan memperburuk hubungan perdagangan antarnegara.

Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif impor sebesar 10 persen untuk produk asal China. Sebagai balasan, China menetapkan tarif 15 persen untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS, yang akan berlaku mulai 10 Februari 2025, menurut Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China. Langkah saling balas ini memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik dagang yang dapat memengaruhi sektor bisnis global.

Masaki menekankan pentingnya kerja sama multilateral antara Jepang, Indonesia, dan negara lainnya untuk meyakinkan AS agar mematuhi aturan perdagangan internasional. Menurutnya, pendekatan kolektif dapat mendorong AS untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya. “Kita harus menghindari eskalasi perang dagang, baik antara China dan AS maupun negara lainnya,” tegasnya.

Langkah Trump ini bertujuan melindungi dan memperkuat perekonomian AS. Namun, dampaknya telah memicu kekhawatiran global karena berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan internasional. Negara-negara di seluruh dunia kini menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan ekonomi sambil meredam dampak negatif dari kebijakan proteksionisme AS. Situasi ini memerlukan diplomasi yang cermat agar konflik dagang tidak semakin meluas dan merugikan berbagai sektor ekonomi di tingkat global.

Strategi Cerdas Berbelanja di Ramadan: Hemat dan Efisien di Tengah Kenaikan Harga

Menjelang bulan suci Ramadan, lonjakan harga bahan pokok menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia. Peningkatan permintaan selama bulan puasa dan Idulfitri sering kali menyebabkan fluktuasi harga pangan. Namun, dengan perencanaan belanja yang tepat, pengeluaran dapat dikelola lebih hemat dan efisien. Salah satu langkah bijak adalah berbelanja lebih awal sebelum harga melonjak. Produk-produk seperti beras, gula, dan tepung biasanya mengalami kenaikan harga mendekati Ramadan, sehingga membelinya lebih dulu dapat membantu mendapatkan harga yang lebih terjangkau. Selain itu, memanfaatkan promo dan diskon dari berbagai platform belanja, baik online maupun offline, menjadi strategi cerdas untuk menghemat biaya. Banyak toko menawarkan cashback serta penawaran menarik yang dapat mengurangi total belanja.

Selain itu, menyusun daftar belanja dan menentukan anggaran menjadi langkah penting agar pengeluaran tetap terkendali. Membeli kebutuhan pokok dalam jumlah besar atau grosir juga lebih ekonomis karena harga lebih murah dan sering kali mendapatkan diskon tambahan. Meski demikian, pastikan bahan makanan disimpan dengan baik agar tetap awet hingga akhir Ramadan. Tidak hanya itu, memantau harga bahan pokok secara berkala juga sangat membantu dalam menentukan waktu terbaik untuk membeli kebutuhan dapur. Informasi harga terkini dapat diperoleh melalui aplikasi atau situs resmi pemerintah seperti Badan Pangan Nasional.

Jika harga bahan pokok tertentu melonjak, mempertimbangkan alternatif yang lebih terjangkau bisa menjadi solusi. Misalnya, saat harga daging sapi naik, beralih ke sumber protein lain seperti ayam atau ikan dapat membantu menekan pengeluaran. Selain itu, mengurangi konsumsi makanan olahan atau siap saji juga bisa menjadi langkah efektif untuk menghemat anggaran. Memasak sendiri di rumah bukan hanya lebih hemat, tetapi juga lebih sehat karena bahan-bahan yang digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan menerapkan strategi belanja yang tepat dan disiplin dalam mengatur anggaran, masyarakat dapat menghadapi kenaikan harga bahan pokok dengan lebih bijak. Perencanaan yang matang akan membantu menjaga keseimbangan keuangan keluarga selama bulan suci Ramadan.

BI Gelar SERAMBI 2025: Tukar Uang Baru Lebih Mudah dengan Kuota Lebih Besar

Bank Indonesia (BI) kembali menghadirkan program Semarak Rupiah Ramadan dan Berkah Idul Fitri (SERAMBI) 2025 untuk melayani penukaran uang baru selama periode Ramadan dan Idul Fitri 1446 Hijriah. Program akan ini berlangsung mulai 3 hingga 27 Maret 2025, dengan penyediaan uang tunai sebesar Rp180,9 triliun, sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp183,8 triliun. Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, menjelaskan bahwa penyesuaian jumlah uang yang disediakan mempertimbangkan semakin meningkatnya penggunaan metode pembayaran non-tunai di masyarakat. Meski demikian, nominal yang dapat ditukarkan oleh setiap individu naik dari Rp4 juta menjadi Rp4,3 juta tahun ini.

Terdapat sebanyak 4.000 lokasi penukaran yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan 1.200 lokasi dikelola langsung oleh BI dan sisanya bekerja sama dengan pihak perbankan. BI juga menyediakan tiga layanan utama untuk mempermudah masyarakat, yaitu layanan penukaran uang keliling reguler yang akan mengunjungi tempat-tempat ibadah, layanan penukaran uang bersama perbankan yang tersedia di berbagai bank, serta layanan penukaran uang tematik dengan lokasi tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Untuk meningkatkan kenyamanan dan menghindari antrean panjang, penukaran uang kini harus dilakukan melalui sistem pendaftaran online di platform pintar.bi.go.id. Kini masyarakat tidak lagi diperkenankan datang langsung tanpa reservasi, sehingga distribusi uang tunai dapat berjalan lebih tertib dan efisien.

Rupiah Melemah di Tengah Penguatan Dolar AS, Namun Ada Harapan dari Kebijakan Ekonomi Baru

Pada perdagangan Selasa (18/2/2025), rupiah mengalami pelemahan tipis seiring dengan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah dibuka pada posisi Rp16.230 per dolar AS, yang berarti melemah sebesar 0,12%. Jika tren pelemahan ini berlanjut hingga sesi penutupan, maka penguatan rupiah selama empat hari berturut-turut akan terhenti.

Pelemahan rupiah sejalan dengan penguatan indeks dolar AS (DXY), yang pagi ini tercatat naik 0,14% menjadi 106,88. Kenaikan indeks dolar menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap mata uang AS, yang menambah tekanan terhadap rupiah.

Di sisi lain, pelaku pasar kini menantikan hasil dari Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), yang dimulai hari ini. Keputusan terkait kebijakan moneter yang akan diambil BI menjadi faktor penting dalam menentukan arah pergerakan rupiah ke depan. Para investor memperhatikan langkah-langkah BI, terutama terkait upaya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah tantangan global.

Namun, ada dua faktor positif yang bisa mendukung stabilitas rupiah dalam jangka menengah. Pertama, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Mulai 1 Maret 2025, DHE yang berasal dari sektor sumber daya alam (SDA) wajib disimpan dalam sistem keuangan Indonesia sebesar 100% selama 12 bulan. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat cadangan devisa dan menjaga kestabilan ekonomi nasional.

Kedua, delapan kebijakan ekonomi yang baru-baru ini diumumkan oleh Presiden Prabowo juga diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025. Dengan adanya kebijakan moneter dan fiskal yang seimbang, diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap rupiah, memberikan optimisme terhadap pasar keuangan Indonesia.

Efisiensi Anggaran 2025: Dampak pada BUMN Karya, Serapan Tenaga Kerja, dan Inflasi

Pemerintah tengah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran di kementerian dan lembaga (K/L) sebagai bagian dari strategi penghematan dalam APBN 2025. Namun, langkah ini dinilai berpotensi mengurangi kontribusi BUMN karya, terutama dalam serapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menjelaskan bahwa pemangkasan anggaran akan berdampak langsung pada sektor infrastruktur, yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar serta membantu menekan biaya distribusi, sehingga berperan dalam pengendalian inflasi.

“Tidak bisa dipungkiri, jika proyek-proyek pembangunan berkurang, industri pendukungnya juga terdampak. Dampaknya bisa berupa PHK massal dan berkurangnya daya beli masyarakat,” ujar Toto di Jakarta, Senin (17/02/2025).

Ia juga menyoroti bahwa pengurangan anggaran infrastruktur berpotensi memicu kenaikan inflasi, terutama karena menurunnya pemeliharaan jalan yang selama ini ditangani oleh BUMN karya. Hal ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi karena masyarakat yang bekerja di sektor infrastruktur mengalami penurunan daya beli.

Menurut Toto, sekitar 80 persen pendapatan BUMN karya bergantung pada APBN, sehingga pengurangan belanja pemerintah otomatis menghambat kinerja perusahaan-perusahaan tersebut.

Hal senada disampaikan oleh pengamat infrastruktur dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, yang menyebut bahwa kebijakan efisiensi ini akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja di berbagai bidang, mulai dari desain, perencanaan, hingga konstruksi.

“Pemangkasan anggaran membuat proyek infrastruktur terhambat, sehingga pasar tenaga kerja di sektor ini menyusut,” tuturnya.

Sebagai solusi, Yayat menyarankan pemerintah untuk mengantisipasi dampak kebijakan ini dengan memberikan skema khusus bagi BUMN karya, agar tetap bisa berkontribusi tanpa bergantung sepenuhnya pada dana pemerintah.

Sementara itu, Toto menilai bahwa BUMN karya harus mulai melakukan diversifikasi pasar, sehingga tidak lagi terlalu bergantung pada anggaran negara.

Kebijakan efisiensi ini merupakan bagian dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025, yang menargetkan penghematan anggaran hingga Rp306,69 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp256,1 triliun dialokasikan untuk pemangkasan belanja kementerian/lembaga (K/L).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah menerbitkan surat S-37/MK.02/2025 yang merinci 16 aspek belanja yang harus mengalami pemangkasan. Masing-masing K/L diwajibkan untuk menyesuaikan anggarannya sesuai dengan arahan tersebut dan menyerahkan revisi anggaran ke DPR paling lambat 14 Februari 2025 untuk mendapatkan persetujuan sebelum akhirnya diterapkan.

Dengan adanya kebijakan ini, tantangan terbesar adalah memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga tanpa mengorbankan sektor strategis seperti infrastruktur dan tenaga kerja.

Realisasi Pendapatan Negara di Sultra Capai Rp326,5 Miliar, Belanja Negara Tembus Rp2,31 Triliun

Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sulawesi Tenggara (Sultra) melaporkan bahwa realisasi Pendapatan Negara di wilayah tersebut hingga 14 Februari 2025 telah mencapai Rp326,5 miliar.

Kepala Kanwil DJPb Kemenkeu Sultra, Syarwan, mengungkapkan bahwa pendapatan ini bersumber dari penerimaan dalam negeri, yang terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp227,15 miliar dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp99,36 miliar.

“Pendapatan Negara mengalami kontraksi secara year on year (yoy), dengan penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar 26,03 persen, sedangkan PNBP justru tumbuh 25,77 persen,” ujarnya saat ditemui di Kendari, Senin (17/02/2025).

Di sisi lain, realisasi Belanja Negara di Sultra dalam periode yang sama tercatat sebesar Rp2,31 triliun dari total pagu anggaran Rp25,57 triliun. Belanja ini terdiri atas belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp404,89 miliar dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp1,9 triliun.

“Realisasi Belanja Negara ini mencapai 9,05 persen dari total pagu, dengan belanja K/L sebesar 6,58 persen, sedangkan TKD sudah terserap sebesar 9,84 persen dari total pagu,” lanjutnya.

Jika dibandingkan secara tahunan, belanja K/L tumbuh 54,78 persen, sedangkan belanja TKD meningkat 30,89 persen. Institusi kepolisian menjadi instansi dengan realisasi belanja tertinggi, yaitu Rp110,79 miliar atau setara dengan 27,36 persen dari total belanja di Sultra.

“Namun, secara keseluruhan belanja K/L mengalami kontraksi sebesar 45,57 persen akibat kebijakan efisiensi anggaran,” tambah Syarwan.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dari seluruh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di Sultra, KPPN Raha mencatat persentase kinerja tertinggi dengan realisasi mencapai 8,56 persen, terutama didorong oleh akselerasi belanja pegawai. Sementara itu, secara nominal, KPPN Kendari mencatat realisasi tertinggi, yaitu Rp286,39 miliar, atau sekitar 70,73 persen dari total belanja K/L di wilayah tersebut.

Dengan dinamika penerimaan dan belanja negara ini, pemerintah diharapkan dapat terus mengoptimalkan efektivitas pengelolaan anggaran guna mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara.

RUU Kepariwisataan Dibahas, Bali Beri Masukan untuk Regulasi yang Lebih Adaptif

Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa bersama Komisi VII DPR RI menggelar dialog langsung dengan para pelaku industri pariwisata di Bali untuk menyerap aspirasi dalam pembahasan RUU Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Diskusi yang berlangsung di Kabupaten Badung, Kamis, ini menjadi momen bagi pemerintah untuk mendengar berbagai masukan terkait regulasi kepariwisataan. Ni Luh Puspa menegaskan pentingnya pembaruan undang-undang agar lebih sesuai dengan perkembangan industri pariwisata saat ini, terutama pascapandemi COVID-19.

“Kami menerima banyak sekali masukan yang sangat detail, pasal demi pasal. Kami berharap proses ini bisa segera selesai karena RUU ini merupakan carry over dari periode sebelumnya,” ujar Wamenpar.

Menurutnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan sektor pariwisata, termasuk dalam pengembangan destinasi, pemasaran, dan kelembagaan. Namun, setelah lebih dari satu dekade, diperlukan penyesuaian agar lebih responsif terhadap perubahan zaman.

Sebagai destinasi wisata utama Indonesia, Bali turut berperan aktif dalam pembahasan ini. Sebanyak 23 perhimpunan dan lembaga yang bergerak di sektor pariwisata hadir untuk memberikan usulan, termasuk Dinas Pariwisata Bali yang mengajukan 13 perubahan dan tambahan dalam sejumlah pasal.

Organisasi lain seperti Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Forum Komunikasi Desa Wisata, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), serta akademisi juga menyampaikan berbagai masukan serta tantangan yang dihadapi oleh sektor pariwisata di Bali.

“Ada masukan yang berkaitan langsung dengan undang-undang, dan ada juga yang berada di luar ranah regulasi. Semua ini akan kami bahas lebih lanjut bersama kementerian dan lembaga terkait di pusat,” tambah Wamenpar.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama DPR RI telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan RUU Kepariwisataan dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari pelaku industri. Pemerintah juga telah menyusun daftar inventarisasi masalah guna mempercepat proses penyusunan regulasi yang lebih relevan.

Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan, diharapkan RUU Kepariwisataan yang baru dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam membangun industri pariwisata yang berkelanjutan, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

OJK Kaji ETF Berbasis Aset Kripto, Target Selesai Kuartal III 2025

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan kajian mendalam terkait potensi produk exchange-traded fund (ETF) dengan underlying aset kripto. Kajian ini ditargetkan rampung pada pertengahan kuartal III tahun 2025 dan akan menjadi dasar dalam penyusunan regulasi serta perizinan ke depan.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, menjelaskan bahwa pihaknya tengah melakukan kajian bersama dengan divisi pasar modal untuk menelaah aspek risiko dan keamanan instrumen ini.

“ETF sejak awal merupakan instrumen yang beroperasi di pasar modal, namun saat ini tren global telah berkembang dengan memungkinkan adanya ETF yang berbasis aset keuangan digital, termasuk kripto,” ungkap Hasan dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Investortrust di Jakarta, Kamis.

OJK juga menekankan bahwa kajian ini akan mencakup identifikasi koin kripto yang dinilai cukup aman untuk dimasukkan dalam ETF guna meminimalkan risiko bagi investor. Selain itu, aspek perlindungan konsumen tetap menjadi prioritas utama dalam proses ini.

Meskipun saat ini masih dalam tahap awal, Hasan menyebutkan bahwa jika diperlukan, uji coba akan dilakukan melalui regulatory sandbox OJK sebelum pengaturan lebih lanjut. OJK juga berencana untuk melibatkan ekosistem pasar modal dan industri kripto dalam penyusunan regulasi agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan secara optimal.

“Kami akan mengundang partisipasi dari para pelaku industri, baik di pasar modal maupun sektor aset kripto, untuk memberikan masukan sebelum kebijakan ini difinalisasi dan izin resmi diberikan,” tambahnya.

Sementara itu, industri aset kripto di Indonesia terus mengalami pertumbuhan pesat. Sepanjang tahun 2024, nilai transaksi aset kripto tercatat mencapai Rp650,61 triliun, mengalami lonjakan signifikan sebesar 335,91 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp149,25 triliun.

Jumlah investor aset kripto juga menunjukkan pertumbuhan yang solid, mencapai 22,91 juta investor per Desember 2024. Angka ini meningkat 23,77 persen dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencatatkan 18,51 juta investor.

Dengan meningkatnya adopsi dan transaksi kripto di Indonesia, kajian ETF berbasis aset digital ini diharapkan dapat memberikan instrumen investasi baru yang lebih aman dan terregulasi bagi investor.

Dukung UMKM Jogja, Bank Jogja Gelar Pelatihan dan Beri Akses Modal Bunga Rendah

PT BPR Bank Jogja (Perseroda) kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap pengembangan UMKM di Kota Yogyakarta dengan mengadakan sosialisasi serta pelatihan bagi para pelaku usaha, khususnya di sektor kuliner. Program ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing UMKM serta memastikan keberlangsungan usaha mereka.

Direktur Operasional dan Bisnis PT BPR Bank Jogja, Heri Sutanto, menjelaskan bahwa kegiatan ini bekerja sama dengan Dinas Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (DPK UKM) Kota Yogyakarta. Salah satu pelatihan yang diberikan adalah mengenai “Higienitas dan Keamanan Produk,” yang sangat penting bagi pelaku usaha kuliner dalam menjaga kualitas produk mereka.

Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemkot Yogyakarta, Bank Jogja memiliki tanggung jawab dalam mendorong pertumbuhan UMKM. Sektor ini berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan inovasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, Bank Jogja secara konsisten mengadakan berbagai program pendampingan dan pemberdayaan bagi para pelaku UMKM.

Pelatihan ini diikuti oleh puluhan pengusaha UMKM yang mendapatkan pembekalan keterampilan untuk menjaga higienitas serta keamanan produk mereka. Selain pelatihan, Bank Jogja juga memberikan dukungan dari sisi permodalan melalui program kredit ‘Migunani’ dengan bunga rendah, hanya 0,5 persen. Skema pembiayaan ini diharapkan dapat memberikan akses modal yang lebih ringan bagi UMKM untuk mengembangkan usaha mereka.

Tak hanya itu, Bank Jogja juga menyediakan Tabungan Istimewa sebagai langkah edukasi keuangan bagi para pelaku UMKM. Dengan adanya tabungan ini, mereka didorong untuk lebih disiplin dalam mengelola keuangan dan menyiapkan cadangan dana untuk pengembangan usaha ke depan.

Lebih lanjut, Heri menegaskan bahwa pihaknya turut membantu pemasaran produk UMKM serta memberikan pendampingan dalam permodalan agar para pelaku usaha tidak terjerumus ke dalam pinjaman dari lembaga keuangan ilegal, seperti rentenir atau pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK.

Sementara itu, Kepala Bidang UMK DPK UKM Kota Yogyakarta, Bebasari Sitarini, menekankan bahwa Bank Jogja merupakan mitra utama Pemkot dalam mendukung UMKM. Tak hanya dari segi produksi dan permodalan, tetapi juga dalam hal legalitas usaha serta pemasaran.

Edukasi yang diberikan dalam program ini sangat penting, terutama bagi pelaku usaha kuliner dan makanan siap saji, yang harus memperhatikan faktor higienitas dan keamanan produk. Bebasari menekankan bahwa produk kuliner yang aman dan halal menjadi aspek krusial bagi kelangsungan usaha mereka.

Dalam kesempatan ini, para pelaku UMKM juga dipertemukan dengan BPOM untuk memastikan standar keamanan pangan terpenuhi serta diberikan edukasi terkait legalitas usaha. Selain itu, mereka juga mendapatkan informasi bahwa akses permodalan di Bank Jogja tersedia dengan bunga yang rendah dan persyaratan yang mudah.

Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,03% di 2024: Target Melenceng, Konsumsi Jadi Penopang Utama

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2024 hanya mencapai 5,03%, lebih rendah dari target 5,2% yang dicanangkan pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ini meleset adalah melemahnya ekspor pada semester kedua tahun 2024, sementara impor justru mengalami pemulihan.

“Ekspor melemah pada paruh kedua tahun lalu, sementara impor mulai pulih,” ungkap Sri Mulyani dalam Mandiri Investment Forum di Jakarta, Selasa (11/2/2025). Ia merinci bahwa ekspor menyumbang 22,18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan impor memiliki kontribusi sebesar 20,39%.

Meski ekspor melemah, pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga, yang tetap kuat sepanjang 2024. Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan fiskal memiliki peran penting dalam menjaga daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok miskin dan rentan.

Dampak Ketidakpastian Global dan Fluktuasi Harga Komoditas
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 juga disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi global. Kondisi ini turut memicu penurunan harga komoditas, sehingga ekspor—yang sebelumnya menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan—tidak dapat berkontribusi optimal.

“Ketidakpastian global yang tinggi pada 2024 sangat berpengaruh terhadap Indonesia, terutama karena turunnya harga komoditas yang berdampak pada penerimaan dari ekspor,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Meskipun menghadapi tekanan dari faktor eksternal, konsumsi domestik tetap tumbuh didorong oleh berbagai program belanja seperti Harbolnas, Epic Sale, serta diskon tarif transportasi selama musim liburan akhir tahun. Selain itu, momentum politik seperti Pemilu, Pilpres, dan Pilkada 2024 juga turut berkontribusi dalam meningkatkan belanja masyarakat.

Sebagai hasilnya, konsumsi rumah tangga mampu tumbuh 4,94% pada 2024, lebih tinggi dibandingkan 4,82% pada 2023. Investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga mengalami peningkatan, tumbuh 4,61%, dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 4,4%.

Airlangga juga menyoroti bahwa Indonesia saat ini termasuk dalam daftar negara dengan tingkat inflasi terendah di dunia.

“Jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN atau G20, tingkat inflasi kita tergolong rendah, bahkan bisa membuat negara lain merasa iri,” pungkasnya.