Jepang Cemas: Tarif Impor Trump Picu Ketegangan Dagang Global

Jepang tengah diliputi kekhawatiran setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu perang dagang dengan memberlakukan tarif impor tinggi terhadap sejumlah negara. Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, menilai kebijakan ini dimanfaatkan Trump sebagai alat negosiasi ekonomi.

“Kami khawatir atas situasi ini,” ujar Masaki kepada awak media dalam acara Perayaan Ulang Tahun Kaisar Jepang di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif terhadap China berdampak negatif bagi perekonomian global. Masaki menyatakan bahwa kebijakan semacam ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia dan memperburuk hubungan perdagangan antarnegara.

Sebelumnya, Trump mengumumkan tarif impor sebesar 10 persen untuk produk asal China. Sebagai balasan, China menetapkan tarif 15 persen untuk impor batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS, yang akan berlaku mulai 10 Februari 2025, menurut Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China. Langkah saling balas ini memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik dagang yang dapat memengaruhi sektor bisnis global.

Masaki menekankan pentingnya kerja sama multilateral antara Jepang, Indonesia, dan negara lainnya untuk meyakinkan AS agar mematuhi aturan perdagangan internasional. Menurutnya, pendekatan kolektif dapat mendorong AS untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya. “Kita harus menghindari eskalasi perang dagang, baik antara China dan AS maupun negara lainnya,” tegasnya.

Langkah Trump ini bertujuan melindungi dan memperkuat perekonomian AS. Namun, dampaknya telah memicu kekhawatiran global karena berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan internasional. Negara-negara di seluruh dunia kini menghadapi tantangan untuk menjaga keseimbangan ekonomi sambil meredam dampak negatif dari kebijakan proteksionisme AS. Situasi ini memerlukan diplomasi yang cermat agar konflik dagang tidak semakin meluas dan merugikan berbagai sektor ekonomi di tingkat global.

Macron Siap Gelar Pertemuan Baru Soal Ukraina, Usulkan Dukungan Terbatas

Presiden Prancis Emmanuel Macron berencana menjadi tuan rumah pertemuan lanjutan terkait konflik Ukraina, menyusul langkah Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang dikabarkan tengah merancang kesepakatan untuk mengakhiri perang.

Dalam wawancara dengan media regional Prancis, Macron juga mendorong Presiden AS Donald Trump untuk membuka kembali dialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menurutnya bisa lebih bermanfaat dalam mencari solusi damai.

Menariknya, Macron mengungkapkan kesiapan untuk mengirim pasukan ke Ukraina, meskipun dengan batasan tertentu. “Kami mempertimbangkan opsi pengiriman pasukan dalam skala terbatas, tetapi tidak di zona konflik langsung. Ini bertujuan untuk memberikan dukungan moral bagi Ukraina serta memperkuat solidaritas,” ujarnya, seperti dikutip dari AFP, Rabu (19/2/2025). Lebih lanjut, Macron menyebut bahwa Prancis tengah membahas langkah ini bersama Inggris.

Pernyataan Macron ini muncul setelah keputusan mengejutkan dari Trump yang kembali membuka jalur diplomasi dengan Rusia dalam upaya mencari penyelesaian atas konflik yang telah berlangsung hampir tiga tahun sejak invasi Rusia ke Ukraina. Macron, yang sebelumnya telah beberapa kali berdialog dengan Putin, menyatakan kesiapannya untuk kembali berbicara dengan pemimpin Rusia itu dalam rangka perundingan damai.

Namun, pria berusia 47 tahun tersebut menegaskan bahwa dukungan AS tetap menjadi faktor kunci bagi keamanan Ukraina. Ia juga mengusulkan pembentukan misi penjaga perdamaian di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk ditempatkan di garis depan sebagai bagian dari solusi diplomatik yang sedang dibahas.

Sementara itu, dalam pertemuan yang berlangsung di Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025), delegasi AS dan Rusia sepakat membentuk tim khusus untuk merancang langkah-langkah penghentian perang. Di sisi lain, sejumlah negara Eropa dan non-Eropa juga bersiap untuk mengadakan pertemuan lebih lanjut guna memperkuat dukungan bagi Ukraina.

Arab Saudi Sambut Baik Pertemuan Puncak Putin-Trump, Dorong Perdamaian Ukraina

Arab Saudi menyambut baik komunikasi langsung antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang berlangsung melalui panggilan telepon selama hampir 90 menit pada Rabu lalu. Percakapan ini menjadi interaksi pertama yang diketahui antara kedua pemimpin sejak konflik Ukraina meningkat pada Februari 2022.

Setelah panggilan tersebut, Trump mengumumkan bahwa pembicaraan lebih lanjut akan diadakan di Arab Saudi. Riyadh pun menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi tersebut dan menegaskan komitmennya dalam mendukung upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina sejak awal konflik.

Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, telah berulang kali menjalin komunikasi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Putin untuk mendorong dialog damai. Pada Desember 2023, ia juga mengunjungi Rusia untuk bertemu Putin, membahas isu-isu strategis seperti konflik Ukraina, harga minyak, kebijakan OPEC+, serta ketegangan di Gaza.

Sementara itu, Trump mengumumkan bahwa pejabat Amerika dan Rusia akan bertemu di sela-sela konferensi di Munich pada Jumat, dengan Ukraina juga diundang. Namun, hingga kini belum ada konfirmasi resmi mengenai pertemuan tersebut dari penyelenggara konferensi atau media.

Di sisi lain, delegasi Amerika dan Ukraina mengadakan diskusi di sela-sela acara tersebut. Zelensky menegaskan kesiapannya untuk segera mencapai perdamaian yang konkret dan berkelanjutan, tetapi menegaskan bahwa dirinya hanya bersedia bertemu langsung dengan Putin jika ada rencana yang disepakati bersama oleh pemimpin AS dan Eropa.

Wakil Presiden AS, J.D. Vance, juga menegaskan pentingnya memulai negosiasi langsung antara Ukraina dan Rusia. “Kita harus duduk bersama dan mulai berdialog untuk menemukan solusi guna mengakhiri konflik ini,” tegasnya.

Korea Utara Kecam Rencana Trump Kuasai Gaza: Sebut AS Pemeras dan Delusi

Kantor Berita Korea Utara (KCNA) mengecam gagasan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin menguasai Jalur Gaza, menyebutnya sebagai tindakan konyol dan penuh pemerasan. Dalam pernyataannya pada Rabu (12 Februari 2025), KCNA menegaskan bahwa rencana tersebut hanya akan menghancurkan harapan rakyat Palestina akan perdamaian dan keselamatan.

Meski tidak menyebut Trump secara langsung, KCNA menyampaikan kritik tajam terhadap pengumuman AS yang ingin mengusir warga Palestina dari Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah”. Istilah Riviera biasanya digunakan untuk menggambarkan kawasan pesisir yang mewah dan eksklusif, seperti French Riviera di Prancis.

KCNA juga menyinggung keinginan pemerintahan Trump untuk menguasai Terusan Panama dan Greenland, serta rencananya mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika. Menurut KCNA, langkah-langkah ini menunjukkan delusi imperialisme AS yang terus berusaha mengendalikan wilayah-wilayah strategis di dunia.

“Amerika Serikat harus sadar dari delusi kuno mereka dan segera berhenti melanggar martabat serta kedaulatan negara lain,” tegas KCNA, melabeli AS sebagai pemeras global.

Sebelumnya, Trump pernah menjalin hubungan unik dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un selama masa jabatan pertamanya. Namun, hingga saat ini, KCNA nyaris tidak memberikan komentar mengenai kepemimpinan Trump di periode kedua.

Korea Utara sendiri secara konsisten menyalahkan Israel atas konflik di Gaza dan menganggap AS turut bertanggung jawab atas eskalasi kekerasan di wilayah tersebut.

Trump Dorong Elon Musk Audit Pentagon: Temukan Penipuan dan Pemborosan Militer

Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa ia berharap Elon Musk, sekutunya yang juga pemimpin Tesla dan SpaceX, akan menemukan miliaran dolar penipuan dan pemborosan di Pentagon, setelah Musk ditunjuk untuk memimpin audit pemerintah AS guna memangkas jumlah tenaga kerja federal. Dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Trump menyatakan bahwa dia yakin audit ini akan mengungkap ratusan juta hingga miliaran dolar penyalahgunaan anggaran di departemen pertahanan terbesar AS.

Anggaran Pentagon sendiri hampir mencapai USD1 triliun setiap tahunnya, dan pada Desember lalu, Presiden Joe Biden menandatangani RUU yang mengesahkan anggaran pertahanan sebesar USD895 miliar untuk tahun fiskal yang berakhir pada 30 September. Musk, yang dikenal sebagai miliarder sayap kanan dan memiliki perusahaan besar dengan kontrak militer, telah ditunjuk oleh Gedung Putih untuk memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang baru dibentuk. Musk akan memegang akses ke informasi sensitif dalam sistem komputer pemerintah untuk menjalankan tugas audit tersebut.

Walaupun kritik terhadap pemborosan Pentagon sudah ada sejak lama, beberapa pihak menyatakan kekhawatiran terkait kemungkinan kebocoran informasi rahasia, serta potensi kehancuran lembaga tersebut tanpa persetujuan dari Kongres. Selain itu, ada kekhawatiran mengenai potensi konflik kepentingan, mengingat perusahaan Musk memiliki kontrak besar dengan Pentagon. Pada Sabtu lalu, seorang hakim AS mengeluarkan perintah darurat yang memblokir DOGE untuk mengakses data sensitif warga AS yang ada di sistem pembayaran Departemen Keuangan.

Namun, meskipun ada sejumlah kekhawatiran, Trump tampaknya semakin mendukung gagasan ini. Ia bahkan mengatakan bahwa ia akan segera meminta Musk untuk memeriksa Departemen Pendidikan, lalu melanjutkan ke militer dalam waktu singkat. Penasihat Keamanan Nasional, Mike Waltz, juga menilai bahwa pembuatan kapal di Pentagon bisa menjadi salah satu area yang menarik dalam audit ini.

Zelensky Siap Jalin Kesepakatan dengan Trump: Pasok Tanah Jarang Ukraina untuk Dukung Perang?

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan kesiapannya untuk bekerja sama dengan Presiden AS, Donald Trump, dalam pengembangan sumber daya mineral strategis, khususnya logam tanah jarang. Pada Senin (3/2/2025), Trump mengusulkan agar Ukraina memasok tanah jarang kepada AS sebagai imbalan atas bantuan finansial dalam perang melawan Rusia.

Zelensky telah memasukkan rencana ini dalam strategi kemenangan yang disampaikannya kepada sekutu Kyiv, termasuk Trump, sejak musim gugur lalu. Strategi tersebut mencakup kerja sama dengan mitra asing guna memanfaatkan sumber daya mineral Ukraina yang bernilai strategis.

Tanah jarang merupakan kelompok 17 unsur logam yang digunakan dalam berbagai teknologi penting, seperti kendaraan listrik, telepon seluler, sistem persenjataan, hingga elektronik canggih. Saat ini, China mendominasi produksi tanah jarang secara global, sementara AS berupaya mengamankan pasokan alternatif.

Ukraina memiliki potensi besar dalam industri ini, dengan endapan 22 dari 34 mineral yang dikategorikan sebagai kritis oleh Uni Eropa. Beberapa mineral tersebut meliputi ferroalloy, logam mulia, serta elemen tanah jarang seperti lantanum, cerium, neodymium, erbium, dan itrium—yang memiliki aplikasi luas dalam sektor teknologi, energi hijau, dan pertahanan.

Selain itu, Ukraina juga memiliki cadangan besar litium, mangan, grafit, dan zirkonium, yang menarik minat AS. Penelitian Uni Eropa menunjukkan bahwa negara ini memiliki potensi sebagai pemasok utama skandium, sementara Forum Ekonomi Dunia mencatat bahwa Ukraina juga berperan penting dalam pasokan berilium, nikel, galium, serta fluorit.

Dengan sumber daya yang melimpah, kerja sama antara Ukraina dan AS di sektor ini dapat menjadi langkah strategis, baik untuk kepentingan geopolitik maupun ekonomi.

Donald Trump Tekankan Keinginan untuk Akhiri Perang Ukraina, Sampaikan Potensi Pertemuan dengan Putin

Tiga tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin, pasukannya masih melanjutkan pertempuran di medan perang.

Sementara itu, Kyiv menghadapi tantangan besar dalam hal kekurangan pasukan dan peralatan. Pada saat yang sama, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menghentikan pengiriman bantuan militer besar-besaran ke Ukraina.

BACA JUGA: IHSG Anjlok 5,16 Persen pada 3-7 Februari 2025, Ini Penyebabnya Putin semakin mendekati tujuan strategisnya, meskipun minimnya dorongan untuk perundingan, meskipun ada upaya Presiden AS Donald Trump untuk membujuk atau mengancamnya, kata para ahli Rusia dalam wawancara dengan The Associated Press.

Kedua pemimpin tersebut mengisyaratkan adanya pembicaraan mengenai Ukraina, baik melalui telepon maupun pertemuan langsung, dengan menggunakan pendekatan pujian dan ancaman, seperti yang dilaporkan oleh Japan Today pada Minggu (9/2/2025).

Putin menggambarkan Trump sebagai “cerdas dan pragmatis,” dan bahkan mengulang klaim palsunya mengenai kemenangan pemilihan 2020. Trump, di sisi lain, menyebut Putin “cerdas” dan mengancam Rusia dengan tarif dan pemotongan harga minyak, yang kemudian ditanggapi oleh Kremlin.

Trump juga pernah mengklaim dalam kampanyenya bahwa dia dapat mengakhiri perang dalam 24 jam, meskipun kemudian menyebutnya bisa berlangsung selama enam bulan. Ia mengisyaratkan bahwa AS sedang melakukan pembicaraan dengan Rusia mengenai Ukraina tanpa melibatkan Kyiv, menyebut bahwa pemerintahan sebelumnya telah melakukan “diskusi yang sangat serius”.

Trump menyarankan bahwa ia dan Putin dapat segera mengambil langkah “signifikan” untuk mengakhiri perang, yang sudah menimbulkan banyak korban bagi Rusia dan memberikan dampak buruk terhadap perekonomiannya, yang menghadapi sanksi Barat, inflasi, dan kekurangan tenaga kerja.

Namun, meskipun ada kesulitan ekonomi, Putin tidak menghadapi tekanan domestik yang kuat untuk mengakhiri konflik, karena kebijakan kerasnya terhadap oposisi membuat situasi domestik tetap terkendali.

Menurut Fyodor Lukyanov, seorang pakar Rusia yang memimpin Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Moskow, “Di Barat, muncul anggapan bahwa Putin harus segera mencapai kesepakatan dan mengakhiri konflik. Namun, itu tidak terjadi.”

Penolakan Global! Usulan Trump Relokasi Warga Gaza Menuai Kritik Tajam

Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza ke negara-negara lain mendapat penolakan luas dari berbagai negara di dunia. Banyak pemimpin dunia menentang ide ini dengan alasan bahwa pemindahan paksa warga Palestina melanggar hukum internasional serta dapat mengganggu stabilitas kawasan.

Mesir, sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Gaza, menolak keras usulan ini. Presiden Abdel Fattah al-Sisi menegaskan bahwa Mesir tidak akan menerima pemindahan warga Palestina karena hal tersebut bertentangan dengan hukum internasional dan berpotensi memicu ketidakstabilan di wilayah tersebut.

Yordania juga menyuarakan keberatan serupa. Raja Abdullah II menegaskan bahwa negaranya tidak akan menjadi tempat relokasi warga Palestina dan menekankan pentingnya solusi dua negara yang menjamin hak-hak rakyat Palestina.

Arab Saudi menegaskan bahwa setiap penyelesaian konflik harus dilakukan secara adil tanpa mengubah demografi Palestina. Pemerintah Saudi mendorong tercapainya solusi politik yang dapat memastikan hak-hak rakyat Palestina tanpa adanya pemindahan paksa.

Iran mengecam keras usulan Trump dan menyebutnya sebagai upaya menghapus identitas Palestina. Pemerintah Iran menegaskan bahwa pemindahan paksa ini bertentangan dengan prinsip hukum internasional dan menyerukan kepada komunitas global untuk menolak rencana tersebut.

Malaysia turut menyatakan sikap tegas menolak relokasi warga Gaza. Pemerintah Malaysia menilai tindakan tersebut tidak manusiawi dan bertentangan dengan berbagai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Spanyol juga menolak gagasan pemindahan warga Palestina ke wilayahnya. Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares, menyatakan bahwa Gaza adalah rumah bagi rakyat Palestina dan harus menjadi bagian dari negara Palestina yang merdeka di masa depan.

Indonesia, sebagai negara yang selama ini mendukung perjuangan Palestina, mengecam keras rencana relokasi ini. Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa setiap upaya pemindahan paksa hanya akan memperkuat pendudukan ilegal Israel atas tanah Palestina.

China menentang pemindahan warga Gaza dan menyatakan bahwa wilayah tersebut adalah milik rakyat Palestina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa hak-hak Palestina harus dihormati dan menolak rencana yang dianggap sebagai alat tawar-menawar politik.

Uni Eropa, melalui beberapa negara anggotanya, juga menolak rencana relokasi tersebut. Mereka menegaskan bahwa setiap solusi harus sejalan dengan hukum internasional dan menghormati hak-hak asasi manusia.

Turki menyatakan bahwa solusi terhadap konflik ini harus dicapai melalui dialog dan negosiasi, bukan dengan pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka.

Qatar dan Uni Emirat Arab juga menyuarakan penolakan serupa. Kedua negara menekankan bahwa solusi damai harus menjunjung tinggi hak-hak rakyat Palestina dan memastikan stabilitas di kawasan.

Penolakan luas terhadap rencana Trump ini menunjukkan bahwa banyak negara masih berkomitmen untuk mendukung hak-hak rakyat Palestina dan mencari solusi yang lebih adil serta berkelanjutan.

Argentina Tinggalkan WHO: Langkah Drastis Milei dalam Menegaskan Kedaulatan Kesehatan

Presiden Argentina, Javier Milei, resmi mengumumkan bahwa negaranya akan menarik diri dari keanggotaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Keputusan yang disampaikan pada Rabu (5/2/2025) ini didasarkan pada perbedaan prinsip dalam pengelolaan kebijakan kesehatan global. Juru bicara pemerintah, Manuel Adorni, menegaskan bahwa keputusan ini bertujuan untuk memastikan Argentina memiliki kendali penuh atas sistem kesehatannya tanpa intervensi dari badan internasional.

“Kami tidak akan membiarkan organisasi asing mencampuri urusan domestik Argentina,” ujar Adorni, seperti dikutip dari kantor berita AFP. Menurutnya, dengan keluar dari WHO, Argentina akan lebih leluasa dalam menyusun dan menerapkan kebijakan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan rakyatnya.

Langkah ini mencerminkan keputusan serupa yang diambil Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang pada 20 Januari 2025 langsung menandatangani perintah eksekutif untuk menarik AS dari WHO, hanya beberapa jam setelah kembali menjabat. Trump mengkritik organisasi yang berbasis di Jenewa, Swiss, tersebut, terutama dalam responsnya terhadap pandemi Covid-19.

Milei, yang dikenal sebagai seorang anarko-kapitalis serta pengagum berat Trump, telah menjalankan kebijakan pemotongan besar-besaran terhadap belanja negara sejak awal kepemimpinannya. Langkah ini diambil untuk mencapai keseimbangan anggaran setelah bertahun-tahun Argentina mengalami defisit fiskal. Namun, kebijakan penghematan tersebut memicu kontroversi, termasuk kekhawatiran akan meningkatnya angka kemiskinan.

Meskipun demikian, Argentina berhasil mencatat surplus perdagangan tertinggi pada tahun 2024, yang sebagian besar disebabkan oleh menurunnya impor serta pengurangan pengeluaran negara. Keputusan Milei untuk keluar dari WHO semakin mengukuhkan posisinya dalam membentuk kebijakan yang lebih independen dari pengaruh global.

Tak lama setelah kemenangan Partai Republik dalam pemilu AS pada November 2024, Milei menjadi pemimpin asing pertama yang mengunjungi Trump di Mar-a-Lago, Florida. Kedekatan politik mereka semakin menegaskan bahwa kebijakan Milei kerap sejalan dengan pendekatan yang diambil oleh Trump, termasuk keputusan untuk meninggalkan WHO.

China Harap Donald Trump Pilih Kerja Sama, Bukan Konfrontasi

Kementerian Luar Negeri China menyatakan harapannya agar Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, memilih untuk bekerja sama dengan China daripada mengambil sikap konfrontatif. Pernyataan ini disampaikan menjelang pelantikan Trump dan mencerminkan keinginan Beijing untuk memulai hubungan yang lebih positif dengan Washington.

Hubungan antara China dan Amerika Serikat telah mengalami banyak pasang surut dalam beberapa tahun terakhir, terutama selama masa kepresidenan Trump sebelumnya. Ketegangan terjadi akibat berbagai isu, termasuk perdagangan, teknologi, dan hak asasi manusia. Dalam konteks ini, pernyataan dari Kementerian Luar Negeri China menunjukkan bahwa Beijing berusaha untuk memperbaiki hubungan dan menghindari konflik lebih lanjut. Ini mencerminkan kesadaran kedua negara akan pentingnya kolaborasi untuk stabilitas global.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menekankan bahwa perkembangan hubungan yang stabil dan sehat antara kedua negara akan menguntungkan kedua belah pihak. Dia menyatakan, “Kami selalu percaya bahwa kerja sama lebih menguntungkan dibandingkan konfrontasi.” Pernyataan ini menunjukkan harapan China untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi dialog dan kerjasama di masa mendatang.

Mao Ning juga menegaskan pentingnya prinsip saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai dalam menjalin hubungan internasional. Dia menambahkan bahwa kedua negara harus mampu mengelola perbedaan dengan baik, termasuk isu sensitif seperti Taiwan. Ini mencerminkan pendekatan diplomatik yang diambil oleh China dalam menghadapi tantangan dalam hubungan bilateral.

Kedua negara memiliki ekonomi terbesar di dunia, sehingga hubungan mereka sangat berpengaruh terhadap perekonomian global. Kerja sama yang baik antara AS dan China diharapkan dapat memberikan dampak positif tidak hanya bagi kedua negara tetapi juga bagi stabilitas ekonomi dunia. Ini menunjukkan bahwa keputusan politik di tingkat tinggi dapat memengaruhi banyak aspek kehidupan sehari-hari di seluruh dunia.

Dengan pelantikan Donald Trump yang semakin dekat, semua pihak berharap agar kedua negara dapat menemukan jalan untuk bekerja sama demi kepentingan bersama. Diharapkan bahwa pemimpin baru AS akan mempertimbangkan kembali pendekatan mereka terhadap China dan memilih dialog serta kolaborasi daripada konfrontasi. Keberhasilan dalam membangun hubungan yang konstruktif akan menjadi indikator penting bagi masa depan diplomasi antara AS dan China.