Jepang Cemas: Tarif Impor Trump Picu Ketegangan Dagang Global

Jepang tengah diliputi kekhawatiran setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu perang dagang dengan memberlakukan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara. Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, menilai kebijakan ini dimanfaatkan Trump sebagai alat negosiasi ekonomi.

“Kami khawatir atas situasi ini,” ujar Masaki kepada awak media dalam acara Perayaan Ulang Tahun Kaisar Jepang di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif terhadap China berdampak negatif bagi perekonomian global. Masaki menyatakan bahwa kebijakan semacam ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia dan memperburuk hubungan perdagangan antarnegara.

Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif impor sebesar 10 persen untuk produk asal China. Sebagai balasan, China menetapkan tarif 15 persen untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS, yang akan berlaku mulai 10 Februari 2025, menurut Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China. Langkah saling balas ini memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik dagang yang dapat memengaruhi sektor bisnis global.

Masaki menekankan pentingnya kerja sama multilateral antara Jepang, Indonesia, dan negara lainnya untuk meyakinkan AS agar mematuhi aturan perdagangan internasional. Menurutnya, pendekatan kolektif dapat mendorong AS untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya. “Kita harus menghindari eskalasi perang dagang, baik antara China dan AS maupun negara lainnya,” tegasnya.

Langkah Trump ini bertujuan melindungi dan memperkuat perekonomian AS. Namun, dampaknya telah memicu kekhawatiran global karena berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan internasional. Negara-negara di seluruh dunia kini menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan ekonomi sambil meredam dampak negatif dari kebijakan proteksionisme AS. Situasi ini memerlukan diplomasi yang cermat agar konflik dagang tidak semakin meluas dan merugikan berbagai sektor ekonomi di tingkat global.

Tarif Baru AS Memicu Ketidakpastian Ekonomi Global: Pasar Saham Tertekan dan Inflasi Mengancam

Keputusan terbaru Amerika Serikat untuk menaikkan tarif terhadap tiga negara mitra ekonominya menambah ketidakpastian di pasar global. Ekonomi dunia kini menghadapi risiko tambahan yang dipicu oleh kebijakan proteksionis ini, yang dapat memicu perang dagang baru dan mengancam proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Dampak langsungnya mulai terasa pada awal Februari 2025, dengan bursa saham di Asia mengalami penurunan signifikan. Di Jepang dan Korea Selatan, harga saham turun lebih dari 2 persen, sementara saham perusahaan-perusahaan otomotif besar seperti Toyota, Honda, dan Nissan juga merosot tajam.

Selain itu, harga minyak mengalami lonjakan lebih dari 2 dolar AS per barel, sementara harga bensin berjangka naik lebih dari 3 persen. Keputusan Gedung Putih yang menaikkan tarif ini belum dilengkapi dengan rincian lengkap, yang menimbulkan kekhawatiran tentang dampak dan durasinya. Banyak analis mengkhawatirkan penurunan pendapatan perusahaan AS dan kenaikan inflasi yang lebih tinggi sebagai efek dari kebijakan tarif tersebut.

Mata uang negara-negara yang terdampak, seperti yuan China, peso Meksiko, dan dollar Kanada, mengalami pelemahan signifikan. Ini menambah tekanan terhadap perekonomian negara-negara tersebut dan memperburuk ketidakpastian yang dihadapi oleh pasar global. Selain itu, inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga barang konsumsi, terutama bahan makanan, kendaraan, dan barang elektronik, mulai menjadi perhatian. Para investor khawatir bahwa hal ini akan mengganggu pemulihan ekonomi AS yang masih dalam tahap pemulihan.